[Bukan Pengagum Halal]

118 15 1
                                    

Pagi ini Bhayangkara pergi bekerja seperti biasanya, sementara Felinda ia sedang mempersiapkan berkas-berkas untuk lamaran. Ya, ia sedang berusaha untuk mencari kerja tanpa sepengetahuan sang suami. Namun, untuk pekerjaan freelance-nya ia tetap lakoni lantaran untuk menghibur diri agar tidak terlalu jenuh di rumah. Apalagi fee yang diterimanya cukup bisa membuat Felinda senang, walaupun tidak besar nominalnya namun Felinda harus mensyukuri. Untuk saat ini memang belum ada kegiatan jadi Felinda memilih sibuk dengan berkas-berkasnya dan mengirim lamaran via e-mail sesuai permintaan perusahaan yang sedang mencari karyawan. 

Ketukan pintu membuat Felinda bangkit, ia berada di kamar. Ketika membukanya ia melihat sang mertua sedang tersenyum. 

"Kamu lagi apa?" tanya sang mama. 

"Nggak ada kok, Ma." Felinda tak mempersilakan untuk masuk dan mereka masih berada di ambang pintu, mama Vijayanti pun mengintip. Di lantai sana; dalam kamar ada beberapa kertas dan buku yang berserakan. 

"Kamu sibuk, Sayang?" 

Felinda melirik sekilas isi kamarnya kemudian menjawab, "Nggak, Ma."

"Mama minta tolong, boleh?" 

Felinda mengangguk sembari tersenyum manis. "Apa itu, Ma?"

"Mama pengin makan bubur yang ada di dekat perempatan. Tolong beliin, ya?"

Dengan sigap Felinda pun bergegas namun saat hendak mengambil dompet, ia dicekal lengannya oleh sang mama mertua. Membuat Felinda menoleh dan berkata, "Aku ambil uang dulu, Ma."

"Pakai uang mama aja, 'kan yang pengin mama."

"Aku ada uang, kok, Ma," sahut Felinda membuat mama Vijayanti menggeleng keras. 

"Ini uangnya, nggak usah pakai sambel, ya." Mama Vijayanti memberikan selembar uang lima puluhan pada Felinda. 

"Ya, udah. Kalau gitu aku pamit dulu, Ma." Felinda mengambil ponselnya kemudian bergegas pergi dengan berjalan kaki. 

Felinda sangat menikmati perjalanannya sesekali ia menoleh untuk melihat sekitar, pun kadang ia menyapa walaupun tak mengenal siapa nama tetangganya itu. Namun tiba-tiba ia mendapat telepon dari nomor yang tak dikenal identitasnya. Sejenak berpikir dan setelahnya Felinda menghubungkan sambungan tersebut. 

"Assaalamu'alaikum," sapa Felinda. 

"Wa'alaikumussalam, apa benar ini saudara Anya Felinda?"

"Iya, saya sendiri."

Ternyata penelpon tersebut adalah dari pihak perusahaan yang pernah Felinda lamar beberapa pekan lalu. Lebih tepatnya sebelum Felinda menikah. Felinda pun menyanggupi saat lusa ia harus datang ke kantor perusahaan tersebut untuk melakukan psikotes dan wawancara. 

Saat hendak menyebrang Felinda tidak teliti untuk melihat kanan kiri, hingga pada akhirnya ia pun nyaris tertabrak jika tidak ada yang menolongnya. Namun selang beberapa detik kemudian Felinda mengeluhkan sakit di bagian  perut, ia meringis. 

"Ada yang sakit?" tanya seseorang yang menolong Felinda. 

"Perutku sakit," jawab Felinda dengan menahan sakit. 

"Aku anterin ke klinik, ya?" tanpa meminta persetujuan Felinda, orang tersebut menggendong dan membawanya ke mobil untuk diantarkan ke klinik. 

***

Orang yang menolong Felinda turun lebih dulu dan masuk untuk meminta brankar dorong. Setelah itu keluar dengan dua orang perawat, bergegas mereka pun menolong Felinda dan membawanya masuk untuk diperiksa. 

Kusempurnakan Separuh AgamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang