@cakrafael and yeah, demi apa pun, i really love you
... demi apa pun, i really love you
... i really love you
Aku terus memandangi tulisan kecil di layar ponselku itu. Keningku berkerut, tapi perasaanku hangat.
Ada apa ini? Kenapa dia dengan mudahnya mengatakan love you padaku? Seperti bukan Cakra saja.
Aku ... sedikit merasa senang. Tidak menyangka, ternyata cowok itu memang menyukaiku sampai sejauh itu.
Karena keasyikan membaca kalimat komentar itu sampai berpuluh-puluh kali, aku tidak sadar kalau dari tadi bel istirahat sudah berbunyi.
Kepalaku terangkat, celingak-celinguk ke sekitar kelas.
Bobi sudah menghilang. Seperti biasa. Seperti hari-hari kemarin. Dia tidak pernah lagi makan bareng di kantin bersamaku saat istirahat, atau saat pulang sekolah. Aku masih merasa kesepian.
Hm ....
—love you.
Pipiku memanas lagi, padahal sudah kutahan-tahan agar tidak sampai terbawa perasaan. Kenapa, sih? Padahal sebelumnya, Cakra pernah menyatakan perasaannya kepadaku secara tidak langsung. Tapi ... ini rasanya sedikit berbeda. Sedikit.
Aku merasa tiba-tiba kangen dengan orang itu. Ingin melihat ekspresinya lagi setelah mengatakan love you padaku. Apa dia akan mengucapkannya lagi? Eh, aku tidak berharap lho, ya.
Em ....
Tidak ada kerjaan. Waktu istirahat masih lama. Apa yang bisa kulakukan lagi selain bertemu dengan Cakra?
"Cakra-nya ada?"
Aku sudah mengabaikan resiko akan menimbulkan kegaduhan di kelas ini. Dan sepertinya kegaduhan itu sudah terjadi.
Perempuan di depanku terus cekikikan dengan sengaja setelah menyuruh orang yang kucari ke sini. Dalam sekejap, seolah akan berdiri di atas panggung, aku menyadari jantungku mendadak berdegup dengan kencang.
Lho lho ada apa ini.
Masih menatap ke arah pintu, sosok orang yang ingin kutemui perlahan muncul, terkoneksi dengan indra penglihatanku. Sedetik aku memperhatikannya dengan gugup, aku langsung berekspresi biasa.
Awalnya, Cakra menolak ketika aku dengan nekatnya mengajaknya ke belakang sekolah. Dia seperti tidak ingin digoda oleh teman-teman sekelasnya. Hm, i feel.
Tapi akhirnya, setelah kuyakinkan sedikit, kami berdua pun pergi ke area sekolah yang sepi itu.
Kita lihat, apakah dia akan gugup ketika berduaan di tempat yang sepi denganku?
.
Aku menceritakan semua tentang Bobi kepadanya. Kebanyakan ceriranya kukarang. Termasuk Bobi dan Devina yang sedang bertengkar. Sengaja, aku ingin lihat, segimana dia akan cemburu!
Untungnya, karena pada dasarnya aku seorang ekstrovert, cara bicaraku menjadi lancar, walau dalam kondisi setengah malu sekali pun. Oh please, dia duduk tepat di sebelahku! Membuatku sedikit tidak fokus.
"Kamu cemburu gak, Cakra?" Aku memberanikan diri untuk bertanya, meski agaknya, perkataanku sedikit dipaksakan.
Cakra tidak menjawab. Dari tadi pandangannya terus mengarah ke depan. Bahkan kusadari, saat bicara tentang Bobi tadi, dia sepertinya merasa tidak nyaman.
"Hey, cemburu enggak?" Aku sudah tidak tahan lagi, dia terus-terusan diam!
"Ke kelas aja yuk, April. Udah masuk lho ini dari tadi."
Aku tidak peduli. Aku memang ingin bolos bersamanya. Eh, jangan salah paham dulu! Aku ingin terus menggodanya, mengujinya, hingga dia sudah tidak tahan lagi berada di dekatku. Ya untuk menguji, seberapa love-nya dia sama aku.
Cakra menghindar lagi, dia hendak kabur. Tapi aku keburu menahan bagian belakang seragamnya, sampai dia terduduk lagi. "Jawab 'iya' aja kenapa, sih."
Ini orang sudah tidak waras.
Baiklah. Aku akan membuatnya lebih sakit lagi!
"Cakra."
Suara angin yang berdesir menambah suasana tegang di tempat asing itu.
Aku meneguk ludah. "Aku ... mau nyatain perasaan aku ke Bobi."