Tubuhku terasa sangat lelah, entah sudah berapa lama aku berjalan tanpa arah yang jelas. Dengan tangan diborgol dan mata ditutup, aku dibawa oleh penjaga ke tempat yang tidak aku ketahui. Di sana, tim penembak sudah menunggu kedatanganku.
"Masih lama, ya? Kakiku sakit."
Tidak ada jawaban dari para penjaga. Ah, tidak seru. Padahal, tidak ada ruginya meladeni orang yang sebentar lagi akan mati. Ya, aku tidak bisa memaksa juga, sih.
Setelah berjalan untuk waktu yang rasanya sangat lama, kami akhirnya berhenti. Suasananya sepi sekali, apakah tidak ada dari mereka yang mengobrol satu sama lain?
"Apa kita sudah sampai?"
Tidak ada jawaban lagi. Apa-apaan, sih, mereka ini!? Lama-lama, aku bisa kesal dibuatnya. Salah seorang penjaga melepaskan borgol tanganku, lalu menuntunku beberapa langkah ke depan. Kemudian, ia menekanku hingga berlutut di tanah. Kemudian, tanpa berkata-kata penjaga itu pergi meninggalkanku.
Kesepian mulai sirna ketika aku mendengar suara derap kaki yang banyak jumlahnya. Senapan dikokang, dan nyawaku kini benar-benar berada di ambang kematian. Kira-kira, ada berapa orang di hadapanku sekarang? Lima? Delapan? sepuluh?
Kalau aku boleh jujur, aku benar-benar ketakutan sekarang. Aku bukan orang sok hebat yang bisa menatap kematian di depan mata tanpa rasa takut. Saat ini, aku benar-benar gemetar, takut akan apa yang terjadi setelahnya. Tapi, aku tidak bisa menghindari hukuman yang dijatuhkan padaku. Aku harus bertanggung jawab atas semua perbuatanku, semua dosaku pada Senja, Kharisma, Nadine, dan orang-orang yang harus menderita karena aku.
Eksekusi masih belum juga dimulai, dan aku mulai benar-benar merasa resah. Aku berusaha memikirkan hal-hal baik, berharap hal itu bisa membantuku jadi lebih tenang. Sebentar lagi, aku akan bertemu kembali dengan Nadine, Kharisma, dan Senja. Apakah Nadine akan kecewa karena aku menolak bantuannya? Semoga saja dia mengerti dengan keputusan yang aku ambil. Aku juga sudah tidak sabar bertemu Kharisma, meminta maaf karena tidak bisa menjadi teman yang baik untuknya.
Lalu... Senja...
SATU!
Suara teriakan pemimpin tim penembak mengejutkanku, dan hampir membuat pikiranku buyar. Sekarang, aku sedang membayangkan saat-saat aku bertemu dengan Senja. Kira-kira, apa yang akan aku katakan ketika bertemu dengannya lagi, ya?
DUA!
Pertama-tama, aku harus minta maaf. Setelahnya, aku akan menyampaikan isi hatiku pada Senja. Aku tahu dia juga menyimpan rasa yang sama sepertiku, dan aku harap itu bisa menjadi awal yang bagus.
Ah iya, saat aku bertemu dengannya, apakah dia akan memanggilku dengan panggilan khasnya? Aku jadi membayangkan bagaimana Senja akan menyapaku.
"Hai, Jani. Lama enggak berjumpa."
Aku tersentak. Bibirku gemetar, tak percaya pada apa yang aku dengar. Suara itu, tidak salah lagi.
"S-Senja?"
TAMAT
KAMU SEDANG MEMBACA
Lukisan Senja
Mystery / Thriller[Pemenang Penghargaan Watty 2021] [+16] Beberapa jam menjelang eksekusi mati, Anjani, seorang pelukis yang dituduh membunuh putri Presiden, mendapat kunjungan tak terduga dari seseorang yang ingin mendengar cerita dari sudut pandangnya. Merasa tidak...