forest.

37 9 89
                                    

Es krim itu tidak jadi aku kasih ke April.

Gagal.

April, aku kira kamu pergi ke toilet.

Gak jadi deh diam-diam nyimpen di bangku kamunya. Pasti udah langsung ketebak kalau itu dari aku!

Tidak seru kalau begitu. Sekalian tidak usah saja.

Jadinya es krim itu aku kasih ke Erika. Dia kebetulan lewat tadi, dan tiba-tiba aja nyapa pas aku keluar dari mini market.

Huh, lain kali saja deh, kasihnya.

Perjalanan dilanjutkan. Aku duduk di dekat jendela, masih menghindari April. Dan oh lihat, tadi saat kami beneran duduk bersebrangan begitu, lihat apa yang April lakukan padaku? Lihat 'kan, lihat? Dia memang terlahir jahil.

Tidak patut sekali memang.

Bis kemudian sampai di tempat tujuan. Sebuah bumi perkemahan. Terletak di dataran tinggi yang banyak anginnya. Tidak aneh kalau suhunya menjadi lebih dingin.

Pembagian kelompok tenda telah dibagikan sejak sebelum masuk bis. Aku mendirikan tenda bersama anggota kelompokku. Tempat tenda laki-laki dan perempuan dipisahkan tidak terlalu jauh. Dan penempatan areanya sesuai pembagian bis. Laki-laki di kelasku digabungkan dengan laki-laki dari kelas tetangga.

Ah, sepertinya sepanjang jalannya acara, kelasku akan selalu berdampingan dengan kelas tetangga.

Sedikit sial.

Acara pertama yang digelar adalah perlombaan kelompok. Polisi dan Penjahat. Polisi akan mengejar penjahat sampai tertangkap, lalu memasukkannya ke dalam kurungan. Kurungan sendiri dijaga oleh polisi lainnya. Para penjahat bisa kabur kalau penjagaan polisi sedang lemah. Dan tentu saja permainan ini dimainkan oleh sesama jenis. Untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan.

Yang bermain duluan adalah kaum laki-laki. Para perempuan menonton dan menyoraki di pinggir. Karena jumlah laki-laki di kelasku sedikit dan di kelas tetangga juga sedikit, jadi semua kelompok disatukan. Dan terjadilah pertarungan antara IPA 6 VS IPA 7.

Yang menjadi polisi adalah kelasku. Aku kebagian yang menjaga kurungan. Jadi aku berjongkok di seputaran lingkaran yang telah kami buat, bersama dua orang lainnya.

Dari sini, aku melihat April sedang mengobrol dengan temannya. Terlihat asyik sampai tidak memedulikan jalannya permainan ini. Oh ya ngomong-ngomong, Bobi main juga, ya?

Priwit!

Peluit dinyalakan, orang-orang mulai berlarian ke sana kemari saling menangkap satu sama lain. Ada yang langsung berhasil, ada juga yang terjatuh ke tanah. Aku segera mentertawakannya.

Tak lama, kurungan sudah terisi oleh tiga makhluk. Di saat itu, namaku tiba-tiba dipanggil.

"Cakra!"

Perhatianku teralihkan, pertahanan kurungan langsung mengendur. Satu orang manusia berhasil melarikan diri.

Eh, tadi itu suara April?

Tidak ada waktu untuk itu.

Merasa bertanggung jawab, aku langsung berlari mengejar si penjahat yang barusan kabur. Dia melarikan diri sampai ke dalam hutan, aku mengejarnya sekuat tenaga.

Di tengah jalan, ada penjahat lain yang membantunya. Komplotan itu kemudian menghilang setelah berbelok menuju sisi hutan yang lain.

"Kampret."

Aku menghentikan lari, menumpu lutut dengan napas yang masih terengah.

Beberapa saat setelah tenaga dirasa sudah pulih, aku hendak berbalik untuk kembali ke kurungan.

Tapi ....

Aku hampir menabrak seseorang.

"April? Kamu kenapa?"

April terlihat menunduk. Bahunya sampai bergetar. "Bisa temenin aku bentar? Aku ... lagi marahan sama temen aku."

.

Ini tidak baik. Ini tidak baik.

Bukan seharusnya aku berada di sini sekarang, menemani orang lain dan bukannya kembali bermain game bersama yang lainnya. Bukan seharusnya seorang laki-laki dan perempuan berada di tengah hutan berduaan seperti ini.

Bukan seharusnya!

Tapi April lagi nangis sekarang.

Dia menyembunyikan wajahnya di lipatan tangan, tapi suara tangisannya masih terdengar. Kami sudah terduduk di sebuah batang pohon. Dan ... apa yang harus kulakukan sekarang?

Aku masih diam, memperhatikannya dari samping, hingga akhirnya dia berhenti menangis.

Bolehkah aku bertanya sekarang?

"April," panggilku, pelan. "Kenapa?"

Cewek itu mengangkat wajahnya. Buliran air mata masih menempel di kedua pipinya. "Cakra. Kamu, suka digoda gak?"

"Gak."

April tertawa, namun terdengar pahit. "Bener, 'kan? Siapa sih di dunia ini yang suka digoda."

Oh. "Kamu digoda apa sama temen-temen kamu?"

Aku tidak tahu apa aku salah bertanya atau gimana, tapi April menangis lagi. "Aku, mereka godain aku terus. Soal ... kamu."

Hah?

April buru-buru mengusap matanya. "Ya bukannya gimana. Aku sih gapapa, tapi kalau udah berlebihan juga itu namanya keterlaluan. Kayak aku mainan mereka aja."

Aku ingin tertawa. Tapi tidak bisa keluar karena kembali teringat akan sebuah kenyataan. "Kenapa sih orang-orang, suka banget godain orang-orang lain."

"Orang-orang lain? Maksudnya, kita?"

Eh, kenapa jadi begini. Aku merasa gugup seketika. "I-iya, kita. Aku sama kamu."

April tidak menjawab, dia malah memalingkan wajahnya. "Ngh, Cakra. Sejak kapan sih, kita jadi dijodoh-jodohin gini?"

"Mmm ... UTS?"

"Kok bisa? Padahal cuma sebangku doang."

"Gara-gara aku pernah megang tangan kamu? Gara-gara aku sering liatin kamu? Gara-gara aku suka gombalin kamu? Gara-gara—"

"Udah-udah, STOP." April bernapas dengan tidak teratur. "Tolong jangan sebutin lagi. Aku ... malu."

Pfft.

Oh, aku tidak bisa menahan tawaku.

"Ih kok ketawa."

"Lucu."

"Udah, ih!" Dia mendorongku.

Tapi aku tidak bisa berhenti tertawa.

April ... April.

"April."

"Iya?"

"Kamu 'kan gak suka digoda orang lain, tapi, hm ... boleh gak, aku tetep godain kamu?"

....

"Bo-boleh."

cakra & april. [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang