#17 - Dismenore

535 87 19
                                    

Salah satu masalah atau mungkin lebih tepatnya penderitaan yang harus dihadapi oleh semua wanita di dunia, yaitu menstruasi. Dulu, sewaktu Arin masih SMP, ia selalu menghitung tanggal menstuasinya dengan cara menandai tanggal-tanggal yang ada di kalender meja belajarnya. Namun seiring berjalannya waktu dengan teknologi yang makin mutakhir, sejak akhir masa SMA nya, Arin mulai menggunakan satu aplikasi bernama flo untuk menghitung perkiraan kapan datang bulan akan tiba. Dan hal itu berlangsung terus sampai ia sudah memasuki akhir semester 6.

Arin cukup bergantung dengan aplikasi flo karena hitungannya selalu tepat dan hampir tidak pernah meleset. Kalau pun meleset, hanya satu sampai dua hari terlambat dari waktu perkiraan. Jadi, Arin bisa bersiap-siap untuk membawa pembalut ketika fitur pengingat di flo sudah memberi sinyal bahwa hari datang bulan Arin akan segera tiba.

Sejak pertama kali datang bulan, Arin tidak pernah merasakan kram perut seperti teman-temannya bahkan ibunya sekali pun. Simtom psikologis seperti mudah marah dan mood swing pun tidak pernah Arin rasakan. Hari-hari Arin berjalan seperti biasanya meskipun ia sedang menstruasi hari pertama yang sedang banyak-banyaknya. Arin hanya menggerutu karena ia harus bolak-balik kamar mandi sekolah guna mengganti pembalut beberapa jam sekali dan menghabiskan cukup banyak waktu untuk mencucinya.

Maka dari itu, di bulan-bulan pertama Ecan berpacaran dengan Arin, ia heran kenapa gadisnya itu terlihat biasa saja ketika sedang datang bulan. Karena biasanya, Ecan harus menghadapi mamanya mendadak suka marah-marah tidak jelas, serta Dara yang sering mengeluh kram perut sampai tidak bisa melakukan aktifitas apapun. Ecan membatin

"Ini mama sama Dara yang aneh, atau si Arin ya?"

Sampai Ecan pernah bertanya langsung karena saking penasarannya, dan Arin dengan santainya menjawab,

"Gak tahu, beneran aku juga gak ngerti. Kadang aku juga bingung harus bersyukur apa bingung, Can." Jawab Arin.

Disatu sisi Ecan pun merasa bersyukur karena ia tidak perlu repot-repot meladeni seseorang yang sedang mood swing atau pun mengurus orang yang kram perut setiap bulannya, Sampai akhirnya, tiba disuatu hari dimana Arin yang tengah berada di kosannya menelepon Ecan sore hari itu.

Ecan tengah duduk santai dengan kaki berselonjor sambil meminum es nutrisari jeruk peras kesukaannya ketika Arin menelepon sambil menangis

"Can...huhuhu" kata Arin sambil mengaduh dari balik telepon.

"Eh? Kenapa beb kalem? Kok nangis?"

"Bisa kesini gak?"

"Ke kosan? Bisa-bisa aduh bentar atuh yah. Masih bisa nunggu kan?" tanya Ecan sambil buru-buru mengambil tas dan menggunakan sepatunya dan berpamitan pada teman-temannya, "Aing ti heula nya! Ieu nyonya karunya."

"Iya..."

"Kamu sakit perut atau kenapa kalem aku bingung?" Seraya Ecan berjalan menuju parkiran mobil. Beruntunya hari itu Ecan tengah membawa mobil papanya ke kampus.

Jadi, Ecan bisa pergi ke Jatinangor lewat jalan tol.

"Pegel banget, aku gak bisa bangun.."

"Mens kamu teh? Bukannya masih 4 harian lagi ya?"

"Nggak tau... maju kayaknya... huhuhu." Jawab Arin sambil menahan rasa sakit dan pegal yang tengah ia rasakan saat itu.

"Ini aku otw ya, kalau kerasa lebih sakit atau gimana, telepon aku. Hp nya jangan dijauh-jauhin." Titah Ecan sambil menekan pedal gas kemudian mobilnya melaju keluar dari parkiran kampusnya.

Ecan cukup khawatir dengan keadaan Arin saat itu, mengingat Arin sedang sendirian di kosan dan sedang tidak ada siapa-siapa di kamar lainnya. Beruntung, jalan laying Pasupati dan Tol Pasteur hari itu bersahabat, tidak macet sehingga Ecan bisa mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi agar bisa segera sampai di kosan Arin.

CANDIKA (Bejana Puspawarna) - Haechan & RyujinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang