42

169 95 65
                                    

Tak terasa waktu sudah berlalu begitu cepat, bahkan liburan semester pun sebentar lagi akan berakhir. Tak hanya itu, kini perkembangan kondisi Dita juga semakin membaik dan Dokter pun sudah memberitahukannya pada Andini jika kondisi Dita sudah stabil dan sudah diperbolehkan pulang. Sungguh, ini adalah hal yang paling membahagiakan baginya dan juga Dita. Siapa sangka, penyakit yang harusnya membuat Dita harus tetap bertahan di rumah sakit, kini tak akan terjadi karena perubahan kondisi Dita yang semakin membaik dan sudah bisa melakukan rawat jalan.

"Ta, nanti malam kamu sudah di perbolehkan pulang sama Dokter," ucap Andini dengan bahagianya.

"Beneran, Ma?" tanya Dita memastikan, sebab ia benar-benar tidak menyangka kalau akhirnya ia bisa kembali ke rumah dan berkumpul lagi dengan keluarganya.

Andini mengangguk mantap. "Iya, sayang. Jika kondisi kamu memang sudah membaik, kamu boleh pulang. Makanya, ayo semangat lagi untuk sembuh, supaya kita bisa kumpul bareng lagi. Mama kangen banget,"

Dita mengangguk semangat. "Siap, Ma. Doain Dita, ya,"

"Iya, sayang,"

"Em, Ma? Kok akhir-akhir ini Papa jarang jenguk Dita, ya?" tanya Dita, entah kenapa Dita sangat jarang sekali melihat keberadaan Ihsan saat Andini menjenguknya. Apakah Ihsan tidak ingin melihat keadaannya?

"Em, Papa kerja sayang. Ada investor yang ingin bekerja sama dengan perusahaan Papa, makanya Papa lagi sibuk-sibuknya,"

"Em,"

"Maafin Papa, ya, kalau Papa baru sempat datang kesini," celetuk Ihsan saat membuka pintu ruangan Dita, membuat ketiganya langsung menoleh ke arah sumber suara.

"Papa!" seru Bella sambil berlari kearah Ihsan dan memeluknya.

"Hei, sayang," sahut Ihsan, lalu mencium kening Bella.

"Mba Dita bentar lagi udah boleh pulang loh, Pa," adu Bella

"Oh, ya?"

"Iya, tadi Mama bilang gitu,"

"Alhamdulillah," ucap Ihsan penuh dengan rasa syukur yang mendalam, lalu menoleh pada Dita yang masih duduk di brankar. "Selamat, ya, sayang,"

"Makasih, Pa."

"Iya, sama-sama. Oh, ya! Ini Papa bawain makan siang buat kamu sama Bella." Ihsan menyodorkan makanan tersebut pada Dita.

Dita menerima kantung plastik tersebut dan melihat isinya, lalu Bella hanya bisa mengintip dari bayang-bayang kantung plastik tersebut dengan rasa penasaran.

"Apa itu?" tanya Bella

"Bella mau tau?" tanya Dita dan Bella mengangguk antusias. "Sini naik," perintah Dita dan Bella pun langsung menaiki brankar kemudian duduk di samping Dita. Lalu, Dita mengambil satu kotak dari kantung plastik tersebut dan membukanya.

"Ye ... ayam goreng!" seru Bella kegirangan saat melihat isi kotak tersebut adalah makanan kesukaannya.

"Ayo kita makan," ajak Dita

"Tapi Bella mau di suapin sama Mba Dita, ya,"

"Iya, sayang,"

Ihsan dan Andini hanya tersenyum saat melihat Dita dan Bella begitu akrab dan saling menyayangi satu sama lain layaknya saudara kandung. Dita benar-benar terlihat tulus menyayangi Bella dan begitu juga sebaliknya.

"Dita, Papa sama Mama mau pulang dulu, ya. Mau mandi sekalian bawa barang-barang kamu kerumah," pamit Ihsan pada Dita

"Iya, Pa." sahut Dita sembari menyuapkan makanan pada Bella

"Bella mau di sini atau ikut Mama pulang?" tanya Andini

Bella menggeleng. "Bella mau di sini sama Mba Dita," jawab Bella sambil mengunyah makanan.

"Yaudah kalau gitu, Mama pulang dulu, ya, sayang," pamit Andini seraya mengusap kepala Bella dan Bella mengangguk.

Andini menoleh pada Dita. "Mama pulang dulu, ya,"

"Iya, Ma. Hati-hati dijalan, ya,"

"Iya, sayang,"

***
Angga turun dari mobilnya dan memasuki gedung kantor polisi untuk menjenguk Reyhan. Rindu rasanya karena sudah lama sekali tak bertemu dengan sahabatnya itu. Walaupun Reyhan sudah mengkhianatinya, tapi ia tidak ingin menjauhinya begitu saja. Sebab bagaimanapun keadaannya, Reyhan pernah menjadi orang yang berarti di kehidupannya.

Saat Angga sampai di tempat ia menjenguk Reyhan, ia sedikit terkejut melihat Reyhan yang baru saja selesai mengunyah makanan dan disana juga terdapat kantung plastik yang masih baru. Itu artinya, ada seseorang yang baru saja datang menjenguk Reyhan. Pikiran Angga mulai bercabang, bertanya-tanya mengenai siapa orang yang menjenguk Reyhan. Bukankah tidak ada siapapun yang mengetahui kalau Reyhan berada di penjara?

"Halo, Rey," sapa Angga, lalu menaruh makanan yang ia bawa ke atas meja.

Reyhan terkejut dengan kedatangan Angga dan lebih tepatnya ia takut kalau Angga mencurigainya. "Ha-hai, Ngga." sahut Reyhan terbata-bata karena gugup.

"Lo habis dijenguk siapa?"

"Em, saudara gue,"

"Saudara lo? Yang mana?" tanya Angga penasaran. Pasalnya, Angga tau betul semua tentang Reyhan dan keluarganya.

"Yang di luar kota,"

Angga menatap Reyhan dengan teliti, berusaha mencari kebenaran disana. Ya, Angga memang pandai membaca situasi melalui gerak tubuh dan mata seseorang yang menjadi lawan bicaranya, sebab Angga menuruni bakat Ayahnya yang berprofesi sebagai pakar psikologis ternama di Ibukota.

"Lo gak lagi bohong sama gue 'kan?" tanya Angga sukses membuat Reyhan terdiam kaku.

"Gue tau kalau lo bohong sama gue, Rey," tambah Angga.

"Sorry, Ngga."

"Apa yang lo sembunyiin dari gue, Rey? Gak biasanya lo kaya gini?" Angga tau kalau Reyhan menyembunyikan sesuatu darinya. Tapi anehnya, Reyhan terlihat seperti ketakutan dan mencoba menghindarinya.

Reyhan berdiri. "Maaf, Ngga. Mungkin sebaiknya lo balik. Makasih udah jenguk gue. Sekarang, gue mau balik ke sel lagi karena waktu gue udah habis. Sorry, ya," usir Reyhan dengan halus, kemudian melangkah pergi meninggalkan Angga yang kini sedang bingung dengan sikap Reyhan kepadanya.

Halo halooooo
Gak kerasa ya udah sampe part ini
Semoga kalian suka yaaa😊😊
Makasih buat yang udah baca ceritaku sampai sini
Jangan lupa tinggalkan vote dan spam komentar kalian di cerita ini yaaa
See you next part👋

Kamu, Sekejap Mata ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang