Hari-hari Felinda selanjutnya, ia buat enjoy dengan cara bertemu dengan teman-teman lamanya. Ia sepertinya butuh udara segar untuk menjernihkan pikiran, menenangkan hati juga melupakan hal yang berlalu itu.
Masa yang berlalu (sesuatu hal yang menyakitkan) memang tidak bisa dilupakan, tapi tidak perlu juga untuk dikenang. Jika salah maka lakukan perbaikan bukan menyesalkan, jika baik maka jadikan acuan untuk maju selangkah di depan.
Semua ini adalah pembelajaran, ambil pengalaman.
Hari ini Felinda menerima fee dari lembaga yang merekrutnya sebagai tutor. Felinda mana munafik, karena ia membutuhkan uang itu untuk satu bulan ke depan. Maka, ia pun bergegas untuk segera mengambilnya, ia tak mau melalui ATM. Karena saat ini ia butuh merefresh pikirannya. Jadi, pagi sekali ia berangkat bersama sepupunya yang hendak ke kampus. Walaupun beda tujuan, tapi arah mereka sama. Felinda tak menyiakan kesempatan itu.
Pagi sekali Felinda tengah bersiap untuk pergi, sekarang posisinya sudah berada di depan teras sepupunya yang akan pergi untuk kuliah. Sembari menunggu, tangannya aktif membalas pesan di room chat. Hingga ada suara yang mengejutkannya.
"Lho, udah dari tadi, Mbak?" tanya Era sembari menenteng sepatu yang hendak dipakainya.
"Huum ...." Felinda menoleh sembari tersenyum kemudian kembali melanjutkan ucapannya, "udah siap?" tanyanya.
"Pake sepatu." Felinda mengangguk lantas memasukkan ponsel ke dalam tas selempangnya.
Begitu Era selesai, ia menuju samping rumah untuk mengambil motornya. "Mbak yang bonceng, yak?" katanya. Felinda mendengkus tapi tangannya menerima motor lantas ia naiki.
"Udah?"
"Ya!"
"Sana turun."
"Buruan elah, udah siang ini." Felinda terkekeh kemudia bergegas melajukan motor matic itu.
Dalam perjalanan mereka pun bersenda gurau, tiga puluh menit untuk sampai ke kampus yang terletak di kota. Rasanya Felinda seperti telah menemukan dirinya yang berjiwa semangat dan pantang menyerah. Ia sejenak telah melupakan kejadian beberapa hari lalu.
"Mbak, nanti kalau bawa motornya, aku kasih fotocopy STNK."
"Siap, sist!"
Mereka sudah sampai di pintu gerbang kampus fakultas tarbiyah, Felinda menurunkan Era yang sekaligus menyerahkan fotocopy-an STNK motor.
"Belajar yang bener, jangan bandel sama Dosennya."
Setelah itu mereka pun berpisah dengan tujuan yang berbeda. Felinda menghubungi orang yang akan ia temui bahwa ia akan segera meluncur ke tempat tujuan.
~~~
Begitu tiba di tempat tujuan, Felinda langsung mengambil ponselnya dari dalam tas untuk menghubungi. Tak lama kemudian seseorang muncul dari balik pintu yang memang semula sudah terbuka.
"Dari tadi, Mbak?" katanya dengan ramah.
"Baru sampe, Mbak."
"Masuk dulu, Mbak." Felinda pun mengiyakan ajakan tersebut karena waktu pembelajaran Era masih lama, jadi daripada ia nanti terserang gabut karena bosan. Akhirnya memilih untuk masuk rumah mungil itu.
"Assalamu'alaikum," ujarnya seraya masuk rumah.
"Wa'alaikumussalam, duduk, Mbak."
Felinda pun beranjak duduk kemudian melepas jaket yang dikenakannya, sementara orang tersebut—panggil saja Ima. Ia beranjak pergi namun kemudian kembali dengan membawa sebuah amplop putih yang selanjutnya ia letakkan di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kusempurnakan Separuh Agamamu
ChickLitAnya Felinda baru saja menyelesaikan pendidikannya di bangku kuliah yang ada di kota kelahiran. Ia kenal dengan laki-laki yang bernama Arion Bhayangkara seorang pegawai di instansi pemerintah, tempat tinggalnya masih satu kecamatan dengan Felinda. A...