Bagian 24|

3.7K 490 14
                                    

Happy Reading 🌻❤️

24. Semangat papa

15 hari sebelum bulan purnama.

07.00

Di hari weekend Silpa berniat berolahraga di pagi hari. Gadis itu keluar dari gerbang rumahnya dengan celana sport hitam, atasan yang juga hitam dan ditambah sepatu Kets putih.

Ia berencana lari pagi di taman depan komplek rumahnya. Perlahan demi perlahan kakinya telah menginjak area taman. Taman tersebut lumayan ramai, banyak orang yang melakukan aktivitas masing-masing.

Silpa berhenti di sebuah kursi, dan duduk disana. Matanya menoleh ke arah pohon dibelakangnya. Di bawah pohon tersebut ada sepasang yang Agam tebak 'kekasih' sedang bermesraan. Dia merotasi kan bola mata malas, "Mereka gak malu apa, bermesraan di tempat umum gini." Batinnya.

Silpa berdiri dan melanjutkan aktivitas nya. Dia berlari dan sesekali melakukan peregangan pada otot tangan dan kaki. Hingga aktivitas nya di hentikan oleh kedatangan dua manusia yang familiar di matanya.

"Hey?"

"Kalian. Ada apa?" Ucap Silpa, ia tak menyangka Agam dan Revan mendatangi nya secepat ini. Padahal bulan purnama 15 hari lagi?

"Kita mau ngomong sama Lo." Agam berhenti sebentar memandang wajah 'nya'. "Tentang Papa Alan." Lanjutnya setelah puas memandangi wajah Silpa.

"Papa, Kenapa?"

"Eum.. kita bicara disana aja!" Ujar Revan, tangannya menunjuk sebuah Kursi kayu panjang, yang di depannya ada sebuah danau.

Mereka bertiga berjalan perlahan dan sampailah mereka di sebuah kursi kayu yang di cat dengan warna coklat. Silpa duduk di antara Agam dan Revan.

Cuaca hangat di pagi hari memeluk tubuh mereka bertiga. Sepoi-sepoi angin juga menerpa wajah mereka, rambut panjang Silpa juga berterbangan oleh embusan angin.

Agam yang melihat Silpa tidak nyaman karena rambut nya berantakan mengambil inisiatif, kebetulan di tangan Silpa ada gelang karet hitam. Agam menarik tangan Silpa dan mengambil gelang itu cepat. Membuat Silpa terkejut, Revan juga menoleh dan menyerngit bingung menatap Agam.

"Heh?"

"Bentar!" Ucap Agam. Ia berdiri sembari tangannya sibuk menyatukan rambut panjang Silpa dan mengikatnya rapi. Hanya tersisa anak rambut yang tidak ikut terikat. Agam merapikan anak rambut yang menghalangi wajah Silpa. Sehingga Agam yang sekarang ada di tubuh Silpa merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia tidak biasa berada di situasi seperti ini.

"Eum.. sebenarnya gue gak suka rambut gue diiket. Tapi karena lo keliatan gak nyaman, jadi gue ikat deh buat Lo!" Ujar Agam, dia duduk seperti semula.

Revan tersenyum menatap Agam dan Silpa."Kalo dilihat-lihat, mereka cocok juga!" Batinnya membayangkan Agam dan Silpa benar-benar sepasang kekasih.

"T-terimakasih," ujar Silpa pelan.

"Ekhemm.. Gue kesana dulu!" Ujar Revan menunjuk Tukang bakso. Dan di-angguki keduanya. Revan berjalan meninggalkan sepasang manusia itu, agar memberi ruang untuk mereka mengobrol berdua.

Setelah kepergian Revan, Agam yang pertama membuka obrolan. "Sebelumnya gue minta maaf sama Lo, karena udah lancang masuk kehidupan keluarga Lo." Agam menatap mata Silpa dan melanjutkan, "Revan udah cerita semuanya, dan Gue turut berduka buat Mama Merri. Dan masalah tante Zanna-"

"Gue gak mau denger tentang dia!" Ujar Silpa memotong ucapan Agam.

"Oh? Maaf," Ucap Agam merasa bersalah.

Jiwa yang Tertukar [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang