22. PERSELISIHAN

245 33 18
                                    

22

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

22. PERSELISIHAN

***

“Huek ... huek ... huek.”

Titin keluar dari toilet setelah memuntahkan semua isi perutnya, namun nihil hanya cairan bening saja yang keluar.

“Kepala gue pusing banget, badan juga sakit semua. Gue juga belum datang bulan, apa jangan-jangan ah nggak ... nggak. Gue harus berpikir positif, tapi ... araghh.”

Titin tidak bisa berpikir dengan jernih kali ini. Tangannya merogoh tisu lalu membersihkan tangannya sebelum ia membeli benda itu untuk membuktikan apa bahwa yang ia pikirkan itu benar.

Setelah apa yang ia dapatkan, Titin kembali masuk ke dalam toilet. Hari ini ia berada di salah satu restaurant milik papanya.

“Ini nggak mungkin, gue ... gue gak mungkin hamil.”

Titin memegang benda berukuran kecil itu setelah ia menunggu hasilnya lumayan cukup lama. Tangannya bergetar hebat, air matanya meluruh begitu saja.

“Miko, ya Miko. Gue harus beritahu dia, dia harus bertanggungjawab.”

Dengan tangan yang masih bergetar Titin mengambil ponselnya dalam tas. Ia tak pernah membayangkan bahwa ini semua akan terjadi. Dan ia harus berbuat apa kali ini?

“Hallo Mik, Miko. Lo cepet dateng di restaurant bokap gue.”

Titin menggigit jari-jari kukunya karena merasa takut. Takut jika Miko tidak bisa datang.

“Gue tunggu secepatnya, ini penting banget.”

Titin bernapas lega, akhirnya Miko datang. Dan ia harus siap menjelaskannya kepada Miko agar laki-laki itu bertanggungjawab atas apa yang ia lakukan.

Titin keluar dari toilet sambil memasukan ponselnya namun saat di depan pintu ia menabrak seseorang sehingga benda kecil itu jatuh berbarengan dengan ponsel seseorang yang ia tabrak.

“Lo bisa jalan nggak sih?!” tanya seseorang yang sangat familiar bagi Titin.

Titin mengambil ponselnya lalu saat ingin mengembalikannya matanya membulat kaget.

“Via?” Beo Titin.

Via menatap Titin penuh curiga dari atas sampai bawah. Titin merapikan pakaiannya agar ia terlihat santai.

“Lo kenapa? Habis ketemu saudara lo di sini?” tanya Via sambil mengambil ponselnya dari genggaman Titin.

“Saudara?”

Via mengangguk santai.

“Iya saudara. Saudara lo kan Mak Lampir. Bhahaha.”

Via tertawa puas melihat wajah Titin yang memerah padam karena menahan kesal. Karena merasa buang-buang waktu saja berhadapan dengan Via, Titin keluar dan tidak lupa menyenggol bahu Via.

G A R I S [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang