[Bukan Aku Atau Kamu]

133 18 2
                                    


Pagi hari Felinda membantu mbok Asri memasak untuk sarapan, sebelum itu—ia mempersiapkan segala kebutuhan Bhayangkara. Ya ... seperti biasanya, walaupun kemarin mereka ada perdebatan kecil yang menimbulkan pasutri tersebut saling diam. Tapi, mengingat pesan ibunya Felinda masih dengan hati melayani sang suami.

Semua sudah matang, Felinda pun sudah menyiapkan bekal untuk Bhayangkara. Ini bukan kali pertama, sejak hamil Felinda mencoba bermanusiawi saja. Selain hemat, ya ... untuk kesehatan Bhayangkara. Ia ingin ketika melahirkan nanti atau setidaknya membesarkan anak tidak sendirian. Yang dikandungnya itu anak Bhayangkara sudah seharusnya laki-laki itu yang bertanggung jawab.

Saat menangkap aroma parfum yang dipakai Bhayangkara, Felinda enggan untuk menyapa atau sekadar melempar tanya. Justru Felinda memilih sibuk dengan cucian peralatan masak yang usai dipakainya.

"Fe, kaos kakinya dimana?" seketika Felinda menoleh lantas memicingkan mata, ia ingat betul tadi sebelum pergi ke dapur mempersiapkan semuanya. Tidak ada yang tertinggal.

"Aku nggak nemu di kasur tadi," kata Bhayangkara yang seolah tahu, dalam hati ia sedikit was-was apalagi melihat tatapan mata sang isteri.

Bukan tidak ingin membantu Bhayangkara atau mengabaikan, Felinda memilih menyelesaikan cucian tersebut. Baru setelah itu bergegas menuju kamar yang diikuti Bhayangkara.

Felinda mengabsen satu persatu barang-barang yang dibutuhkan Bhayangkara. Kaos kaki yang dipersiapkan tadi tidak ada di tempatnya.

"Kamu lupa kali ...." Felinda masih abai, ia memilih bertindak-dengan mencarikan kaos kaki yang lain lalu meletakkan di kasur.

Dengan senyum tipis Bhayangkara berkata, "Makasih."

Setelah itu Felinda kembali keluar kali ini bukan ke dapur melainkan ia mengambil sapu lantas membersihkan lantai, ia juga membawa serta kemoceng. Bhayangkara tidak tinggal diam, ia rebut kemoceng yang dibawa Felinda lantas membantunya untuk membersihkan rumah. Tapi, tetap saja Felinda tidak peduli.

Usai menyapu, Felinda meletakkan kembali peralatan kebersihan pada tempatnya. Saat ke dapur, ia melihat mama Vijayanti sudah duduk tenang di kursi dimana ada meja yang terhidang masakannya. Sebelum bergabung, Felinda mencuci tangannya terlebih dahulu.

"Mama udah sarapan?"

"Belum, mama nunggu kalian dulu," balas sang dengan senyum lebar.

Felinda melayani mertua serta suaminya yang terus melihat gerak-gerik sang isteri. Tanpa sepatah kata terlontar dari Felinda.

Saat sang mama menyuapkan makanan kali pertama, Felinda melempar tanya, "Udah pas belum, Ma?"

"Udah ... pas, enak."

~~~

Felinda memberikan nasi yang dipersiapkannya lantas diberikan pada Bhayangkara seraya berkata, "Kalau nggak suka, kasih ke temen aja. Biar nggak mubadzir."

Bhayangkara tersenyum lantas menjawab, "Ya, dimakan dong, masa dibuang."

Felinda mengabaikan, setelah merasa sudah selesai. Ia pergi meninggalkan Bhayangkara. Namun, langkahnya terhenti lantaran Bhayangkara yang mencekal lengan kemudian memeluknya.

"Jangan cuek, dong." Felinda mencoba memberontak tapi Bhayangkara dengan erat memeluknya.

"Belum sehari aja rasanya nggak enak banget. Ada tapi nggak dianggap," keluh Bhayangkara yang justru membuat Felinda memutar bola matanya jengah. Bukankah pernikahan ini terjadi karena salah satu pihak? Ia tidak mengharapkan, pun tak ada rasa yang seharusnya—cinta.

Kusempurnakan Separuh AgamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang