Rose
Tahun keenam berjalan dengan begitu cepat. Entah bagaimana, tapi begitulah yang kurasakan sekarang. Hubunganku dengan Draco tetap bertahan dalam bayang. Ya---maksudku, tidak ada satu orang pun yang tau kalau kami kembali bersama. Dan kurasa itu memang jalan terbaik yang harus kami lakukan sekarang.
Aku memang tidak tau apa yang sedang Draco lakukan saat ini, tapi aku tau ada sesuatu yang tidak beres dengannya. Draco lebih tertutup dan wajahnya selalu penuh dengan kecemasan. Seberapa keras pun dia menyembunyikannya, aku tetap bisa melihat dengan jelas dari kelakukan dan ekspresi wajahnya.
Walau begitu, aku belum berani untuk bertanya padanya. Dan semoga saja dugaanku salah. Walau kutau, menjadi seorang Death eater sama sekali bukan kehidupan yang bagus. Aku hanya berharap dia baik-baik saja dan tidak sedang merencanakan apapun yang bisa saja berakibat fatal baginya.
Libur musim dingin akan segera tiba. Dan aku sama sekali tidak tau harus melakukan apa di hari libur ku. Draco baru saja memberitahuku kalau dia tidak bisa berkunjung ke rumahku saat libur nanti. Aku tidak bertanya lebih banyak lagi padanya dan hanya mengangguk paham setelah ia meminta maaf padaku.
Entah kenapa aku merasa kalau Draco sedang berada dalam masalah. Aku sangat mengkhawatirkannya.
Untuk sesaat, terbesit dalam benakku untuk mengajaknya pergi dari Hogwarts di tahun ketujuh nanti. Maksudku, kami bisa pergi dan bersembunyi selama You-Know-who berusaha menguasai dunia sihir. Tapi aku akhirnya sadar kalau itu benar-benar ide yang konyol.
Walaupun ku tau bagaimana resikonya memiliki pacar seorang Death eater, aku tetap tidak menyesal. Aku mencintai Draco dan aku tidak peduli walaupun aku rasanya seperti mempertaruhkan hidupku dengan berhubungan dengan seorang anak lelaki yang berasal dari keluarga pengikut setia Voldemort.
Semua fikiranku seakan larut sampai aku tidak sadar kalau kereta sudah sampai di King Cros.. Aku menarik koperku dan berjalan keluar dari kereta begitu sampai di Stasiun King Cross. Aku berhenti sejenak dan menunduk untuk membenarkan tali sepatuku yang terlepas. Ketika aku menunduk, tiba-tiba saja darah segar menetes keluar dari hidungku. Aku terkesiap dan segera mengelap darah itu dengan telapak tangan.
Ini sudah yang ke lima kalinya aku mimisan dan rasanya kepalaku langsung berputar begitu ini terjadi. Aku meringis sambil memegangi kepalaku yang berdenyut. Sungguh---aku tidak tau apa yang terjadi padaku. Aku ingin sekali ke dokter tapi aku terlalu takut untuk mengetahui kebenarannya. Aku sama sekali belum siap dengan kenyataan yang pasti akan kudapatkan jika aku memeriksakan kondisi tubuhku ke dokter. Untuk saat ini aku hanya ingin hidup tenang dan tidak memikirkan masalah apapun lagi dalam hidupku.
Aku hanya ingin kesenangan dan ketenangan saja. Menghabiskan waktu bersama orang yang kucintai, dan juga melakukan hal menyenangkan-----seperti Quidditch, bersama sahabat-sahabatku.
Sungguh, hanya itu saja keinginanku.
Aku hanya berharap bisa menikmati hidupku yang sederhana ini walau kutau kalau aku sudah tidak punya apa-apa lagi.
Aku ingin sekali mendapatkan kebahagiaanku yang baru bersama Draco.
Walaupun aku tidak tau sampai kapan aku bisa bertahan dan tetap dapat berada di sisinya.
*
Draco
Aku melangkahkan kakiku menuju rumah besar yang sekarang ini lebih mirip seperti penjara Azkaban. Rumahku sekarang dipenuhi oleh para penjahat, Death eater, bahkan You-Know-Who. Dan yang lebih parahnya, ruang bawah tanah yang ada di dalam rumah ini dijadikan sebagai penjara tahanan yang dengan sengaja dibawa oleh para Death eater dan bahkan You-Know-Who.
Semenjak Voldemort kembali, dia berhasil mengeluarkan ayahku lagi dari Azkaban. Dan aku sama sekali tidak senang akan hal itu. Bukan---bukan karena aku membenci ayahku. Maksudku, ya, ayahku memang jahat. Dan aku tidak menyukai apa yang dilakukannya. Tetapi, sebenci dan sekeras pun aku tidak suka dan selalu seenaknya pada orang lain, aku tidak pernah berharap untuk bisa menjadi seperti ayahku.
Aku dulu memang suka membully dan bersikap kasar pada orang lain. Tapi, menyakiti mereka dan bahkan sampai membunuh tidak pernah sama sekali terlintas dalam benakku. Ini sudah terlalu jauh, dan aku sama sekali tidak menyukainya. Itulah sebabnya aku berharap kalau ayahku sebaiknya tetap berada di Azkaban. Aku lebih suka dia berada di penjara menyeramkan itu yang dikelilingi oleh para Dementor untuk merenungi semua kesalahannya dibandingkan harus keluar dari sana dan kembali membantu Voldemort.
Aku ingin sekali membersihkan nama keluarga Malfoy dari daftar pengikuti Voldemort dan membuat orang tidak menganggap kalau keluargaku ini adalah keluarga yang jahat dan kejam. Tapi, bagaimana caranya aku bisa melakukan itu kalau diriku sendiri saja diberi tugas untuk membunuh Dumbledore. Ini benar-benar gila. Tidak ada yang bisa memami perasaanku. Yang kuiinginkan hanyalah menjadi anak remaja normal yang stres karena tugas sekolah, bukan stres karena tugas yang diperintahkan langsung oleh salah satu penyihir terkejam sepanjang masa.
Demi tuhan aku sangat merindukan Rosie dan rasanya saat ini aku benar-benar membutuhkan kehadirannya disisiku. Aku ingin memeluknya dan mendengar kata-kata gadis itu yang selalu berhasil membuatku tenang.
Walaupun aku tau, aku memang tidak pantas untuknya. Aku hanya lelaki tidak tau diri yang selalu membuatnya menangis dan juga sakit hati.
Mungkin aku memang egois, tapi demi tuhan aku sama sekali tidak ingin kehilangan gadis itu. Aku tidak rela jika dia pergi dari hidupku. Hanya dia yang berhasil membuatku bertahan sampai sejauh ini. Hanya dia yang selalu bisa membuatku tersenyum.
Sejak pertama kali aku bertemu dengannya di Hogsmeade tiga tahun yang lalu, jujur, pada awalnya aku hanya menganggapnya gadis yang bodoh. Kufikir dia konyol karena dengan polosnya mau menuruti semua perintahku tanpa marah sedikitpun. Aku terlalu bodoh dan terlalu naif sampai aku tidak sadar dan tidak bisa melihat bagaimana tulusnya dia mencintaiku.
Terlepas dari semua sikap tulusnya padaku, lagi-lagi yang kulakukan saat ini hanyalah membuatnya sakit hati dan terluka. Padahal aku tau, kalau gadis itu sudah kehilangan segalanya dari hidupnya----bahkan kedua orang tuanya.
Rosie selalu bisa memaafkanku dengan mudah meskipun aku sudah berkali-kali menyakitinya. Dia selalu mau bertahan untukku, dan tidak pernah menyerah untuk bisa mendapatkanku kembali.
Dan aku tidak pernah menyangka, berawal dari coklat bodoh dan sebuah perjanjian konyol akhirnya aku menemukan seseorang yang benar-benar berarti bagi hidupku.
Aku tidak menyangka, gadis polos yang awalnya kuanggap bodoh dan naif sekarang sudah berubah menjadi gadis yang kucintai dan ingin selalu kulindungi.
Aku tidak akan pernah bisa membayangkan bagaimana jadinya hidupku jika dia tiba-tiba saja pergi meninggalkanku sendirian.
Karena aku sadar, hanya dialah satu-satunya wanita yang aku inginkan di dunia ini.
Setelah semuanya berakhir, aku bersumpah akan membuatnya bahagia dan tidak akan pernah menyikitinya lagi.
Setelah semuanya berakhir, kita berdua akan hidup bersama selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet and Bitter • [Draco Malfoy] ✔️
Fanfic•finished• Ayla Rosie Lockhart adalah murid Ravenclaw yang cantik, pintar, ceria, dan terobsesi pada seseorang. Seseorang yang arogan dan ditakuti di Hogwarts. Draco Malfoy. Awalnya gadis itu hidup dengan bahagia dan selalu mendapatkan apapun yang d...