#11 - Kenalan Lagi

351 61 23
                                    

Setelah waktu sholat jum'at selesai, Ecan kembali ke mobil dan mendapati Arin tengah tertidur dengan macbooknya yang sedang memutar lagu milik Tulus yang berjudul Lagu Untuk Matahari. Tidak tega membangunkan Arin yang kelihatannya sedang tertidur pulas, Ecan memilih langsung mengendarai mobilnya keluar dari kawasan kampus Arin menuju Bandung tanpa membangunkan Arin.

Setelah setengah perjalanan menuju Bandung, tepatnya di jalan tol, Arin terbangun karena handphonenya berbunyi.

"Hah halo? Ini siapa?" tanya Arin yang masih setengah sadar.

"Ohhhh Kiki. Sok aja, Ki. Kuncinya dibiasa, di sepatu gue yang pink."

"Yaaa sok aja, eh tapi galon di kamar gue kosong deh kayaknya. Ntar boleh tolong bilangin ke Mas Wardi gak pang anterin gitu ke kamar aku."

"Iyeee ada semua anak-anak? Okeeeey kalo mau molor, kunci dulu pintunya. Si Ale sama Ara kalau tidur gak pernah dikunci tuh."

Berbicara dengan Kiki memang membuat Arin pusing akan kata ganti untuk dirinya sendiri. Kadang aku, gue, bahkan aing, karena Kiki orang Bandung asli yang membuat Kiki sendiri sering blunder ketika harus menggunakan kata ganti untuk dirinya.

Ecan masih anteng menyetir sambil mengunyah permen kopiko yang memang menjadi permen persediaan di mobilnya.

"Tos gugah neng?" tanyanya sambil melirik ke arah Arin.

"Hehehe maaf, ngantuk banget." Jawab Arin sambil mengucek kedua matanya.

"Geng kamu tuh suka pada ngerusuhin kosan kamu ya pasti?" tanya Ecan.

"Hahahaha bukan lagi! Tiap hari bahkan, kayak gini aja contohnya. Aku lagi gak ada di kosan juga mereka udah biasa dateng sendiri. Tau-tau ntar pas aku pulang, lagi pada tidur aja kayak raja & ratu."

"Gak apa-apa itu teh sama yang punya kosan? Seru sih tapi anjir berarti udah temenan banget ya. Udah sedeket itu."

"Enggak, santai sih Mas Wardi mah. Bahkan kadang kalau lagi ada temen kosan aku yang duduk di kursi depan kamar aku, pas mereka semua keluar tuh suka diitungin. Hahahaha. Terus malah aneh kalau mereka ga ke kosan tuh, suka ditanya sama Mas Wardi."

"Ya iya gimana gak ditanyain atuh da satu geng bertujuh. Hahahaha."

Arin menjawab dengan kekehannya dan kemudian hening. Keduanya sibuk masing-masing. Ecan fokus menyetir, sementara Arin kembali berkutat dengan macbooknya yang masih menyala untuk mengerjakan beberapa hal guna persiapan ospek fakultas besok harinya.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam, akhirnya keduanya sampai di Sate Bu Ngantuk. Sate Bu Ngantuk sendiri terletak di Jalan Ranca Bentang, Ciumbuleuit. Satenya sendiri merupakan sate kaki lima yang tidak punya tempat duduk untuk dine in. jadi, semua pembeli hanya bisa makan di trotoar atau di dalam mobil. Ecan sendiri menyebutnya dengan sate drive thru. Karena baru saja ia memesan satenya dari dalam mobil, tanpa turun dari mobil karena mumpung sepi jalanannya, biar gaya weh. Dan tentu saja direspon dengan gelak tawa dari Arin.

Meskipun begitu, pada akhirnya keduanya memilih untuk duduk di trotoar sekitar Sate Bu Ngantuk karena cuacanya juga cerah, tidak panas dan tidak juga menunjukan ciri-ciri akan turun hujan.

"Kamu tau gak kenapa sate ini di namain sate bu ngantuk?"

"Kenapa?" tanya Arin sambil menyeruput teh kotak yang ia beli di warung samping jongko Sate Bu Ngantuk.

"Aku pernah kesini waktu itu sama barudakan, terus pas mau beli teh cenah si ibunya ngantuk, jadi tidur siang dulu. Terus kedua kali kesana, sarua, keur sare keneh. Sampe ada empat kalinya aku makan disini, si ibunya selalu lagi tidur."

CANDIKA (Bejana Puspawarna) - Haechan & RyujinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang