Felinda mempersiapkan berkas untuk melamar kerja, ia ingin mencari pekerjaan lain. Bukan karena tidak nyaman melainkan ia ingin yang bisa berbaur dengan orang dalam ruang lingkup yang besar. Namun, tidak harus perusahaan setidaknya ada tim untuk menjalin kerja kelompok.
Selain itu, ia juga mencari tahu pendaftaran CPNS, maka sekarang ini Felinda mempersiapkan persyaratan yang harus dipenuhinya.
Tangan Felinda terus bergerak lincah di atas kursor laptop. Sesekali ia buka dunia maya untuk mencari lowongan kerja. Karena di jaman serba modern ini, semua serba dimudahkan. So, jangan membuat diri menjadi sulit. Usaha diperbanyak, kemudian doa jangan lupa.
"Lagi ngapain, Fe?"
Nyaris saja Felinda terlonjak lantaran kaget, kedatangan pamannya yang tiba-tiba itu. Felinda terkekeh pelan. "Lagi lamaran, Om."
"Lamaran?" Om Karim membeo.
"Lamaran kerja, Om."
"Dimana?"
"Ini." Felinda sedikit menggeser laptopnya agar bisa dilihat oleh pamannya itu. Om Karim pun berjalan mendekat kemudian melihatnya dengan menyipitkan mata.
"Lah, biasanya pergi ashar pulang abis isya' itu kemana?"
Felinda mengerutkan dahinya, berusaha mengingat. Padahal ia paham apa yang dimaksud pamannya. "Oh, itu. Jalan-jalan, Om. Sekalian cari ilmu."
"Om denger-denger, kamu sekarang ngajar privat."
Haish. Ingin rasanya Felinda menyumpal mulut orang tersebut. Kenapa selalu saja mengurusi kehidupannya. Sepenting apa Felinda di hidup mereka? Padahal tidak ada istimewanya untuk diketahui.
"Ah, nggak ada kok, Om," jawab Felinda diiringi kekehan pelan.
Om Karim pun tak lagi bertanya atau memberikan sanggahan pada Felinda. Jadi, Felinda yang balik bertanya, "Om dari mana?"
"Abis nganterin tantemu ke pasar, belanja." Felinda ber-oh ria.
Setelah itu Om Karim fokus dengan ponselnya. Lalu tak lama kemudian beranjak pergi. "Ayo, Fel."
"Iya, Om."
~~~
Beberapa hari kemudian, Felinda pergi ke taman dengan temannya semasa SMP dulu. Mereka pergi bersama, Felinda dijemput temannya—Ori—panggilannya.
"Kita ke taman aja, ya. Soalnya kalau di tempat WiFi suka rame banyak cowok," Felinda berkata memberi tahu.
"Terserah, dah. Aku makmum kamu aja."
Mereka pun berangkat dengan Felinda yang membonceng Ori. Di sepanjang perjalanan mereka berbincang mengenai pendaftaran CPNS yang sesuai dengan program studi mereka.
"Kamu daftar dimana, Fe?"
"Di kota sendiri aja lah, lagian mana mungkin, sih, sama emak aku jauh-jauh. Anaknya tuh kudu disuruh nempel sama ketiaknya." Ori terkekeh mendengar sahutan sang teman.
"Lah, situ mending. Aing nggak ada yang deket. Pada jauh semua."
"Dimana emang?"
"Gresik, Pasuruan sama Jakarta. Niat minggat itu mah," kata Ori. Kini membuat Felinda yang ganti terkekeh.
"Tapi dibolehin, 'kan?" tanya Felinda kemudian.
"Nggak tau, ini aja belum ngasih tau kalau pada jauh semua."
"Lah."
Setelah beberapa saat kemudian, mereka pun tiba di taman dengan memasuki area parkiran untuk menyimpan motornya di sana. Lalu berjalan menuju tempat duduk yang tersedia. Namun, sebelum itu mereka membeli kartu WiFi agar bisa menikmati layanan internet yang ada.
Selama di taman mereka terus berbincang. Walaupun tatapan mereka tak bertemu karena sibuk dengan layar laptop masing-masing. Karena mereka tidak lama bertemu, tiga tahun.
Jadi, ada bahan topik yang terus mengalir. Hingga menjelang sore mereka pun mengakhiri kegiatan itu. Sebelum pulang, mereka mampir ke masjid yang ada di seberang jalan untuk melaksanakan salat ashar.
Selang menit berikutnya setelah masuk masjid hujan langsung mengguyur kota kecil itu, ya memang keadaan sejak pagi pun mendung.
Ketika usai salat mereka terus berbincang. Hingga pukul 5 tepat mereka melangsungkan untuk pulang begitu hujan mereda.
~~~
"Eh, mampir dulu." Felinda mengajak Ori.
"Udah sore banget, Fe. Aku pamit langsung aja, nitip salam aja, ya."
"Ya udah, ati-ati, Guys."
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Setelah itu, baru Felinda masuk rumah dan detik berikutnya ia mendapat pertanyaan dari sang ibu.
"Darimana aja, sih?"
"WiFi-an di taman, Bu. Sama Ori anaknya Bu Isty."
"Kok sampe jam segini?"
"Di sana ujan tadi, jadi nunggu reda dulu pulangnya." setelah menjawab kemudian, Felinda bergegas masuk kamar lalu keluar lagi dengan membawa handuk dan pakaian ganti.
Setelah merasa segar, Felinda pun makan untuk mengisi perutnya yang kosong. Kemudian kembali membuka laptopnya hingga suara adzan maghrib berkumandang. Felinda baru menyelesaikan kegiatan tersebut untuk melaksanakan shalat terlebih dahulu.
~~~
Sadar tidak, apa yang menurut kita benar tapi menurut orang lain salah. Sebenarnya, itu hanya tergantung prespektif masing-masing bagaimana melihat sudut pandangnya. Jadi, jika ada yang tidak sesuai dengan tindakanmu hargai.
Weekend seperti ini, Felinda menghabiskan waktu hanya di rumah saja. Karena jadwal mengajar privatnya pun libur. Jadi, tidak ada kegiatan yang harus ia kerjakan di luar rumah. Lebih baik ia memilih untuk rebahan dan scroll timeline sosial media yang ia miliki.
Bukan pemalas, hanya saja daripada keluar tidak jelas lebih baik di rumah saja, menghemat segalanya.
Apakah ada yang berpikiran, kenapa tidak keluar dengan teman atau pacar?
Jadi, Felinda ini masih single terbukti ia mengiyakan ajakan Bhayangkara waktu. Ah, mengingat nama itu sama saja mengingat apa yang dilakukannya pada Felinda. Berasa frustasi.
Di dalam kamar, Felinda hanya berguling ke sana kemari di atas ranjang. Ia ingin menghalau pikiran menjijikkan itu.
Bad luck, Bhayangkara.
Awas aja, suatu saat nanti aku bakal bikin kamu bertekuk lutut sama aku. Batin Felinda.
"Kata-katamu yang jangan ganggu aku lagi, akan aku pakai."
Ih, gemas. Ternyata sebusuk itu kelakuan Bhayangkara. Mesum.
.
.
.
27 Juli 2020
Ini cerita nggak bakal panjang, cuma ada beberapa part aja. Betewe, sampe sekarang masih sepi aja. Belum pada tertarik sepertinya. Hmmm. Berasa curhat sama diri sendiri:')
KAMU SEDANG MEMBACA
Kusempurnakan Separuh Agamamu
ChickLitAnya Felinda baru saja menyelesaikan pendidikannya di bangku kuliah yang ada di kota kelahiran. Ia kenal dengan laki-laki yang bernama Arion Bhayangkara seorang pegawai di instansi pemerintah, tempat tinggalnya masih satu kecamatan dengan Felinda. A...