Pada malam ini, Profesor Yoga sudah siap dengan penampilannya yang rapi dan hendak pergi menuju ke rumah Tasya. Dia berencana untuk menjenguknya sekaligus memberi tahu rahasia yang sebelumnya sempat ia bicarakan saat Tasya masih di rumah sakit. Waktu itu, dia berjanji untuk menceritakan hal itu kembali setelah Tasya pulang dari rumah sakit. Hal itu ia lakukan supaya kondisi Tasya tetap stabil karena ditakutkan pada saat ia menceritakannya kondisi Tasya justru malah menjadi drop. Rahasia yang dimaksud adalah rahasia mengenai penyebab tragedi yang terjadi di gedung LAPAN dua minggu lalu.
Prof. Yoga tiba di ruang keluarga, menghampiri sang istri dan kedua anaknya yang tengah menonton televisi bersama.
"Hai sayang." panggilnya kepada sang istri. Namanya Wanda, berumur 25 tahun, 10 tahun lebih muda dari suaminya. Pekerjaannya sebagai dokter umum di RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) Jakarta. Dia juga memiliki dua orang anak perempuan bernama Cindy dan Clara yang umurnya selisih satu tahun. Cindy sebagai kakak berumur 3 tahun dan adiknya berumur 2 tahun.
Wanda menoleh melihat suaminya yang nampak akan pergi. Dia lantas bertanya.
"Mau kemana sayang?"
Prof. Yoga berjalan mendekat lalu mencium kening sang istri, dilanjut dengan mencium kedua pipi anaknya.
"Kamu kan baru aja sembuh, kok udah mau pergi-pergi terus. Mau kemana?" tanya Wanda penuh rasa khawatir.
Prof. Yoga hanya tersenyum menanggapi, sembari membelai lembut kepala Wanda.
"Aku mau menjenguk keadaan Tasya. Soalnya tadi pagi dia baru aja pulang dari rumah sakit."
"Apa? Mau jenguk Tasya lagi? Bukannya dua hari yang lalu kamu udah jenguk dia?"
"Iya, tapi hari ini dia baru pulang dari rumah sakit."
"Ya walaupun begitu, jangan sekarang juga dong. Kan bisa besok atau lusa, biarkan dia istirahat dulu di rumahnya. Kamu juga jaga kesehatan, jangan terlalu sering keluar rumah."
"Kamu kalau mau peduli sama orang lain boleh, mau khawatir ke orang lain juga boleh, tapi khawatir dan peduli ke diri sendiri itu harus. Jangan memaksakan keadaan diri sendiri buat jenguk orang lain, sementara diri sendiri juga sedang dalam kondisi sakit. Kalau bukan kita yang peduli terhadap diri kita, lalu siapa? Orang lain? Belum tentu orang lain mau peduli sama kita!" imbuh Wanda sedikit emosional.
Seperti wanita pada umunya, sifat alami Wanda mulai muncul, yaitu cerewet. Namun Prof. Yoga tetap menghadapinya dengan senyuman. Dia tau kalau semua yang dikatakan istrinya itu adalah benar dan sebagai bentuk rasa cinta dan sayang dia terhadap dirinya. Jadi sedikitpun tidak ada rasa marah atau emosi, justru dia merasa sangat senang karena diperhatikan.
"Tidak apa-apa kok, sayang. Kamu jangan terlalu khawatir, aku baik-baik saja. Aku cuma menjenguknya sebentar, tidak lama. Mungkin jam 8 nanti aku akan pulang." jawab Prof. Yoga lemah lembut.
Wanda mengangkat tangan kanannya untuk mengetahui jam saat ini.
6.15 pm
Ada waktu sekitar satu jam empat puluh lima menit untuk menjenguk Tasya. Dan setelah dipikir-pikir, Wanda pun mengizinkan Prof. Yoga pergi.
"Oke, aku pergi dulu." ucap Prof. Yoga sesaat sebelum benar-benar pergi dan lenyap dari pandangan Wanda.
Meski dia telah memberi suaminya izin, namun di dalam lubuk hatinya ia menolak perbuatannya itu. Dia juga merasa berat untuk membiarkannya pergi, seolah-olah ada sesuatu buruk yang akan menimpanya di jalan.
Sayup-sayup, ia mendengar suara deru mobil yang dihidupkan, lalu suara mobil itu perlahan-lahan mulai lenyap dari pendengaran.
"Ma." suara Cindy barusan berhasil mengejutkan Wanda yang tengah melamun, membuyarkan pikirannya yang sudah melayang kemana-mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
2069: The Big War
Science Fiction𝚆𝚎𝚕𝚌𝚘𝚖𝚎 𝚝𝚘 𝚝𝚑𝚎 𝚏𝚞𝚝𝚞𝚛𝚎.... ______________________________________ Dalam upaya manusia untuk menemukan pengganti Bumi, Proyek Teraformasi Planet Mars hampir mencapai kesuksesan. Di tengah perjuangan tersebut, tiga bersaudara yang te...