Semua mahasiswa sudah berada di dalam tenda yang mereka dirikan sembari melepas penat setelah mendaki. Cukup puas atas usaha yang dilakukan untuk mencapai diketinggian seperti ini. Sebab saat sampai dipuncak, seluruh kota terlihat sangat jelas dan tampak menarik.
Sejak tadi, Dita tiada hentinya memotret pemandangan indah yang sangat rugi jika ia lewatkan dan tidak lupa pula ia memotret Angga yang sedang duduk menyendiri di tepi puncak. Dita mengukir senyum saat berhasil memotret Angga dan ia berniat untuk mencetak foto Angga saat pulang dari acara camping tersebut dan menaruhnya di mading kamarnya.
"Dita!" panggil Ismi, teman sekelas Dita
Dita menoleh kearah Ismi yang berada di dalam tenda. "Iya, Is?"
"Yok istirahat, biar nanti malam gak terlalu capek pas waktu kegiatan,"
"Iya."
Dita berjalan masuk ke dalam tenda, lalu mulai berbaring di samping Ismi. Saat ingin terlelap, tiba-tiba ponsel Dita berdering dan dengan cepat Dita merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya.
"Halo,"
"Halo, Dita,"
"Em. Ada apa?"
"Yaelah ... jutek banget, sih,"
"Bodo amat,"
"Ya, maaf ... gue gak bisa ikut,"
"Emangnya kamu sakit apa, sih?"
"Cuma demam biasa aja,"
"Oh. Sekarang keadaannya gimana?"
"Udah enakan sih. Oh, ya! Gimana?"
"Gimana apanya?"
"Bang Angga deketin lo gak?"
"Enggak,"
"Hah? Masa sih?"
"Iya, cuma negur doang pas mau masuk bus aja. Emang kenapa?"
"Gak papa, sih. Cuma tadi gue nyuruh dia buat deketin lo supaya dia lupa sama Clara."
"Hah?" Dita tak percaya dengan ucapan Anggi
"Eh, bu-bukan gitu maksud gue, Ta. Lo jangan salah paham dulu."
"Oh ... jadi kamu nyuruh Bang Angga deketin aku supaya jadi pelarian aja gitu? Bukan atas dasar perasaan?" potong Dita dengan menahan sesak di dadanya seraya menggeleng pelan tak percaya dengan ucapan Anggi.
"Maaf, Nggi. Aku gak bisa," ucapnya lagi, kemudian memutuskan panggilan secara sepihak.
Dita membuang napas kasar, lalu berjalan keluar dari tenda menuju tepi puncak dan meninggalkan Ismi yang sedari tadi sudah terlelap.
Dari kejauhan, Erlangga melihat Dita sedang duduk termenung sambil menatap pemandangan yang tersedia dihadapannya. Erlangga yang saat ini sedang menyiapkan kayu bakar, malah memilih untuk menghampiri Dita. Namun, saat Erlangga sudah dekat dengan keberadaan Dita, tiba-tiba Angga lebih dulu duduk disamping Dita dan itu membuat Erlangga seketika memberhentikan langkahnya.
"Hai," sapa Angga pada Dita
Dita menoleh dan melihat Angga sudah duduk di sampingnya. Sedikit terkejut, tetapi Dita kembali mengarahkan pandangannya seperti semula dan menutup matanya sejenak untuk menahan air mata yang ingin jatuh dari pelupuk matanya. Melihat hal itu, Erlangga membalikkan badannya dan kembali menuju tenda untuk melanjutkan aktivitasnya mengumpulkan kayu bakar.
"Lo kenapa?" tanya Angga penasaran
"Gak papa, kok. Bang Angga ngapain disini?"
"Em, mau nemenin lo. Lo gak keberatan kan?" tanya Angga yang membuat Dita tersenyum miring.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu, Sekejap Mata ✅
Roman pour Adolescents"Gue rekomendasiin dia buat lo, siapa tau cocok. Gue kan temennya, pasti gue tau sikap sifat dia, Bang. Tenang aja ... gue yakin lo pasti suka," "Gak, gue gak mau," Berawal dari penolakan keras hingga berakhir keterpaksaan karena tak kunjung mendap...