#12 - Ragu tapi Mau

419 64 13
                                    

Bohong kalau Arin bilang ia tidak memikirkan ucapan Ecan di Sate Bu Ngantuk tempo hari.

Bohong kalau Arin tidak menimbang-nimbang maksud dan tujuan yang sudah jelas Ecan utarakan.

Bohong juga kalau Arin tidak merasa ragu disaat yang bersamaan.

Ragu akan perasaannya sendiri kepada Ecan. Selama satu bulan lebih, bahkan hampir dua bulan menjalin kedekatan, Arin masih merasa kebingungan akan apa yang sebenarnya ia rasakan.

Arin nyaman dan merasa tenang juga ketika berada di samping Ecan.

Arin pun merasa Ecan menjadi salah satu orang yang bisa menaikan moodnya dengan caranya sendiri.

Arin juga merasa ia bisa mempercayai pernyataan yang Ecan utarakan mengenai maksud dan tujuan Ecan mendekatinya selama ini.

Namun, Arin masih bergelut dengan rasa takut. Takut akan luka yang belum sepenuhnya sembuh itu terbuka kembali kalau ia memutuskan untuk menjalin hubungan lagi dengan laki-laki.

Bukan maksud Arin menggeneralisasi semua laki-laki akan melakukan hal yang sama seperti yang Ale lakukan beberapa bulan ke belakang, tapi kemungkinan itu tetap bisa terjadi. Yang dilakukan oleh Ale bukanlah hal yang membuat Arin trauma. Terlalu dini rasanya untuk mengatakan hal tersebut sebagai "trauma". Arin lebih menganggap luka yang ditorehkan Ale menyebabkan dirinya takut dan agak sulit meyakinkan dirinya sendiri lagi untuk kembali menjalin komitmen dengan lawan jenis.

Arin tidak bermaksud menyalahkan Ale. Bagi Arin, kandasnya hubungan mereka juga disebabkan oleh Arin yang tidak mencoba bertanya pada Ale. Sebelum akhirnya Ale yang memutuskan hubungan mereka secara sepihak, dengan alasan yang awalnya agak sulit di terima oleh Arin, karena Arin baru mendengar istilah yang Ale gunakan pada saat itu dan pada saat itu pun Arin merasa ia tidak merasakan hal yang sama. Arin masih menyayangi Ale, sedang Ale tidak.

Atas dasar ketakutan itu, maka Arin memutuskan untuk menemui Ayi, kakak sepupunya yang bisa dibilang cukup mengenal pribadi Ecan.

Bagai gayung bersambut, belum juga Arin mengabari kalau dirinya ingin bertemu dengan Ayi, Ayi sudah terlebih dahulu mengajak Arin untuk bertemu. Karena kebetulan Ayi hari itu bisa pulang lebih awal dari rumah sakit.

"Halo Arin sayaaaaang! Ketemu yuuuk, teteh kangen." Kata Ayi melalui sambungan telepon.

"TETEEHHHHHH! Ih aku baru aja mau telepon teteh ngajak ketemu!!!" jawab Arin bersemangat.

"Kamu kelar kelas jam berapa?" tanya Ayi.

"Jam 2 teh, ntar ketemuan di tempat aja gimana?"

"Boleeh, mau makan dimana nih?"

"Gormeteria deh teh, mau gak? Aku pengen milo dinno mile crepes nya, udah lama. Hahahha." Ajak Arin.

"Boleh-boleh, teteh ajak Raka gak apa-apa?"

"IH GAK APA-APA BANGET TEHHH! Aku juga kangen Kak Raka." Jawab Arin bersemangat karena ia bisa sekaligus bertanya kepada Raka, yang notabenenya lebih sering bertemu dengan Ecan tiap harinya, meski Ecan sudah selesai melakukan kegiatan magangnya. Namun, sesekali Ecan masih sering ke kantor Raka untuk membantu beberapa projek.

"I smell something suspicious nih, dari tadi kayaknya semangat banget." Tebak Ayi.

"Nanti aja ya teh ceritanya, hehehe. Aku kelas dulu ya teh. Nanti kalau teteh on the way, kabarin ya. Dadah teteeeeh." Kata Arin sambil menutup sambungan telepon.

Arin memang dekat dengan Raka dan Ayi. Arin menganggap keduanya seperti kakak kandungnya sendiri. Karena setelah kepergian kakak laki-lakinya, Ega ke Nottingham untuk meneruskan pendidikannya dan Ega jarang pulang karena terlampau betah menetap di Nottingham, Arin merasa tidak ada sosok kakak yang bisa ia recoki. Beruntung ada Raka dan Ayi yang sama-sama menetap di Bandung.

CANDIKA (Bejana Puspawarna) - Haechan & RyujinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang