ekskul music.

32 9 87
                                    

Ekskul-ekskul sedang sibuk saat ini.

Terutama ekskulku, ekskul jurnalistik, dua kali lebih sibuk. Karena pensi akan diadakan sebentar lagi, semua ekskul yang ada di sekolah ini disibukkan oleh kegiatan yang mereka buat sendiri untuk ikut memeriahkan pensi.

Seperti ekskul apa contohnya? Apa yang mereka lakukan untuk menyambut pensi?

Ya itu tugasnya ekskul jurnalistik.

Sebelum kami bekerja meliput di hari H pensinya, kami juga harus mengumpulkan berita mengenai persiapan ekskul-ekskul dalam mempersiapkan acara ini. Yang selanjutnya, informasi tersebut akan kami kumpulkan dan mengubahnya menjadi rubrik untuk dipajang di mading, selama satu minggu.

Yah, itu merepotkan. Tapi namanya juga ikut ekskul. Tidak ada ekskul yang tidak merepotkan. Mungkin hanya bebannya saja yang berbeda. Ngomong-ngomong, kenapa aku ikutan ekskul ini ya dulu?

Aku sedang bersandar pada tembok sudut kelas, saat ketua ekskul jurnalistik menjelaskan tentang apa yang harus kami lakukan hari ini. Tidak banyak laki-laki di ekskul ini, tapi ya ... sekalinya ada, anggota tersebut akan dilindungi oleh para perempuan agar jangan sampai keluar.

"Oke ya, jadi kita wawancara dulu ekskul yang lagi latian sekarang," jelas ketua ekskul di depan ruangan. "Ekskul paduan suara, basket, musik, karate, sama teater."

Sang wakil ikut bicara di sebelahnya, "Dua orang dua orang kelompoknya. Kelas 10 sama kelas 11. Kelas 10-nya dibimbing sekalian ya kakak-kakak kelas 11."

Sahutan 'ya' secara tidak serempak memenuhi atmosfer ruang ekskul itu.

"Aku langsung bagi ya kelompoknya."

Dan hasilnya, aku kebagian mewawancarai persiapan ekskul musik, bersama seorang adik kelas bernama Fini. Lho, kek kenal.

'April baru aja direkrut masuk ke ekskul musik.'

Oh. Hm.

Jodoh.

.

"Kak Cakra jangan deket-deket Fini, ya. Fini masih kesel sama Kak Cakra."

Tuh 'kan. Keknya aku emang kenal sama adik kelas ini.

Si adik kelas yang lagi jalan di depan tiba-tiba menghentikan langkahnya, berbalik menghadapku. "Kok diem aja?" Rautnya menunjukkan kekesalan yang tidak terlalu mendalam.

Aku ikut berhenti. "Em .... Kita pernah ketemu di mana, ya?"

Mulut si adik kelas terbuka, dan sebelum ada lalat masuk, dia sudah menutupnya dengan menggunakan tangan. "Ih. Padahal Fini baru aja nembak Kak Cakra beberapa hari lalu. Masa udah lupa, sih? Itu lho yang di belakang sekolah itu."

Owalah.

"Masih muda kok udah pikun!"

"Tau."

Aku tidak peduli, dan lanjut berjalan menuju ruang ekskul musik. Kudengar suara kaki dihentak-hentakkan ke lantai beberapa kali. Untung tidak sampai gempa.

Sebelum langkahku sampai di depan pintu ruang ekskul itu, terdengar suara nyanyian seorang perempuan yang sangat kukenali.

April?

Pintu ruangan itu sedikit terbuka, menyebabkan suara yang kudengar barusan semakin jelas masuk ke telinga. Ada bunyi gitar yang mengiringi juga. Dan tak lama kemudian, sebuah suara nyanyian laki-laki ikut mengisi alunan lagu tersebut.

Aku melipat bibir, maju selangkah, mengetuk pintu yang terbuka di depanku. "Permisi."

Seseorang melongokkan kepalanya dari dalam, tersenyum menyambutku. "Iya. Ada apa?"

"Ih ... Kak Cakra tungguin. Bimbing Fini yang masih kelas 10 ini dong."

Suaranya yang sangat keras itu muncul bertepatan dengan dibukanya lebar-lebar pintu ekskul musik. Dalam waktu singkat, semua perhatian orang-orang yang berada di dalam ruangan, spontan mengarah ke dua orang asing ini.

"Fini sama Kak Cakra mau wawancara ekskul musik. Pasti boleh 'kan, ya?"

Saat itu April seketika memandangku. Memandang si adik kelas juga. Dan aku memandang si laki-laki yang duduk memangku gitar di sebelahnya April.

Hm.

Harusnya aku gak ke sini. 

cakra & april. [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang