[Si Masa Lalu]

202 24 1
                                    

Sore hari Felinda kembali melakukan aktivitas seperti biasanya. Kali ini ada yang membuatnya berbeda. Hijab yang melekat di kepalanya, ia belajar untuk berubah. Walaupun belum sepenuhnya dalam artian hanya berhijab saja. Untuk masalah pakaian ia masih mengenakan celana dan kemeja seperti biasa. Asal tidak ketat. Pikirnya.

Felinda berangkat dengan semangat baru. Semoga dengan begini juga, ia bisa secara perlahan 'melupakan' dia. Sepuluh menit perjalanan Felinda tiba di rumah anak didiknya yang pertama. Saat ia hendak mengetuk pintu ia dikejutkan dengan Asfa yang bersembunyi dibalik pintu.

"Dor!!" tentu saja Felinda terperanjat. Sementara Asfa terkekeh.

Setelah hilang rasa terkejutnya, Felinda pun masuk ke dalam rumah dengan mengucap salam, "Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam." ibu Asfa menjawabnya dengan terkekeh kemudian menegur Asfa. "Kok, Kakak Fe dikagetin gitu."

Felinda tak merasa kesal justru itu ia merasa senang, karena dengan begitu berarti anak didiknya sudah merasa nyaman dengannya.

"Siap belajar, Dek?" Felinda mengajukan pertanyaan dan Asfa menanggapinya dengan anggukan kepala. "Yuk, semangat belajar!" ajaknya sembari mengajak duduk Asfa.

"Saya tinggal kakak Fe," ujar ibu Asfa pamitan ke belakang. "Mbak Asfa semangat belajar!"

Felinda mengambil buku belajar Asfa lantas menuliskan kata-kata, yang nanti bisa ditirukan lantas kemudian dibaca.

"Dek, tadi di sekolah diajarin apa sama Bu Guru?" Felinda mencoba mencairkan suasana yang beberapa menit lalu sempat hening, karena Felinda sibuk menulis sementara Asfa bermain dengan alat tulisnya.

Asfa pun bercerita tapi hanya sedikit, karena dia tipe anak yang pendiam. Namun, ia sangat rajin. Pada dasarnya memang ia sukar untuk mengenal orang baru. Asfa sendiri baru tiga bulan belajar dengan Felinda.

Felinda selesai menulis lantas memberikan bukunya pada Asfa. "Ditulis dulu, Dek."

Felinda diam menunggu Asfa menulis hingga selesai.

"Dek, capek?" tanya Felinda yang melihat Asfa mulai tampak bosan.

Asfa hanya menanggapinya dengan gelengan kepala.

"Udah selesai?" lagi, Asfa menanggapi hanya dengan menggelengkan kepala.

Tak lama kemudian, Asfa mengetukkan pensilnya di buku. Membuat Felinda menoleh lantas kemudian tersenyum. Mengambil buku Asfa lantas menelitinya. Rapi. Kata itu yang terlintas dalam benaknya.

"Dek Asfa hebat!"

Kemudian Asfa izin ke belakang untuk minum. Felinda mengizinkan lalu ia membuat soal berhitung. Hanya sepuluh butir soal.

Asfa kembali, Felinda menyuruh Asfa mengerjakan soal yang baru ia tuliskan.

Cukup lama, Felinda menuggu sedikit ia membantu untuk menghitung. Ketika Asfa salah.

"Hayoo, gimana? Tujuh ditambah lima, berapa?"

Felinda pun mengajarinya. "Yang di sini tujuh." Felinda menyentuh dahinya kemudian menjabarkan kelima jarinya. "Ini lima, abis lima berapa?"

"Enam!" Felinda mengangguk, kemudian berhitung bersama.

"Jawabannya berapa?"

"Dua belas," lirih Asfa menjawab.

Kurang tiga puluh menit, Asfa akhirnya memilih untuk mengakhiri bukan hal yang mengejutkan beberapa kali, memang seperti itu. Dan ibu Asfa tidak terlalu memaksa karena anaknya mau belajar saja sudah senang.

Kusempurnakan Separuh AgamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang