'Cakra pengen pacaran sama kamu'
Aku tidak mengerti dengan manusia satu ini.
Kemarin dia menggodaku. Sangat menggodaku. Mengatakan suka sebanyak lebih dari empat kali, berpura-pura tidak menyadarinya, hanya untuk membuatku merasa malu. Ya, aku memang malu. Tapi, apa artinya itu untuknya?
Kemarin juga kami mengobrol di lantai dua. Mungkin itu sedikit-banyak disebabkan oleh tiba-tibanya Bobi dan Devina berpacaran, teman dekat kami masing-masing. Aku iri dan semakin melihat lurus ke arah Cakra yang memegang sapunya.
Di lantai atas, kami saling menggoda dan mengode. Aku yang lebih jelas terlihat. Lalu akhirnya, untuk suatu alasan yang tidak bisa kumengerti, Cakra meminta kami untuk melihat bagaimana Bobi dan Devina berpacaran.
Sungguh aneh, bukan? Dan sungguh labilnya kami berdua.
Hari berikutnya adalah hari pertamaku tahu Bobi sudah punya pacar. Ajaibnya, kami jadi punya lebih banyak obrolan. Banyaknya membicarakan tentang pacar barunya Bobi, dan bagaimana mereka bisa sampai pacaran.
"Gara-gara kalian berdua," katanya ketika pergantian pelajaran. Bobi sengaja pergi ke bangkuku. "Si Cakra deket banget sama satu cewek. Gara-gara gak mau liat kamu cemburu, jadi aku deketin ceweknya. Eh taunya malah kita yang jadian."
Pfft.
Karena penasaran, aku mengajukan pertanyaan. "Gimana cara kamu nembak dia, Bob?"
Bobi melihat mataku yang berbinar. "Cuma, 'Kayaknya aku jadi suka sama kamu, Devina. Kalau kita pacaran, kamu mau?'. Udah, gitu doang."
Padahal bukan aku orang yang ditujunya, tapi sebuah perasaan hangat dengan bodohnya malah menjalari seluruh tubuhku. Apa yang dirasakan Devina saat itu, ya?
Dalam frekuensi yang cepat, aku tiba-tiba teringat Cakra. Tentang bagaimana dia juga berusaha menggodaku kemarin.
Aku tersenyum.
Cakra, kamu tahu 'kan kalau kita saling menyukai. Lantas, kenapa kita masih begini-begini saja?
.
Ternyata, Bobi dan Devina sudah memulai status pacaran sejak minggu lalu, di hari ketiga ujian. Mereka menyembunyikannya dengan sengaja, menunggu waktu yang tepat atau tak terduga untuk memberitahu kenyataannya kepada kami.
Jadi tidak aneh kalau sekarang Bobi malah mengajak Devina dan bukannya aku saat ke kantin. Dalam hati, aku merasa sedikit kesepian.
Belum pernah sebelumnya Bobi mempunyai pacar atau teman cewek lain selain aku. Sebagian besar waktunya di sekolah dihabiskannya bersamaku.
Hm .... Rasanya, ada sesuatu yang kurang.
Aku tidak ingin pergi ke kantin. Aku sendirian dan kantin terlalu ramai untuk orang yang pergi sendirian. Tapi makanan koperasi juga bukan pilihan yang baik untuk perutku. Jadi, dengan sedikit paksaan, aku akhirnya pergi ke kantin.
Sendirian.
Bobi dan Devina langsung terlihat oleh pandanganku ketika sampai di sana. Keduanya makan bakso dengan lahap dan tertawa. Pemandangan yang tidak ingin kulihat.
Semuanya berjalan dengan baik setelah aku berhasil meletakkan nampan di salah satu meja. Meja itu sudah terisi, tapi kursinya masih bisa ditempati oleh orang lain. Dan orang lain itu langsung mengisi kursi kosong di depanku itu.
Cakra.
Oh, please. Kenapa aku tidak suka dia mengikutiku sampai ke sini?
Cakra tidak memedulikan kehadiranku. Dia mulai menyantap lumpia basahnya di piring.
Keadaan mendadak terlihat seperti dua orang asing yang tidak mau repot-repot saling bicara karena sibuk dengan kegiatan makan masing-masing.
Aku tidak keberatan dengan situasi itu. Aku hanya harus menghabiskan makananku tanpa perlu tahu apakah kabar orang di depanku ini sedang baik atau sama gundahnya denganku saat ini.
"April. Mmm ...." Oh, dia sudah memutuskan hubungan antar kedua orang asing ini. Kami sudah tampak seperti dua orang teman sekarang. "Kalau lagi bete, biasanya kamu senyum lagi itu ... gara-gara apa?"
Aku menatapnya, tanpa minat. "Gak akan senyum-senyum lagi sampe aku gak bete."
"Oh, gitu .... Yaudah, semoga kamu bete terus, ya."
"Loh?"
"Ya aku gak mau mati gara-gara keseringan liat kamu senyum."
....
'He's broken heart.'
"April."
Apa?
"Kamu, suka sama Bobi, ya?"