#26 - On The Rocks

401 74 49
                                    

November 2019 curah hujan di Indonesia mulai meningkat, termasuk di Kota Bandung dan sekitarnya. Hampir setiap hari, sekitar pukul dua belas siang Kota Bandung mulai diguyur hujan dengan intensitas yang beraneka ragam. Seperti yang terjadi di satu hari di bulan November, ketika Arin menyambangi Kota Kembang yang tengah diguyur hujan sore hari itu. Arin membuka kaca mobilnya lebar-lebar, guna menghirup salah satu aroma yang ia sukai, selain aroma tubuh pacarnya. Dihirupnya aroma tersebut dalam-dalam, sampai menusuk ke dalam indera penciumannya. Sama menusuknya dengan aroma tubuh Ecan yang sudah cukup lama tidak ia hirup.

Intensitas pertemuan keduanya semakin berkurang, keduanya mulai kesulitan untuk mencocokan jadwal kosong. Bukan hanya sulit bertemu, namun komunikasi via sambungan telepon, video call atau sekedar saling membalas pesan pun terkadang dilakukan hanya ketika kalau ingat saja. Ecan yang kian hari kian sibuk dengan kegiatan rapat akbar, rapat divisi, sampai bertemu dengan talent-talent di luar jam kuliah pun tak jarang ia lupa memberi kabar pada gadisnya. Hal tersebut membuat Arin hampir setiap hari gelisah menanti jawaban pesan yang sekadar sudah makan atau belum? Hari ini pulang ke rumah atau enggak? pun Ecan balas kalau ingat.

Arin yang setiap hari juga harus berkutat dengan proposal skripsinya yang sudah memasuki bab dua dan tiga. Yang mana di setiap bimbingan masih selalu ada revisi dari kedua dosen pembimbingnya yang tak jarang perbedaan pendapat antara kedua dosen pembimbingnya membuat kepalanya hampir pecah. Biasanya, dulu sebelum kesibukan sebagai mahasiswa tingkat akhir dan terakhiran budak proker ini merundung keduanya, Arin hanya perlu mengirim emoji cemberut satu kali, Ecan langsung paham dan meluangkan waktunya untuk sekedar menelepon atau bertemu. Cara itu sudah Arin lakukan, bahkan bukan hanya satu kali, tapi berkali-kali Arin mengirim emoji cemberut yang tak kunjung mendapat respon dari yang dituju.

Ecan yang sudah terlalu lelah melewati hari-harinya yang terlampau padat, bahkan lebih padat dari sebelumnya saat ia masih menjabat sebagai seorang kepala departemen di himpunan pun lebih memilih untuk memejamkan matanya ketika tubuhnya mendarat di atas kasur. Bukan ia tidak tahu atau pun tidak mendengar suara notifikasi dari ponselnya yang beberapa menit sekali selalu muncul dan kerap kali mencuri perhatiannya, namun ia sudah tidak memiliki banyak energi untuk sekadar memberi kabar gadisnya. Yang ia tidak ketahui kalau Arin sedang membutuhkannya.

Cukup banyak percobaan dari kedua belah pihak untuk mempertahankan—lebih tepatnya memperbaiki— ritme komunikasi seperti sedia kala. Ada kalanya Arin yang setengah merengek meminta Ecan untuk mengunjungii kosannya di Jatinangor di malam hari karena ia sedang ingin mengisi daya yang sudah tidak tersisa di hari itu. Ada kalanya Ecan yang ingin menemui Arin ketika ia sedang memiliki waktu luang dan kebetulan Arin sedang ada di sekitar Kota Bandung, namun ponsel Arin sangat sulit untuk dihubungi. Alhasil membuat Ecan jengah dan mendiamkan puluhan bubble chat Arin tanpa meresponnya beberapa hari.

Ada pula hari di mana Ecan menyambangi kosan Arin diam-diam tanpa memberi kabar terlebih dahulu, namun hasilnya nihil. Arin tidak ada di kosannya dan tidak bisa ditemui karena sedang bimbingan yang waktu selesainya tidak pernah bisa diprediksi. Ecan yang biasanya betah berlama-lama berada di dalam kamar kosan Arin pun memilih untuk pulang dengan gusar. Ada rasa ingin menyambangi langsung Arin ke kampusnya dan mengatakan pada dosen pembimbingnya kalau tolong sudahi pertemuannya. Saya kangen sama pacar saya. Namun, hal itu tidak lantas Ecan lakukan dan sekali lagi, Ecan memilih pulang dengan tangan kosong dan meninggalkan kue balok di atas meja belajar Arin yang ia beri sticky notes di atasnya,

Dimakan ya. Telepon aku kalau sempet.

Semester tua ini membuat intensitas Arin mengunjungi kota kembang jauh lebih sering dari pada biasanya. Ada pun hari di mana Arin berinisiatif datang menyambangi kampus Ecan yang terletak di pusat Kota Bandung karena sudah kepalang rindu. Ia berjalan menyusuri kampus Ecan menuju ruangan yang selama ini menjadi rumah kedua bagi Ecan. Dilihatnya ada Dinar dan Rania serta beberapa teman Ecan yang Arin kenali wajahnya sedang duduk di pelataran. Dinar menyadari keberadaan Arin pun langsung memanggil Arin dan menyuruhnya untuk duduk bersama. Namun, Arin menolak karena sosok yang ia cari tidak ia temukan batang hidungnya.

CANDIKA (Bejana Puspawarna) - Haechan & RyujinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang