#25 - Weather the Storm

588 81 16
                                    

Oktober 2019 menjadi bulan ujian, ujian baru bagi hubungan keduanya yang telah terjalin selama kurang lebih satu tahun lamanya. Keduanya sibuk dengan kegiatan masing-masing dan waktu senggang yang biasanya di alokasikan untuk sekedar bertemu dan bertukar cerita pun tersita. Karena kebetulan, kegiatan keduanya di bulan Oktober ini tidak melibatkan satu sama lain, sehingga hal tersebut membuat intensitas pertemuan mereka berkurang. Untuk sekadar mencuri waktu pun rasanya sulit.

Keduanya memang bukan sepasang kekasih yang bisa setiap hari bertemu dan menghabiskan waktu seharian, namun setidaknya mereka selalu berusaha meluangkan waktu sesingkat apapun itu hanya untuk sekadar bertukar cerita apa saja yang sudah mereka berdua lalui setiap harinya. Keduanya punya kesibukan dan tanggung jawab masing-masing sebagai mahasiswa dan anak tentunya. Namun, ketika memang keduanya sama-sama memiliki waktu luang seharian penuh, mereka akan mendedikasikan waktu dua puluh empat jam yang sebetulnya masih dirasa kurang bagi mereka berdua untuk menghabiskan waktu bersama. Kalau pun keduanya tengah kesulitan untuk mencari waktu luang untuk mengunjungi satu sama lain, video call menjadi jalan pintas yang dirasa tepat oleh keduanya untuk melepas rindu yang tak terbendung. Yang kemudian, video call itu ritual hal yang wajib bagi keduanya.

Semester tujuh merenggut waktu luang Arin yang biasanya ia gunakan untuk sekedar tidur-tiduran, cafe hopping bersama keenam sahabatnya, atau sesederhana bertemu dengan Ecan dan saling bertukar cerita satu sama lain. Sebenarnya, sibuk bukanlah hal yang baru di dalam hidup Arin sebagai seorang mahasiswi dan pegiat organisasi serta beragam kepanitiaan di salah satu perguruan tinggi di Bandung itu. Begitu pula, macbook pro yang menjadi sahabat dekat nya saat ini, yang selalu ia bawa kemana pun dan ia buka di mana pun ketika dibutuhkan. Tenggat waktu pun menjadi kekasih kedua Arin, selain Candika, kekasihnya yang sebenarnya.

Kampus dan jurusan Arin memiliki  kebijakan yang mana mahasiswa semester tujuh diperbolehkan mulai menyusun skripsinya, dimulai dengan menyusun proposal skripsi dan kalau memang semuanya berjalan dengan lancar, lulus dengan predikat 3,5 tahun sudah ada digenggaman tangan. Dan hal tersebut menjadi salah satu impian kecil yang perlahan-lahan semakin besar dan cukup menggebu di dalam diri seorang Larinka.

Sejak awal menentukan topik skripsi, berdoa yang tak putus-putus hampir di setiap sujud lima waktunya agar bisa mendapat pembimbing skripsi yang ia dambakan sejak semester lima lalu dan mendapat dukungan moril penuh dari Ecan, Arin cukup percaya diri dengan apa yang ia pilih. Di hari pengumuman nama pembimbing pun tiba dan doanya ternyata didengar oleh Tuhan. Sesegera mungkin Arin memberitahu Ecan betapa bahagianya ia saat itu. Bahagia bercampur tegang karena ketika nama pembimbing sudah diumumkan, itu tandanya ia harus mulai berjibaku dengan hal yang menjadi momok paling menakutkan bagi semua mahasiswa tingkat akhir.

Berbeda dengan Ecan yang masih terlilit tanggung jawab sebagai budak proker, baginya, fikom fest jauh lebih menakutkan, melelahkan tapi menyenangkan di satu waktu yang sama. Ecan yang bertindak sebagai tangan kanan dari koordinator divisi acara sudah tentu memiliki tugas dan tanggung jawab yang tidak kalah menggunung dengan koordinatornya. Karena mengemban kepercayaan itulah, waktu luang Ecan pun sama terenggutnya dengan gadisnya.

"Hai. Lagi di mana?" sapa Arin melalui sambungan telepon.

"Hai geulisku. Aku di kampus, baru mau mulai rapat. Ada apa?" terdengar suara riuh dari balik telepon Ecan.

Mendengar jawaban Ecan, Arin menghela napas panjang, "Oh...kirain lagi gak ada kerjaan. Aku lagi di Bandung, habis minjem buku dari perpus DU—"

Belum juga Arin menyelesaikan pernyataannya, Ecan memotong, "Iya, nanti aku kesana ya? Kamu ngambis di mana siang ini?"

"Aku kayaknya mau ke Kuro. Lagi pengen ngambis sambil liat yang ijo-ijo."

"Enakan sambil liat aku gak sih?" goda Ecan yang masih berhasil membuat Arin rasanya ingin lompat dari mobilnya saat itu.

CANDIKA (Bejana Puspawarna) - Haechan & RyujinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang