Vol. 2: Nadine - 18

1.2K 211 0
                                    

Kamu yang membaca ini, apakah kamu pernah merasa patah hati?

Apakah kamu pernah dikecewakan oleh orang yang kamu cintai sampai yang tersisa dalam dirimu hanyalah kesedihan dan perasaan putus asa? Apakah kamu pernah merasakan amarah yang sangat besar dalam diri, hingga kamu tidak mampu berbuat apa-apa? Hanya mampu diam dalam rasa sakit tanpa benar-benar berusaha memperbaiki sesuatu. Pernah?

Kurang lebih, hal itulah yang terjadi padaku saat ini. Percakapan yang terjadi antara aku dan Senja masih bisa aku ingat dengan jelas. Setiap kata, setiap jeda, bahkan setiap tarikan napas masih menempel di kepalaku bagaikan parasit. Aku tidak akan bohong, hatiku panas saat Senja mengatakan hal-hal menyakitkan itu, dan itu membuatku dibutakan oleh amarah. Aku hanya ingin membalas dendam, turut menyakitinya agar perasaanku bisa jauh lebih tenang.

Selama beberapa minggu, aku berusaha menghindari semua orang. Nadine masih mempersiapkan rencananya, jadi aku tidak perlu berusaha terlalu keras. Hal yang sama tidak bisa aku katakan pada Arjuna dan Kharisma. Meski ia mengabulkan permintaanku untuk tidak pergi ke kafe selama beberapa bulan, Arjuna masih bersikeras mencari tahu alasannya, dan sampai saat ini aku belum punya jawaban untuknya. Menghindar secara keras adalah satu-satunya hal yang bisa aku lakukan.

Soal Kharisma, sebenarnya situasi kami tidak harus sesulit itu. Toh, kami memang jarang bertemu, jadi menghindar darinya bukan perkara sulit. Setidaknya itu yang aku pikirkan. Tapi, selama beberapa minggu ini, Kharisma jadi sering menghubungiku, mengajakku bertemu atau menginap di tempatnya. Berbagai alasan ia utarakan, semata-mata hanya agar ia bisa menemuiku. Aku langsung tahu kalau ini ada hubungannya dengan Arjuna, dan itu membuatku cukup kesal. Berbeda dengan situasi Arjuna, alasanku menghindari Kharisma adalah karena aku tidak mau ia berada dalam bahaya. Kharisma adalah satu-satunya teman yang bisa aku percaya saat ini, karena hanya dia yang tidak punya hubungan apa-apa dengan Senja. Kehadirannya bukan disebabkan oleh Senja. Kharisma sudah ada sejak Senja dan aku masih sebatas orang asing. Jadi, aku harus melindunginya dari bahaya yang kemungkinan akan disebabkan oleh orang-orang di sekitar Senja, atau bahkan bahaya yang muncul dari Senja sendiri.

Namun, usahaku akhirnya menemui titik akhir saat Kharisma berdiri di depan kamar kosku. Di tangannya, ia menggenggam sebuah kantong plastik berisi martabak keju, usaha terakhirnya untuk masuk ke dalam diriku. Aku tidak begitu memikirkan martabak keju yang ia bawa—meskipun aromanya sangat menggoda, dan lebih khawatir pada Kharisma yang rela jauh-jauh datang menemuiku. Aku hanya akan membuatnya semakin khawatir kalau tidak mengizinkannya masuk. Jadi, aku terpaksa membuka pintu lebar-lebar dan membiarkannya masuk ke kamarku.

"Aku sampai harus menggunakan cuti berhargaku hanya untuk menemuimu," ujar Kharisma sambil membuka kotak martabak keju. "Arjuna benar-benar khawatir, tapi dia tahu kamu enggak akan mau bicara dengannya. Jadi, dia memintaku untuk menemuimu sekarang."

"Maaf," kataku pelan. Aku meraih bungkus rokok dan asbak di kasur, kemudian membakar satu batang. Melahap martabak sambil merokok, kombinasi indah yang sering dilupakan orang-orang. "Aku hanya sedang membutuhkan waktu sendiri."

"Bullsh*t," balas Kharisma dengan wajah serius. Ia memandangku dengan sinis, merobek setiap pertahanan diriku untuk sampai ke rahasia yang aku sembunyikan darinya. "Kamu bisa membohongi Arjuna, tapi kamu enggak akan pernah bisa membohongiku."

"S-sungguh, aku enggak apa-apa."

"Anjani, lihat mataku," ujar Kharisma, tatapannya belum berubah sama sekali. Sial, aku tidak bisa kabur lagi. Dengan penuh keraguan aku membalas tatapan Kharisma, yang seketika berubah menjadi tatapan orang kecewa. "Aku rasa kamu sudah enggak percaya lagi padaku."

"A-aku percaya padamu, kok! Sungguh!"

"Kalau begitu, kenapa kamu enggak mau cerita padaku? Apa hal yang sebegitu pentingnya sampai membuatmu menolak untuk membagikannya padaku?"

Lukisan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang