38

119 78 27
                                    

Angga memainkan sedotan di gelas minumannya, sembari melamun entah apa yang sedang ia pikirkan. Sejak Dita pulang ke kampung halamannya, Angga menjadi pribadi yang pendiam dan lebih banyak menghabiskan waktu di dalam kamar.

"Bang, lo jangan ngelamun terus dong," keluh Anggi. "Kalau lo diem terus, gue gak ada temen ngobrol," tambahnya

Angga tetap diam, tidak merespon ucapan Anggi. Pikirannya kali ini terus tertuju pada Dita, hatinya benar-benar tidak tenang saat mengingat kembali ucapan Mona tadi siang. Apalagi saat ini Dita tidak berada di dekatnya, otomatis ia tidak bisa menjaga Dita. Bagaimana jika Mona mencelakai Dita? Ah! Pikirannya saat ini benar-benar kacau akibat ucapan Mona.

"Abang," panggil Anggi.

"Abang!" sentak Anggi, membuat Angga tersadar dari lamunannya.

"Ah, iya?" sahut Angga

"Lo kenapa, sih?"

"Gak papa,"

"Lo masih mikirin Dita, ya?"

"Ya ... gitu deh. Pikiran gue tertuju ke dia mulu. Apalagi selama dia pergi, dia gak pernah sekalipun ngasih kabar ke gue. Jadi, ya wajar dong kalau gue kepikiran sama dia," adu Angga

Anggi terkekeh mendengar pengaduan Angga. Menurutnya, Angga sangat lucu sekali saat mengadu seperti itu, seperti anak kecil saja. Kehadiran Dita memang benar-benar membuat Angga menjadi budak cinta sampai Angga tidak bisa berhenti memikirkannya.

"Bang,"

"Hm,"

"Kok Erlangga sama Dita belum datang, ya? Kan kita janjian mau tahun baruan bareng di sini,"

"Emangnya mereka datang?"

"Kalau itu gue gak tau. Kan sejak Dita pergi, Erlangga juga jarang ngasih kabar ke gue,"

"Masa sih?"

"Iya. Kadang sehari itu cuma pagi sama sore doang, habis itu gak ada ngabarin gue lagi. Setiap mau gue telpon, dia pasti ngelarang gue. Kadang gue juga bingung, Bang, kenapa sikap dia berubah gitu,"

Mendengar penjelasan Anggi, Angga benar-benar dibuat bingung. Kenapa semua terjadi pada saat Dita pergi? Memangnya apa yang terjadi? Ia pikir, hanya Dita saja yang berubah, tapi ternyata Erlangga juga. Pantas saja saat Angga menghubungi Erlangga waktu itu, Erlangga sedikit cuek dan tak seperti biasanya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam, tandanya waktu pergantian tahun sudah hampir tiba. Angga mengeluarkan dua lampion yang sudah ia bawa dari rumah dan memberikan satu lampion itu kepada Anggi.

Angga menuliskan harapannya di kertas kecil, lalu ia taruh di lampion tersebut. Kata orang, jika kita menuliskan harapan lalu diterbangkan bersama lampion, maka harapan itu akan terwujud. Tapi entahlah, Angga juga belum mengetahui itu benar atau salah, sebab ia belum pernah melakukannya.

Waktu semakin menyempit, semua pengunjung sudah berada di tepi danau untuk menghitung mundur waktu pergantian tahun dengan membawa lampion yang sudah menyala. Angga dan Anggi juga sudah pasrah kalau kali ini Erlangga dan Dita tidak juga datang memenuhi keinginan mereka bersama.

"10! 9! 8!" seru pengunjung dan tiba-tiba Dita datang lalu berdiri di samping Angga.

Angga benar-benar terkejut dengan kehadiran Dita yang sangat tiba-tiba. Kemudian ia menoleh ke arah Anggi, senang rasanya saat melihat di sana ternyata sudah ada Erlangga yang berdiri di samping saudarinya.

Saat hitungan berakhir, semua pengunjung menerbangkan lampion ke udara dan saling berpelukan sambil memandang langit malam yang tidak hanya di temani oleh bulan dan bintang, tapi juga lampion serta kembang api yang ramai di udara.

Kamu, Sekejap Mata ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang