47. JANJI DAN RAHASIA

145 12 3
                                    

47

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

47. JANJI DAN RAHASIA

***

Hujan sudah berhenti, jalan di selimuti oleh kabut. Mobil taksi yang sudah tak layak dikendarai itu berada di atas batu, kepala mobil sudah menyentuh air laut. Sedikit demi sedikit mobil bergerak turun, dan kapan saja akan langsung masuk ke dalam air.

Di dalam mobil begitu tragis, Gadisa tak sadarkan diri. Ia mengalami pembenturan di kepala. Banyak darah yang terus keluar dari bagian samping kepalanya. Sedangkan, Pak Sopir membuka matanya perlahan yang ia lihat pertama kali adalah kegelapan di depannya.

“Astagfirullah, astagfirullah, astagfirullahalazim.”

Pak Sopir memegang kepalanya yang berdenyut hebat, “Do’aku begitu hebat, terimakasih ya Allah.”

“Ehm ahhh sst.”

Suara di belakang membuat Pak Sopir langsung sadar, bahwa ada seseorang selain dirinya.

“Neng, jangan bergerak.”

Gadisa masih memejamkan matanya, kenapa sakit sekali? Sekujur tubuhnya bahkan tak bisa digerakan.

“Kita di mana?” tanya Gadisa sayu.

“Menuju alam yang berbeda, Neng.”

Iya, karena Pak Sopir berpikir dirinya tak akan selamat. Taksi semakin turun ke bawah, dan dirinya tak bisa berenang.

Sedangkan dilain tempat, Heri baru saja pulang dari rumah temannya. Temannya adalah anak dari polisi, ia meminta bantuan kepadanya untuk membantu mencari hilangnya Gadisa.

“Sial, untung saja hujan sudah reda. Tumben sekali ada kabut?” ujar Heri.

Di tengah perjalanan Heri kembali mengumpat, disebabkan karena akses jalan ditutup. Ada pohon yang tumbang, dan ia harus mengambil jalan lain untuk pulang ke rumahnya. Dan jalan salah satu yang ia bisa lewati adalah menuju Laut. Jalan itu begitu sepi apa lagi ini sudah sore menjelang malam.

“Untung saja membawa mobil, jadinya tidak kehujanan jika hujan turun lagi.”

Ya, Heri malas ketika harus menggunakan mantel. Ketika sudah menuju arah laut, Heri berhenti.

“Kenapa banyak sekali pecahan kaca?”

Dan yang membuat diri Heri kepo sejenak, karena belum malam sekali. Heri memutuskan untuk turun, saat sudah di depan mobilnya lampu penerangan jalan menyala membuat dirinya terkejut.

“Anying, kaget!” ujarnya.

Heri melihat pembatas jalan yang rusak, lalu berjalan mendekat dengan mata yang sedikit minus.

“Itu mobil?” gumamnya.

Heri menebak mobil itu pasti terjun dan menabrak pembatas jalan.

“Aish, taksi yang malang.”

G A R I S [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang