Saat ini, Tasya tengah berada di depan ruang kontrol milik LAPAN. Dia berniat untuk melihat rekaman CCTV pada 8 bulan lalu, tepatnya pada saat tragedi meledaknya laboratorium miik Profesor Yoga.
Dia menempelkan ID Card ke arah sensor yang ada di daun pintu, pintu itupun terbuka dengan otomatis. Kemudian, dia berjalan masuk ke dalam dan mendapati seorang karyawan yang tengah sibuk dengan pekerjaannya, yaitu menata berkas serta dokumen pada rak-rak yang tersedia di sisi kanan ruangan.
Tasya menyapa karyawan itu, "Halo pak, permisi."
Karyawan tersebut lantas menoleh, lalu bangkit menghampiri Tasya.
"Iya bu, ada yang bisa saya bantu?" tanya karyawan itu dengan penuh hormat.
"Saya mau pinjam CCTV-nya sebentar bisa?"
"CCTV?" tanya sang karyawan agak terkejut, tak menyangka dengan permintaan yang baru saja ia dengar.
Tasya pun mengangguk.
"Iya, boleh-boleh, silahkan." Sang karyawan pergi mengantarkan Tasya sampai ke bagian monitor. Di sana, ada dua orang yang sedang berjaga mengawasi CCTV.
Orang yang mengantarkan Tasya tadi kemudian berbisik ke salah satu penjaga monitor. Setelah itu, penjaga tersebut mengangguk dan sang karyawan pun pergi meninggalkannya.
"Silahkan bu, ada yang bisa saya bantu?" tanya salah satu penjaga.
"Saya mau lihat rekaman CCTV tanggal 10 Juni kemarin, waktu ada ledakan di ruang lab milik profesor Yoga."
Mendengar permintaan tersebut, sang penjaga spontan berkata, "Mohon maaf bu, file rekaman CCTV pada tanggal 9 sampai 11 Juni lalu sudah kami serahkan ke pihak Badan Pengawas, karena mereka meminta langsung kepada kami untuk digunakan sebagai bahan penyelidikan."
Tasya mengangguk. "Lalu, dimana salinannya?"
"Untuk salinannya juga diminta oleh Badan Pengawas. Katanya, tidak boleh ada yang menyelidiki kasus ini selain mereka. Kasus ini bersifat rahasia." jawab sang penjaga sembari mengatupkan kedua tangannya di depan dada.
"Hah?! Kok rahasia?! Bukannya mereka sendiri yang bilang ke publik kalau ledakan tersebut diakibatkan oleh adanya konsleting listrik. Lalu apa yang harus dirahasiakan?" kata Tasya agak kesal.
Penjaga itu kemudian menunduk, "Mohon maaf bu, saya sungguh tidak tahu menahu mengenai hal tersebut. Saya hanya menjalankan perintah."
"Ooohh... begituu" jawab Tasya sembari mengangguk. Wajahnya berusaha untuk menyembunyikan rasa kekesalannya dengan tersenyum.
"Terima kasih ya pak. Kalau gitu saya pamit dulu." ucapnya kemudian. Dia lalu pergi meninggalkan ruang kontrol dan melangkah menuju kantornya kembali. Namun sebelum itu, ia menyempatkan untuk mampir lebih dulu ke toilet yang searah dengan tujuannya sekarang.
"Hai, Tasya." sapa Yoga begitu melihat Tasya yang baru saja masuk ke dalam ruang kantor.
Tasya yang sadar dirinya dipanggil, lantas tersenyum. "Iya, Prof?", berjalan menghampiri Yoga di mejanya.
Yoga menyerahkan sejumlah berkas kepada Tasya.
"Tolong kamu urus berkas ini. Pisahkan sesuai jenis dan tanggalnya, lalu berikan kepada staff administrasi di bawah."
Tasya menerima berkas itu, "Baik, Profesor. Akan saya kerjakan.", membungkukkan badannya sedikit sebagai tanda hormat kepada sang mentor.
Yoga tersenyum, "Terima kasih.", lalu kembali melanjutkan pekerjaannya di komputer.
Tasya beranjak sambil melihat sekilas isi dari berkas-berkas tersebut. Namun tidak ada yang menarik perhatiannya sama sekali. Isinya terlihat biasa saja, tidak ada yang penting. Hanya tentang rekapan jumlah pemasukan dan pengeluaran tahun lalu, berupa pembelian peralatan laboratorium dan juga kebutuhan sarana dan prasarana di kantor.
KAMU SEDANG MEMBACA
2069: The Big War
Science Fiction𝚆𝚎𝚕𝚌𝚘𝚖𝚎 𝚝𝚘 𝚝𝚑𝚎 𝚏𝚞𝚝𝚞𝚛𝚎.... ______________________________________ Dalam upaya manusia untuk menemukan pengganti Bumi, Proyek Teraformasi Planet Mars hampir mencapai kesuksesan. Di tengah perjuangan tersebut, tiga bersaudara yang te...