Vol. 3: Anjani - 24

1.3K 220 2
                                    

Di dalam lubuk hatiku, aku tengah menyembunyikan satu kelegaan pribadi. Munculnya sosok tak terduga di pameran ini jelas membuat segala kemungkinan kembali terbuka lebar. Penyelidikan awal kami yang sejatinya mengerucut ke arah Senja, kini terbagi menjadi dua arah. Andreas, kenalan Kharisma yang membawaku menuju Senja adalah tersangka yang aku lupakan. Ketidakhadirannya di sebagian besar waktuku membuatnya sukar diingat, tapi dia adalah orang yang paling cocok untuk memerankan pelukis sinting. Tangannya sudah kotor sejak dulu, dan aku tahu dia punya alasan untuk membenci aku, Kharisma, dan bahkan Senja.

Tunggu, tidak, aku tidak bisa berpikir begitu. Baik aku dan Nadine tidak pernah tahu apakah pelukis sinting yang kita cari itu bekerja sendiri atau tidak. Menghapus nama Senja begitu saja merupakan tindakan yang gegabah. Aku tidak bisa lagi terpengaruh oleh emosi, meskipun jiwaku kini meronta-ronta karena kesenangan. Setidaknya, posisi Senja saat ini jauh lebih baik dibanding sebelumnya. Kemungkinan Senja bukan pelakunya meningkat, dan itu sudah cukup membuatku senang.

Kerumunan orang-orang yang memenuhi gedung pameran membuatku kehilangan jejak Andreas. Langkahku terhenti, tak tahu ke mana harus melangkah. Sial, ke mana Andreas pergi? Aku harus cepat menemukannya, karena jika gagal, maka semua pameran ini hanya akan menjadi acara yang sia-sia.

Aku baru menyisir seluruh lantai satu ketika Nadine muncul di hadapanku, dan aku cepat-cepat menarik tangannya dan membawanya ke sudut ruangan.

"Nadine. Syukurlah aku bisa menemukanmu. Ada hal penting yang harus aku sampaikan padamu sekarang!"

"Diam!" bentak Nadine, mengejutkan aku yang langsung diam kaku. Ia melepaskan genggaman tanganku, lalu memandangku dengan tatapan kesal. "Kita enggak bisa mengobrol di sini. Ayo, kita ke lantai dua sekarang."

Aku dan Arjuna berjalan mengikuti, tapi belum beberapa langkah kami berjalan, Nadine tiba-tiba berhenti. Ia berbalik dan menatap Arjuna, yang masih tidak tahu-menahu soal apa yang sebenarnya terjadi di sini.

"Maaf, tapi pembicaraan ini pribadi. Hanya aku dan Anjani."

"Loh, kenapa? Arjuna adalah temanku, dan dia juga berhak tahu apa yang terjadi sebenarnya."

"Apakah Senja bukan temanmu?"

Kalimat pedas yang dilontarkan Nadine menusukku bagai puluhan anak panah, dan aku pun tak mampu membalas kata-katanya. Tapi, aku tetap ingin Arjuna ikut bersama kami, dan aku tahu caranya.

"Nadine, aku mo-"

"Sudah, enggak apa-apa, Anjani. Aku akan menunggu di luar. Kamu kabari saja aku nanti, oke?"

Tanpa adanya pertukaran kata lagi, Arjuna pergi meninggalkan gedung pameran. Aku merasa tidak enak padanya, jadi sebelum Arjuna benar-benar hilang dari pandangan, aku memanggil namanya sekali. Saat ia menoleh, aku berujar pelan. "Aku akan menceritakan semuanya nanti. Janji."

Arjuna tersenyum, lalu beberapa langkah ke belakang dan ia pun menghilang di tengah kerumunan. Aku menatap Nadine dengan ketus, menanyakan kenapa dia melarang Arjuna untuk ikut.

"Kamu mungkin sudah memasang target buta pada Senja seorang, tapi aku masih mencurigai semua orang yang menurutku berpotensi menjadi pelakunya. Jadi, aku harap kamu mengerti dengan tindak pencegahan yang terpaksa aku ambil."

"Baiklah, kalau begitu kita harus cepat-cepat ke lantai dua."

Kami bergegas pergi ke lantai dua, menuju ruangan di mana tim pengawas sedang memantau setiap orang di pameran. Nadine membuka pintu dan kami masuk ke dalam.

"T-tunggu dulu, ke mana semua orang?"

Aku tak bisa menutupi keherananku saat melangkah masuk ke ruangan kosong melompong, dengan penerangan yang juga minim. Sebelum acara dimulai, tempat ini benar-benar dipenuhi oleh tim yang direkrut oleh Nadine. Aku bahkan hampir pusing dikarenakan padatnya tempat ini sebelumnya. Tapi, kini ruangan ini benar-benar kosong, tidak ada laptop atau benda-benda lain yang seharusnya digunakan untuk mengawasi seluruh pameran. Ketika aku melangkah ke tengah ruangan, Nadine tiba-tiba mengunci pintu ruangan, dan dua orang muncul di balik bayangan. Aku melangkah mundur, merasa terjebak bagai mangsa binatang buas.

Lukisan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang