"Oh, Anjani. Tumben kamu ke sini, ada apa?"
Mas Fahrud menyapaku dengan ramah, lalu mempersilakan aku untuk masuk ke ruangannya. Ruangan Mas Fahrud dipenuhi lukisan yang aku yakin merupakan karyanya sendiri. Namun, tidak ada satu pun dari lukisan Mas Fahrud yang membuatku kesakitan. Sebaliknya, justru lukisan-lukisannya membuatku merasakan sensasi yang penuh warna. Lukisan hutan yang membuatku merasakan sejuknya berbaring di bawah pepohonan, lukisan api unggun yang menghangatkan, dan banyak perasaan lainnya. Itu kabar baik, karena artinya dia bisa dicoret dari daftar pelaku. Sempat terkagum-kagum dengan lukisan di ruangan Mas Fahrud, aku menepuk pipiku agar bisa kembali fokus ke tujuan awal kedatanganku. Setelah kami duduk, aku meletakkan dokumen yang sama seperti yang aku tunjukkan pada Arjuna. Mas Fahrud membaca proposal acara dengan seksama, mengumpulkan reaksinya untuk nanti.
"Jadi, kamu mau menggelar pameran bersama anaknya Presiden?" ujar Mas Fahrud setelah selesai membaca. "Saya enggak tahu kalau kamu dekat dengannya. Sejak kapan?"
"Sejak pameran terakhir," jawabku polos. "Tapi, kami berdua enggak berpengalaman soal pameran. Karena itulah Nadine memintaku untuk mencari bantuan. Jadi, itulah alasan kedatangan saya."
"Ah, baiklah. Saya mengerti."
Mas Fahrud mengambil pena di laci, kemudian mencoret beberapa hal di proposal. Banyaknya coretan yang ia berikan membuatku sadar kalau aku memang tidak tahu apa-apa soal menggelar pameran. Sambil menunggu Mas Fahrud selesai, aku melirik beberapa lukisan yang tadi terlewat. Hampir semua karya Mas Fahrud merupakan lukisan objek tunggal. Entah itu danau, api unggun, selembar kertas, atau benda-benda lainnya. Dari memerhatikan lukisan-lukisannya, aku menyadari ada sesuatu yang janggal. Tidak ada satu pun manusia di lukisan Mas Fahrud.
"Mas Fahrud enggak tertarik melukis orang, ya?"
"Hm?"
"Saya baru menyadari setelah memerhatikan lukisan-lukisan Anda. Enggak ada satu pun orang di lukisan Anda."
"Oh, kamu benar." Mas Fahrud turut memindai lukisan-lukisannya. "Mungkin saya harus mulai melukis orang. Dan kebetulan, saya punya alasan kuat untuk melakukannya."
Aku menoleh ke arahnya, dan Mas Fahrud menunjukkan poster pameran yang aku dan Nadine akan gelar. Seberkas senyum mengembang di wajahnya, dan aku mengerti maksud perkataannya.
"Bolehkah saya mencoba untuk ikut ini?"
"Tentu saja, acara ini terbuka untuk umum. Meski begitu, sebenarnya saya lebih ingin Anda menjadi juri untuk seleksi."
"Oh, saya sangat tersanjung, tapi saya juga ingin punya alasan untuk kembali melukis. Bisakah kamu membantu saya?"
Aku mencoba memikirkan solusi apa yang bisa dilakukan, dan terlintas sebuah ide yang aku yakin tidak akan ditolak oleh Nadine. "Ya, aku rasa itu bisa diurus. Akan enggak adil rasanya kalau juri seleksi pameran malah enggak punya tempat untuk memamerkan karyanya, bukan?"
"Teknis itu, saya serahkan ke kamu dan Nadine. Selama saya bisa memamerkan lukisan terbaru saya."
"Oh, apa Anda sedang mengerjakan sesuatu?"
"Masih dalam proses. Saya sedang membuat sebuah karya dengan tema 'Luka dan Rahasia'. Masih 80%, tapi saya yakin lukisan itu akan selesai tepat pada waktunya."
"Oh, itu kabar bagus. Kalau begitu, saya akan menunggu kabar dari Anda."
Aku mengucapkan terima kasih karena sudah membantu memperbaiki konsep acara pameran agar bisa berjalan dengan baik. mas Fahrud juga mengutarakan rasa bersyukurnya karena kami mau menyediakan satu tempat untuk ia memamerkan karyanya. Sebelum pulang, aku tak bisa menahan diri untuk menanyakan sesuatu padanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lukisan Senja
Misteri / Thriller[Pemenang Penghargaan Watty 2021] [+16] Beberapa jam menjelang eksekusi mati, Anjani, seorang pelukis yang dituduh membunuh putri Presiden, mendapat kunjungan tak terduga dari seseorang yang ingin mendengar cerita dari sudut pandangnya. Merasa tidak...