Bagian 39|

4.4K 423 34
                                    

Happy reading 🌻❤️

39. Sampai disini saja?
.
.
.

Agam terduduk lemah di samping gundukan tanah yang masih dipenuhi bunga-bunga, disana terdapat nisan yang bertuliskan nama sahabat kecilnya. Air mata Agam menetes tanpa malu dari kedua sudut matanya.

Revan Ben Griffin

Sahabat Agam sedari kecil.

Satu-satunya orang yang selalu ada untuk Agam, senang maupun susah.

Orang yang selalu menasihati Agam, menegur Agam kalau ia punya salah. Juga membantu Agam, saat setiap masalah datang kepada Agam.

"Kenapa secepat ini?" Lirih Agam.

Agam menghapus air matanya kasar. Ia mendongak menatap langit yang berwarna abu, sepertinya sebentar lagi hujan akan turun.

"Ya Tuhan kenapa..., Kenapa sahabat Agam juga pergi dari hidup Agam. Ini nggak adil!!"

Padahal baru kemarin ia kehilangan Ayah nya, satu-satunya keluarga yang ia punya. Dan sekarang ia juga kehilangan Revan. Sahabat kecilnya.

"Akhhhh.... Aaaaaaa.... " Agam berteriak marah menatap langit yang mendung.

"Kalau endingnya seperti ini.. kenapa gue harus bangun? Gue nggak punya siapa-siapa lagi.. Buat apa gue masih ada disini?"

"Gue pengen nyusul Kalian.."

"Mama.. papa.. Revan.. Gue mau nyusul kalian haha.., tunggu gue!! Gue mau nyusul kalian."

Agam berlari dengan cepat. Melewati beberapa gundukan tanah yang menghalangi jalannya. Ia tersenyum lebar saat sudah sampai di pinggir jalan.

Di ujung jalan sebuah truk dengan kecepatan sedang melaju kearahnya. Agam memandang truk itu dengan tidak sabar.

"Ayo buruan..., Tabrak gue.." Racau Agam. Ia menunggu truk tersebut di tengah jalan. Dengan merentangkan kedua tangannya, dan menutup matanya ia bersiap menunggu truk itu menabraknya.

Perlahan tapi pasti, truk itu melaju ke arahnya. Bunyi keras dari klakson truk itu tak membuat kaki Agam bergerak dari tempatnya. Ia semakin memejamkan matanya saat suara klakson semakin mendekat.

Brak.

"Awws..." Agam mengelus lututnya yang terkena goresan aspal. Lalu beralih menatap seseorang yang baru saja mendorongnya menghindari truk tadi.

"R-Revan?"

"Bodoh!!" Bisik Revan. "Jangan mati, Lo harus nepatin janji Lo dulu," sambungnya sebelum berlalu dari hadapan Agam.

"Van.. tunggu!!"

Tapi terlambat. Revan sudah menghilang di balik kepulan asap putih. "Revan--" guman Agam memandang tempat terakhir sahabatnya itu menghilang.

Itu tadi adalah ilusi Agam. Sebenarnya ia masih berada di makam Agam. Memandang makam Revan dengan tatapan kosong.

Ketiga sahabatnya yang sedari tadi menemani Agam, menatap Agam prihatin. Hampir setengah jam Agam hanya memandang makam Revan tanpa mengatakan apa-apa.

"Bos Agam."

Agam tersentak kaget saat tangan Janu menyentuh bahu kirinya. Pria itu dengan segera menghapus sisa air matanya lalu berdiri menghampiri ketiga sahabatnya itu.

"Gue mau ketemu Bunda Reva! Bunda ada di Bandung kan?" Tanya Agam dengan suara serak.

Mereka bertiga menggeleng serempak. "Bunda, masih ada di Jakarta Bos," jawab Janu yang di-angguki kedua temannya.

Jiwa yang Tertukar [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang