Kalau Aruna ditanya tentang pelajaran yang paling ia suka sekaligus benci itu apa, jawabannya adalah Olahraga. Aruna bukan tipe manusia yang kalau sore atau minggu pagi akan berlari-larian mengitari daerahnya tinggal, atau bahkan pergi ke gym setiap minggu untuk sekedar membuat tubuh bugar. Boro-boro olahraga, turun tangga dari balkon saja kadang Aruna malas, jadi ujung-ujungnya ia menuruni tangga dalam posisi duduk.
Tapi kalau olahraga di sekolah, Aruna suka. Walaupun sama saja membuat lelah atau bahkan lebih lelah, tapi Aruna setidaknya bisa menghirup udara bebas. Kalau olahraganya di sekolah, pasti tidak jauh dari bermain sepak bola atau basket. Sekarang agendanya kelas Aruna olahraga di Gor dekat sekolah. Senangnya tuh, sebab di gor, mereka pasti hanya diberi tugas untuk mengitari gor sebanyak dua putaran lalu setelahnya bebas mau melakukan olahraga apalagi setelahnya, pokoknya sampai jam olahraga habis deh.
Untungnya juga waktu olahraga itu tiga jam, jadi setelah mata pelajaran ini, Aruna bisa langsung istirahat ke kantin deh.
"Na, lari yuk! Itung-itung bantu gue menyukseskan diet." Gheana yang baru saja datang dari barisan belakang langsung menggaet tangannya dengan setengah berlari.
"Aduh, Ghea. Males lari tau!" Gerutu Aruna yang memang niatnya sejak awal hanya akan berjalan santai atau berjalan cepat sedikit bukan berlari.
"Satu putaran aja deh yuk, gue ogah juga soalnya kalo dua putaran. Itung-itung lari, Aruna." Sambung Gheana lagi yang mau tak mau akhirnya Aruna iyakan. Sebenarnya memang sepatutnya begitu sih. Setidaknya satu putaran, yang penting ujung-ujungnya berlari juga kan.
Satu putaran tuntas dengan kondisi kedua gadis ini yang sudah banjir keringat dan anak rambut yang mulai menempel di dahi. Nafas keduanya tersengal-sengal padahal hanya jogging, bukan lari maraton. Kalau dilihat-lihat, rasanya mereka berdua ini macam habis berlari sebab dikejar anjing galak liar yang dibiarkan mencari mangsa. Kasihan. Ciri-ciri manusia yang memang lebih mengutamakan rebahan daripada kebugaran.
"Aduh, Ghe. Gila. Engap banget gue." Kata Aruna dengan nafas yang masih tersengal-sengal. Beberapa kali mencoba mengatur nafas walau ujungnya masih tetap tersengal juga.
"Waduh, engap juga gue. Yuk duduk aja dah. Nanti kalo ditanyain udah lari berapa kali, bilang aja udah tiga putaran sampe mandi keringet. Ini keringet gue kalo diperes juga bisa kali abis satu ember."
"Duduk di depan yuk. Trotoarnya lebih luas buat duduk. Siapa tau ada cowo, kita sikat!"
"Yaudah yuk."
Pokoknya, tahu-tahu keduanya sudah duduk di tepi trotoar Gor yang lumayan tinggi dengan segelas es teh yang dibeli dari penjual sate seberang mereka duduk. Tangan mereka sibuk mengipas-ngipas wajah dengan pandangan yang fokus ke arah jalanan. Sesekali Gheana meneriaki teman mereka yang masih berlari dengan kalimat, "Woy! Semangat! Nanti kalo udah kelar bisa minum es teh nih kaya gue!" lalu setelahnya si gadis memperagakan minum es teh manis dengan khidmat.
"Ghe, Ghea, itu bukannya Adnan sama Damar ya?" tanya Aruna sembari menunjuk ke arah dimana beberapa anak sekolahnya sedang berdiri di lapangan khusus upacara.
"Loh, iya. Kok ada ayang Damar? Ngapain tuh?"
Diteliti lagi, ternyata ada Reksa juga disana. Loh ngapain? Bukannya sekarang masih jam pertama dan belum jamnya Reksa untuk berganti ke mapel Olahraga?
Aruna memandang ke sekitar lagi, dicarinya guru olahraga kelas Reksa yang tak terlihat sejak tadi. Loh, kalau memang tak ada gurunya, lantas mengapa mereka kesini?
"Oh, beb. Katanya mereka anak paskibra. Gue baru tau kalo Reksa, Adnan sama Damar mau ikut paskibra lagi. Gue kira mereka mau pensiun soalnya udah kelas akhir."
"Gue kira juga Reksa mau udahan. Soalnya cape katanya kalo latihan bisa sebulan full."
"Bahasa lo udahan udahan. Berasa Reksa ngajakin lo putus aja." Aruna terdiam setelah mendengar Ghea selesai mengucapkan kalimat barusan. Boro-boro udahan, mulai aja belum.
"Eh tapi ya, Na. ngomong-ngomong soal paskibra. Katanya calon anak baru di sekolah kita itu anak paskibra yang biasa tugas di upacara kabupaten tau! Keren gak sih?! Pasti gagah banget sih kalo kata gue." Ghea kembali memandang fokus kepada Damar sembari mengedipkan sebelah matanya, sudah seperti Damar sedang menatap ke arahnya padahal melirik aja tidak.
"Anak baru? Gue nggak pernah denger deh masalah anak baru, Ghe." Ghea lantas menatap tak percaya atas ucapan yang baru saja Aruna lontarkan. Gadis kelahiran 2003 itu sama sekali tak percaya. Bagaimana bisa sih, disaat desas desusnya sudah menyebar di seluruh penjuru sekolah, Aruna justru sama sekali tidak tahu?!
"Astaga,, gue gak tau kalo lo beneran se-kurang update ini? Aduhh, honey, bunny, sweetie. Ini tuh desas desusnya udah rame dari beberapa hari yang lalu kaliii. Masa lo sama sekali ga denger seupil pun?!"
"Enggak, Ghe. Sumpah."
"Ah gini sih, bergaulnya sama cowo-cowo tak manusiawi bukan sama ciwi-ciwi manjalita. Itu beneran udah rame banget. Ganteng katanya sih, soalnya ada yang liat kemarin dia keluar ruang kepsek sama mamanya. Aduhh, gila, katanya next hearrthrob sekolah selain trio ubur-ubur tuh."
"Sumpah? Ganteng banget dong? Ih mau menel ah." Gurau Aruna yang sayangnya dianggap serius oleh Gheana. Sekarang Gheana sedang berkali-kali menyilangkan tangannya dramatis.
"No, no, no, baby, no. Gue udah antri duluan. Lagian kan lo udah ada Mas Reksa tuh. Udah deket banget masa disia-siakan begitu sih?! Gak boleh maruk, cantik!"
"Ya justru itu, Ghea. Karena udah deket jadinya susah!"
"Kenapa susah? Kan gampang dong jadinya? Kan udah deket, udah ngerti satu sama lain, orang tua juga udah saling kenal. Tinggal cusss ke pelaminan terus kasih gue ponakan deh."
"Gak begitu konsepnya, Ghea. Orang mah iya bilang gampang karena deket peluangnya makin gede. Padahal aslinya tuh nggak ada yang kaya gitu, Ghe. Justru semakin deket semakin susah. Karena kita ga bisa bedain dia beneran suka sebagai rasa ke lawan jenis atau cuma karena nyaman aja jadi sahabat. Kan ga lucu juga kalo misalnya nanti malah awkward karena yang satu confess, yang satunya lagi malah nolak pelan-pelan."
"Duh, ternyata rumit juga ya. Gue pikir percintaan di antara dua manusia lawan jenis yang sahabatan itu bakal mulus dan lancar kaya tol cipali yang kalo nyetir di sana langsung nyaman terus pengen tidur di jalan saking nyamannya."
"Kebanyakan baca AU sih lo."
Setelah perbincangan yang lumayan berat tersebut, Ghea dan Aruna kembali pada fokusnya. Apalagi kalau bukan ngeliatin orang? Tapi sekarang yang mereka lihat bukan murid kelas mereka yang masih berlarian mengitari gor tetapi melihat pemandangan segar cowo-cowo tampan dari kelompok paskibra.
Pemandangan begini tuh tak patut kalau dilewatkan. Kapan lagi Tuhan membuat kamu merasa adem hanya dengan menyuguhkan manusia tampan dalam satu tempat. Lebih sedap lagi kalau cowo-cowo yang dipandang itu memandang balik ke arah kamu lalu tersenyum seperti yang Reksa lakukan sekarang.
Loh?
"Serius banget ngeliatin guenya? Awas, nanti jatuh cinta!"
KAMU SEDANG MEMBACA
REKSA
Fiksi Penggemar[𝐟𝐭. 𝐏𝐚𝐫𝐤 𝐒𝐮𝐧𝐠𝐡𝐨𝐨𝐧] "Jangan pake payung dong. Cinta gue udah sederas hujan begini lo malah pake payung" ©HOONEYBUNCH Highest rank : #1 in enhypen [-O9O221] #1 in iland [-18O423]