Dita duduk di atas kasur sambil menyusun foto-foto Angga untuk di letakkan di buku album miliknya dan satu lembar foto ia pegang untuk ia pandang sejenak. Melihat foto itu, ia seperti di bawa kembali oleh sebuah kenangan dimana ia mengambil foto itu secara diam-diam saat Angga duduk menyendiri di tepi puncak.
Kedua sudut bibir Dita terangkat, bahkan deretan giginya pun kini menjadi saksi kebahagiaannya saat ini. Sebenarnya, yang membuatnya tertawa itu bukan saat ia memotret Angga, tapi proses sebelum berhasil memotretnya. Bahkan sampai saat ini bayangan itu masih terus saja berputar diatas kepala, membuat Dita semakin terbawa suasana.
"Mba Dita," panggil Bella saat memasuki kamar Dita yang kebetulan tidak tertutup dan sekaligus membawa Dita kembali ke dunianya yang sekarang.
"Eh, Bella. Sini sayang," sahut Dita dan Bella langsung menaiki kasurnya, kemudian duduk dipangkuan Dita.
"Mba Dita lagi ngapain?"
"Nih, lagi nyusun foto,"
"Foto siapa ini, Mba? Kok Bella gak pernah liat?"
"Foto temennya Mba Dita,"
"Oh,"
***
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, dan Erlangga masih belum juga terlelap. Ia berinisiatif untuk menemui Ihsan di ruang kerjanya, karena ia tau kalau Ihsan pasti masih sibuk mengerjakan tugas kantornya dan selalu lembur sampai tengah malam.Erlangga sengaja menemui Ihsan, karena ingin meminta bantuan untuk mencari informasi mengenai kasus percobaan pembunuhan di rumah Angga kemarin.
Ia mengetuk pintu ruangan Ihsan dengan hati-hati, karena ia takut mengganggu pekerjaannya. Kemudian Ihsan menyuruhnya untuk masuk dan Erlangga mengikuti perintahnya, lalu duduk di kursi yang ada di depan Ihsan.
"Ada apa, Er?" tanya Ihsan saat menghentikan aktivitasnya.
"Papa sibuk, gak?"
Ihsan sedikit terkejut mendengar ucapan Erlangga barusan. Ya, sebenarnya Erlangga juga masih canggung untuk memanggilnya dengan sebutan itu, tapi ia mencoba agar ia bisa merasakan bagaimana hidup bersama orang tua sesungguhnya seperti yang dikatakan Dita.
Ihsan mengukir senyum dan melanjutkan perkataannya. "Kamu disuruh sama Bibimu untuk mengucapkan kata itu?"
Erlangga menggeleng. "Enggak,"
"Terus?"
"Dita,"
Ihsan hanya mengangguk mengerti. "Yasudah, lupakan. Kamu ada perlu apa kesini malam-malam?"
"Erla mau minta tolong sesuatu, boleh?"
"Apa itu?"
"Kemarin, Mamanya Anggi jadi korban percobaan pembunuhan, Pa. Tapi, belum di ketahui siapa yang pelakunya,"
"Em, terus orang yang bunuh itu ada ninggalin jejak, gak?"
"Ada, Pa." Erlangga menyodorkan kertas yang ia temui di samping sofa.
Ihsan menerima kertas tersebut dan membacanya. "Kenapa pelaku ini meminta Dita?"
"Nah, itu dia Erla gak tau, Pa. Erla juga bingung kenapa dia minta Dita sebagai penggantinya,"
"Wah, ini gak bisa di biarin." Ihsan langsung berdiri dari duduknya dan menelpon seseorang.
"Halo, Aldi,"
"Iya, bos,"
"Saya ada tugas untuk kamu,"
"Oke, bos. Tugas apa yang harus saya kerjakan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu, Sekejap Mata ✅
Novela Juvenil"Gue rekomendasiin dia buat lo, siapa tau cocok. Gue kan temennya, pasti gue tau sikap sifat dia, Bang. Tenang aja ... gue yakin lo pasti suka," "Gak, gue gak mau," Berawal dari penolakan keras hingga berakhir keterpaksaan karena tak kunjung mendap...