just a want.

31 9 112
                                    

'Are you okay?'

Apa yang salah dari kalimat itu?

Aku hanya menanyakan apa dia baik-baik saja atau tidak. Barangkali, dia mau bercerita padaku sehingga bisa mengurangi sedikit bebannya.

Tapi .... April kenapa kamu menangis?

Saat itu untuk kedua kalinya dalam hidupku, aku berurusan kembali dengan seorang perempuan yang menangis. Terlebih, ini April. Perempuan yang sedikit kupedulikan.

Air mata merembes keluar dari kedua matanya, membuatku merasa ngilu. Aku ingin mendekatinya, menghapus tanda kesedihan itu dari pipinya, lantas—

Ya pada intinya aku masih seorang pecundang.

April tampak menyorotkan aura kemarahan di balik tangisannya. Aku terdiam memandanginya. Terus berpikir apa mungkin perkataanku telah menyakiti hatinya. Dan pikiran itu nyatanya benar. Tanpa berniat menceritakannya padaku, cewek itu kemudian pergi setelah mengusap sebelah matanya singkat.

Aku merasa bersalah.

Kenapa?

Aku hanya bertanya dan memastikan keadaan saja. Karena sedari barusan, sejak aku keluar ruangan lantaran cemburu, aku terus dihantui oleh bisikan seputar, 'April pengen nangis', 'April pengen nangis', 'April pengen nangis'.

Aku tidak tahan, lantas langsung mencari dirinya saat itu juga. Kemudian, bertanya mengenai kondisinya, 'are you okay?', apa itu sebuah kesalahan?

Sulit sekali memahami perempuan.

.

Aku terus kepikiran soal April hingga besoknya dan besoknya. Kupikir dia masih marah padaku. Setiap kami bertemu, dia selalu memasang tatapan permusuhan. Why? Ya ampun.

Pun, aku masih tidak tahu kenapa April ingin menangis dan malah menangis saat aku menanyakan kondisinya. Dia kenapa? Dia kenapa? Aku ingin tahu. Tapi tidak bisa bertanya.

Bodoh sekali kamu, Cakra.

Dasar tidak peka!

Kemudian, aku menghampiri Devina untuk berkonsultasi. Dan dia malah mentertawakanku. "Ya ampun, Cakra. Kok bisa sih kamu se-gak peka gini."

Salahku menjadi tidak peka?

Devina menyeka air yang keluar dari matanya. "Gini ya, cewek itu kalo pun ngejawab, pasti bakal bilang baik-baik aja. Percuma. Kalian harus ngertiin kami. Cari tau sendiri kek penyebabnya."

Tidak ada gunanya. Semua cewek sama saja!

Ya ... April sedikit berbeda, sih.

Kebingunganku itu terus berlanjut hingga diklat ekskul tiba. Isi kepalaku terbagi menjadi dua antara urusan ekskul dan masalah April.

Ya ampun, kenapa aku begitu mempedulikan cewek itu? Bikin frustasi saja.

Saat hari diklat, aku tidak sengaja melihat April beberapa kali. Dia tampak muram dan selalu ke mana-mana sendirian. Paling-paling bersama Ihsan saja, sisanya, hanya kesendirian yang menyeliputi dirinya.

Merasa bersalah dan tidak tega, aku selalu ingin menghampiri April. Hanya ingin, bukan berarti aku sungguhan melakukannya. Benar, aku masih seorang laki-laki payah.

Mungkin, dia memang mau menjauhiku dulu. Oke, aku turuti saja.

Di lain kesempatan, aku mencoba berbicara dengan anggota ekskul musik yang kukenal. Katanya, April memang selalu ingin sendirian, tidak ingin ditemani. Masa, sih? Tambah membingungkan saja.

Lalu akhirnya, segalanya terjawab.

Si bisikan memberitahuku semuanya. 

'April gak betah di ekskul musik.'

'April suka digosipin sama anak-anak sana.'

'April dibenci sama sebagian besar anggota ekskul musik, terutama yang cewek.'

'April pengen keluar dari ekskulnya, tapi gak enak sama Ihsan yang udah ngajak dia.'

'April tau orang-orang sana pada iri gara-gara dia anak baru, tapi udah dapet peran utama buat tampil pensi.'

'April ... butuh temen curhat.'

'April butuh sandaran.'

Aku menemukannya sedang duduk sendirian di depan laboratorium kimia. Hari itu sudah malam, hampir pukul sebelas. Para anak kelas 10 sedang tertidur untuk menyiapkan mental saat keliling nanti.

Aku melihat April dari kejauhan. Dia menangis lagi sampai punggungnya bergetar dari belakang.

Aku ingin menghampirinya. Aku ingin duduk di sebelahnya. Aku ingin mengusap air matanya. Dan ... bolehkah aku memeluknya?

Sekali lagi, 'ingin' hanya sebuah angan-angan yang mengambang di antara takdir dan khayalan. Apa yang akan terjadi selanjutnya, hanya keberanian yang akan menjawabnya.

Hanya keberanian.

'April butuh sandaran'.

Apa kamu berani?

"April?"

....

"Ihsan?"

Mungkin tidak untuk saat ini.

cakra & april. [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang