so ...

47 9 76
                                    

Aku terpaku melihat April di depan sana. Rambut yang seperti biasa digerai, tampak sedikit berkilau di bawah sinar matahari sore. Padanan atasan bawahan yang pas dan terkesan imut. Dia bahkan memakai kacamata bulat bolong yang baru pertama kulihat.

Ya Tuhan, April bener-bener manis.

Pengen nyubit pipinya.

Aku masih menepikan motor, duduk di atasnya, menunggu datangnya Devina yang katanya sih janjian jam tiga. Mungkin aku yang datang kecepetan. Masih jam tiga kurang, sih.

Iya, aku ada rencana hangout bareng Devina. Dia yang mengajakku sebenarnya. Mumpung liburan semester baru aja dimulai. Tapi kok malah April yang nongol.

Huft.

Aku mengambil jarak darinya. Dia mau ketemuan sama siapa?

Orang yang kutunggu kemudian datang setelah seperempat jam. Muncul sendirian dengan pakaian santainya yang biasa kulihat. Oh kami memang terkadang menghabiskan weekend bersama, sebagai teman tentunya.

"Ngaret banget, sih."

Devina tidak menunjukkan rasa bersalah, malah pandangan matanya terus celingak-celinguk ke sana-sini. "Bobi belum dateng, ya."

Bukan pertanyaan, dan tidak heran kalau aku terkejut. "Sama Bobi juga?" Oh, pantas. "Bentar. Yaiya kamu kan udah punya pacar. Ngapain masih ngajak jalan aku?"

Devina melirikku, jari-jarinya berhenti bergerak di atas layar ponsel. "Idih. Kalau sama Cakra mah, dia gak mungkin cemburu."

Ha. Ha. Ha. Ha.

"Itu April-nya gak dideketin?"

"Lha kenapa juga dia ada di sini." Tidak. Sejujurnya aku sangat senang April ada di sini. Devina bertanya seolah dia sudah tahu— "Itu ... kamu yang ngajak, ya?"

Benar, kan. Lihatlah, cewek itu tertawa. "Lagi nungguin Bobi dia. Tapi nanti, Bobi berangkat sama aku kok."

Sebentar. Sebentar. Sebentar.

Aku tidak sempat bertanya karena Devina keburu berlari mendekati posisi April, di situ Bobi datang dengan motor matic-nya. Aku menatap dari kejauhan.

Omongan mereka tidak terdengar, tapi aku tidak lantas ingin mendekat. Dan hal yang mengesalkan pun terjadi. Sebenarnya aku sudah agak menduga ini.

Devina melambai padaku dan menunjuk ke April yang masih berdiri, sedangkan dia sudah terduduk di jok belakang motor Bobi. Eh kupikir aku akan beranjak bersamanya. Kalau begini, jadi ....

Jelas-jelas April terkejut saat aku memberhentikan motor di hadapannya. Pasti dia berpikir akan berangkat bareng Bobi. Ya aku juga! Kirain bakal sama Devina. Tahunya, hm.

"Cakra kok di sini?"

"April sendiri ngapain di sini?"

"Mau jalan ke mall anu."

"Oh, gitu." Aku menggaruk rambut. Duh, bagaimana ini. "Sama Bobi janjiannya, ya?"

Basa-basi macam apa itu. Sudah tahu jawabannya pasti anggukan. Dan benar dia mengangguk, sambil terus menatapku.

Aku menggigit bibir, "Eng ... bareng sama aku, mau?"

Begini kah cara mengajak jalan cewek yang benar? Oh aku sungguh tidak tahu!

April melebarkan senyumnya, mengangguk dengan semangat sekali. Aku terkesiap dan tanpa menyuruhnya naik, dia langsung melenggang duduk di jok belakang.

cakra & april. [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang