Hari ini, aku kembali ke tempat semuanya bermula. Di hari itu, duniaku diguncang oleh kehadiran perempuan berambut cokelat. Pertemuan yang sesaat, tapi sangat membekas. Meski begitu, bukan Senja yang menjadi alasanku kembali ke sini. Bahkan, aku tidak mendatangi gedung pementasan, melainkan toko buku yang ada di seberangnya.
Penjaga toko buku ini masih orang yang sama, pria tua yang selalu cemberut. Tidak ada yang berubah darinya. Dari caranya menatapku, aku rasa dia tidak ingat siapa aku.
"Oh, kamu lagi," ujar pria tua itu sambil menunjuk wajahku. Aku terkesan, tidak kukira dia akan mengingat siapa aku. "Apa kamu sudah menemukan orang yang mau membeli lukisan ini seharga tiga miliar?"
"Belum, tapi aku punya sesuatu yang jauh lebih baik." Aku mengeluarkan dokumen proposal dan poster dari tasku, menunjukkannya pada penjaga toko, dan menjelaskan maksud kedatanganku ke sini. "Kami tertarik untuk melelang lukisan Ratu Laut Selatan temanmu. Hasil dari lelang akan diberikan pada keluarga Anda dan Mas Sugeng."
"Apakah akan ada orang yang tertarik pada lukisan Sugeng?" tanya penjaga toko. Ia melirik ke arah lukisan itu, masih meragukan alasanku ke sini.
"Saya mengerti kekhawatiran Anda. Tapi, tidak ada salahnya mencoba, bukan?" Sambil mengisap rokok, aku mencoba meyakini penjaga toko kalau lelang ini akan menguntungkan baginya. "Anda tidak perlu takut kalau harga lukisan setelah dilelang terlalu rendah, karena teman saya akan menjamin lukisan ini terjual dengan harga minimal dua miliar."
"D-dua miliar!? Bagaimana kamu bisa menjamin sesuatu seperti itu?"
"Jika teman Anda seperti teman saya, rasanya jaminan itu menjadi sangat mudah," balasku. Sebelum penjaga toko bereaksi, aku memanggil perempuan yang sedari tadi menunggu di luar toko. Ujung rambutnya yang berwarna biru membuat penampilannya langsung dikenali oleh orang-orang. Perempuan itu kini berdiri di sebelahku. Aku menatapnya, kemudian berujar pelan, "teman saya ini akan menjamin semuanya. Minimal, lukisan Ratu Laut Selatan akan terjual seharga dua miliar."
"Ini Mbak Nadine anaknya Presiden?" ucap penjaga toko, masih sulit percaya pada apa yang dilihatnya. Nadine mengulurkan tangannya, yang disambut dengan cepat oleh si penjaga toko. Ia hendak mencium punggung tangan Nadine, tapi aku menahannya dan melepaskan jabatan tangan mereka. "S-saya tidak menyangka, Mbak Nadine ada di sini. Boleh minta foto?"
"Nanti dulu," cegahku. "Anda bisa mendapat foto, tanda tangan, dan lainnya setelah semua ini selesai. Sekarang, bisakah Anda membantu saya memasukkan lukisan itu ke mobil?"
Penjaga toko mengangguk, lalu buru-buru menurunkan lukisan dari dinding. Saat penjaga toko sedang memasukkan lukisan ke dalam mobil, Nadine berbisik ke telingaku. "Dua miliar itu bukan uang yang sedikit, loh."
"Aku tahu, makanya aku minta bantuanmu. Toh, kamu juga sepertinya enggak keberatan memenuhi permohonan dariku."
"Aku enggak punya alasan untuk menolak yang ini." Nadine mengusap punggung tanganku, lalu melepaskan pandangannya dari mobil dan beralih ke arahku. "Satu permohonan lagi dan lukisan itu jadi milikku. Itu perjanjiannya, kan?"
Aku mengangguk, membayangkan satu permohonan terakhir yang akan dikabulkan oleh Nadine. Aku mempertimbangkan banyak hal, tidak ingin menyia-nyiakan permohonan terakhirku. Selain itu, aku tidak punya kebebasan dalam memohon, karena Nadine punya kuasa untuk menolak permohonanku. Setelah aku pikir-pikir, sepertinya permohonan terakhir ini tidak begitu menguntungkanku.
"Anjani, aku punya tawaran untukmu," ujar Nadine tiba-tiba, mengejutkan aku yang sedari tadi melamun. "Aku enggak tahu apakah kamu merasakan hal yang sama, tapi sepertinya permainan ini mulai sedikit membosankan."
"Aku enggak mengerti."
"Bagaimana kalau kita mengubah peraturan sedikit?" Nadine menuntunku ke luar toko, kemudian mengambil rokokku yang tersisa setengah. Sambil mengisap rokok milikku, Nadine mengembangkan senyum jahil. "Untuk permohonan terakhirmu, aku akan menerima semua permohonanmu. Bahkan, aku bisa mewariskan semua hartaku jika itu yang kamu minta."

KAMU SEDANG MEMBACA
Lukisan Senja
Misterio / Suspenso[Pemenang Penghargaan Watty 2021] [+16] Beberapa jam menjelang eksekusi mati, Anjani, seorang pelukis yang dituduh membunuh putri Presiden, mendapat kunjungan tak terduga dari seseorang yang ingin mendengar cerita dari sudut pandangnya. Merasa tidak...