[Bukan Bodoh]

222 25 1
                                    

"Kamu meragukan dia?" Felinda bertanya.

"Ya, gimana nggak ragu? Kita nikah aja baru empat pekan, tapi kamu hamil lebih dari waktu itu." Bhayangkara mengangkat buku sampul merah muda.

Felinda tersenyum miring, kemudian menyahut, "Serendah itu aku di mata kamu?"

Bhayangkara hanya menatap. Membuat Felinda kembali berkata, "Harusnya kamu paham saat melakukannya, jangan malah menuduh!"

Saat hendak beranjak dari hadapan Bhayangkara, lengan ibu hamil itu dicekal. "Jangan berani sentuh aku, kalau kamu ragu sama dia. Kamu bisa urus di pengadilan."

"Ngomong yang bener, bisa?" sontak Felinda menyentak tangannya lalu menatap Bhayangkara dengan tajam.

"Aku yang harusnya ngomong gitu sama kamu. Ini anak kamu tapi kamu anggapnya lain."

"Harusnya kamu kasih penjelasan bukan marah-marah gini." Bhayangkara masih enggan untuk mengalah dengan sang isteri.

"Ya, gimana nggak marah? Kalau anak sendiri diragukan," sungut Felinda kemudian ia mendengkus. Tanpa menjelaskan apapun lagi ia memilih untuk keluar kamar dan menuju kamar mandi. Itupun belum sempat melangkah tangannya kembali dicekal.

Dengan kesal Felinda berkata, "Aku pipis di sini, mau?"

"Silakan."

"Waras kamu?" kemudian Felinda melepas tangannya dari cekalan Bhayangkara dan berlalu.

Setelah membuang hajat Felinda mengambil air minum, ia duduk di kursi kemudian mengecek ponselnya. Ada pesan dari sepupunya.

Era: Mbak gk kangen aku?

AFelin: bilang aja kamu yg kangen

Era: Kpn ke rumah bude?

AFelin: pankapan:)

Setelahnya tak ada lagi percakapan via pesan itu, Felinda memilih untuk makan saja. Ia menyadari kali ini, efek sering lapar karena sekarang ini tidak sendirian. Ada yang harus ia bagi asupan makanan sehari-harinya.

"Mbok, masak apa?" tanya Felinda saat melihat wanita tua itu masuk dengan keranjang baju.

"Sambal goreng udang sama ayam kecap, Mbak."

Felinda pun beranjak, mengambil nasi dan lauknya sesekali ia tersenyum karena membayangkan nikmatnya ayam kecap. Namun belum sempat mengambil ayam kecap itu, Felinda langsung berlari ke kamar mandi. Memuntahkan isi perutnya.

"Kenapa, Mbak?"

"Mual banget, Mbok. Ayamnya amis." Felinda kembali masuk kamar mandi. Saat itulah Bhayangkara muncul dan mencari keberadaan Felinda.

"Felinda mana, Mbok?"

"Itu, Mas. Di kamar mandi." Mbok Asri menunjuk pintu kamar mandi.

Bhayangkara masih bingung. "Ini? Yang lagi muntah?" Mbok Asri mengangguk.

"Fe, kamu kenapa?" tak lama kemudian, Felinda pun keluar dengan wajah pucat yang terbasuh air.

"Kamu sakit?" tanya Bhayangkara dengan memegang bahu sang isteri, cemas.

Felinda menggeleng.

"Katanya mau makan, tiba-tiba muntah, Mas."

"Mau aku beliin makanan?" Felinda kembali menggeleng.

Kusempurnakan Separuh AgamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang