[Kedatangannya, Lagi]

200 21 2
                                    


Pagi ini Bhayangkara sudah berada di depan rumah Felinda, sesuai rencana kemarin—akan mengajak Felinda untuk membeli sebuah cincin untuk mengikat keduanya. Karena acara lamaran akan digelar esok hari, itu pun Bhayangkara sudah mengatakannya pada ibu Felinda yang jelas langsung memberikan tanda setuju.

Saat hendak mengucapkan salam, Bhayangkara dikejutkan dengan pintu yang dibuka oleh ibu Felinda. Ia nyaris terjengkang membuat ibu Felinda merasa bersalah.

Bhayangkara yang ingin mengambil hati sang calon mertua itu langsung menarik pelan tangan lantas mencium punggung tangan itu. Kemudian ia bertanya, "Felinda ada, Bu?"

"Ada, baru selesai mandi tadi. Emang mau kemana?" tanya ibu Felinda. "Eh, tunggu di dalam aja." Ajak ibu Felinda dengan mempersilahkan Bhayangkara masuk.

"Mau cari cincin, Bu. Acaranya kan, udah besok." Kemudian mereka pun saling tertawa pelan hingga kehadiran Felinda membuat tawa itu hilang.

"Udah siap?" tanya Bhayangkara begitu melihat sang calon istri sudah rapi. Kali ini pakaian Felinda sangat sopan—rok panjang sebatas mata kaki, kemudian baju dengan panjang menutupi pantat lalu hijab pasmina yang ia buat simple.

"Seperti yang kamu liat," sahutan itu membuat Bhayangkara mengangguk kemudian langsung berpamitan pada ibu Felinda yang tentu saja memberikan izin dengan pesan, "Hati-hati, baca sholawat."

Felinda pun langsung menarik tangan sang ibu untuk diciumnya.

Akhirnya mereka pun bergegas untuk pergi karena waktu yang semakin menunjukkan teriknya sang surya.

Aku adalah muwaddi'—yang menitipkan cinta kepada orang yang kupercaya.
Jangan gadaikan kepercayaan ini dengan menggantikannya rasa kecewa.
Kalau tidak mampu membagikan hasilnya padaku jangan kau berikan pada lainnya.

~~~

Bhayangkara membiarkan keheningan itu terjadi kala perjalanan mereka dimulai. Bukan tidak punya topik pembahasan, hanya saja, menghancurkan benteng pada hati Felinda tidak semudah ia menyelesaikan masalah pada pekerjaannya.

"Fe, kamu ada toko emas langganan?" tanya Bhayangkara, akhirnya sekian lama ia berkutat dengan pemikirannya kalimat itu yang terlontarkan untuk mendengar suara gadis tersebut.

"Nggak ada," jawab Felinda singkat. Dengan posisi miring, membuat Felinda was-was sebenarnya walaupun Bhayangkara mengendarai dengan pelan dan santai. Tapi, ketika Bhayangkara harus menarik rem secara mendadak membuat bahu gadis itu bertabrakan dengan punggung Bhayangkara.

Bhayangkara diam, harusnya paham. Gadis yang dibonceng ini tidak memakai perhiasan yang berlebihan—kecuali yang ia tahu; sepasang anting dan sebuah cincin di jari tengah tangan kanannya.

Akhirnya Bhayangkara berhenti di sebelah trotoar, ia mencari solusi di jejaring internet—Ok Google. Bhayangkara mengetik di kolom pencarian—toko emas terdekat. Lima detik kemudian jajaran gambar maps beserta tokonya terpampang di layar ponsel Bhayangkara. Langsung cek dari review yang ada. Tindakan itu membuat Felinda melongokkan kepalanya ke depan.

"Ngapain?"

"Ini, lagi cari review di google."

Felinda langsung menghela napasnya panjang, ia kepanasan bahkan ada keringat di dahinya. "Astaga, langsung ke toko apa aja, kan bisa." Felinda mengeluh.

"Ya, jangan. Buat orang spesial kudu yang bagus lah ...." akhirnya Bhayangkara pun menemukan toko yang pas. Langsung saja ia menuju toko tersebut yang jaraknya hanya beberapa ratus meter dari posisinya sekarang. Felinda tidak menanggapi bualan Bhayangkara.

Kusempurnakan Separuh AgamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang