Hari itu, aku menuruti permintaan terakhir Nadine. Aku keluar dari ruangan, lalu turun ke lantai satu. Suasana sudah tidak seramai tadi, mungkin karena sudah malam. Semua lukisan juga sudah dilelang sejak siang tadi, jadi memang tidak ada alasan untuk berlama-lama di pameran. Aku memindai seluruh ruangan pameran, mencari keberadaan Mas Fahrud. Ah, tentu saja dia sudah tidak ada. Setelah menusuk Nadine hingga tewas, mustahil dia akan diam saja di sini.
Aku lalu menyusuri pameran, memerhatikan tiap lukisan sekali lagi. Kakiku terhenti di depan lukisan perempuan yang berbaring di ranjang mawar. Lukisan dengan darah Kharisma sebagai pewarna mawarnya. Rasa mual langsung menyerang, tapi aku berusaha menahannya sekuat tenaga. Untuk satu kali ini, aku harus tahan.
"Kharisma, maafkan aku karena enggak bisa membalas perbuatan mereka."
Tidak. aku tidak boleh menangis sekarang. Aku tidak punya banyak waktu. Cepat-cepat aku berjalan menuju pintu keluar, sambil berusaha mengabaikan puluhan pasang mata yang menatapku dengan ngeri. Seorang perempuan mengenakan kaos dalam hitam, celana jin dan sepatu bot, berjalan terhuyung-huyung dengan tangan yang berlumuran darah. Sebuah pemandangan yang jarang, dan tentu saja mengundang tanda tanya. Aku berharap salah satu dari mereka segera menghubungi polisi, agar semua bisa selesai dengan cepat.
Beberapa langkah lagi menuju pintu, dan Arjuna tiba-tiba berdiri di depanku, menghalangiku untuk pergi keluar. Matanya langsung fokus ke darah di tanganku, tapi dia berusaha untuk tidak menyinggung hal itu.
"Are you okay?"
"Kamu sadar enggak, betapa bodohnya pertanyaan itu?" hardikku pada Arjuna. Pertanyaan macam apa itu? Arjuna, di hadapanmu sekarang adalah seorang perempuan muda berpakaian lusuh dengan darah menodai sekujur tubuhnya. Apakah ini penampilan perempuan yang baik-baik saja? "Kalau aku bilang baik-baik saja, apakah kamu akan percaya?"
Arjuna menggeleng. Aku tahu dia khawatir, tapi aku benar-benar tidak punya waktu untuk meladeninya sekarang. Aku mendorong bahunya, membuka jalan untukku keluar dari tempat pengap ini.
"Anjani, tunggu," pinta Arjuna, tangannya menggenggam lenganku, berusaha menghentikan langkahku pergi dari sini. "Tell me, what happened?"
"Nothing," jawabku singkat. Maaf, Arjuna, tapi aku tidak bisa melibatkanmu juga. Sudah terlalu banyak orang yang harus menderita karena masalah ini, aku tidak mau menambah orang lagi.
Suara teriakan seorang pria di tangga menarik perhatian semua orang di lantai satu, kecuali aku. Pria itu menunjuk wajahku dengan penuh kebencian. Wajah dan pakaiannya yang bersih dari darah membuatku yakin akan satu hal, pria ini memang bajingan. Mas Fahrud, aku tidak mengira kalau Anda selicik ini.
"D-dia, tahan dia! Jangan sampai dia pergi dari sini!" Mas Fahrud berteriak histeris, membuat perhatian semua orang kembali tertuju padaku, termasuk Arjuna. "P-perempuan itu membunuh putri Presiden!"
Kepanikan langsung memenuhi seisi ruangan. Orang-orang berhamburan ke mana-mana. Ada yang berusaha kabur, ada yang langsung menelepon polisi, dan beberapa menekelku hingga jatuh ke lantai. Sedangkan Arjuna hanya bisa berdiri di sana, masih tidak bisa percaya pada apa yang didengarnya. Aku melirik ke arahnya, lalu berbisik pelan padanya. "It's okay."
Arjuna dengan cepat mendorong orang-orang yang menekelku ke samping, hingga akhirnya ia yang menahan tubuhku tetap di lantai. Dengan sigap ia menyuruh orang-orang untuk mengambil tali dan segera menghubungi polisi. Mas Fahrud sedang berjalan ke arah kami, jadi aku tidak punya banyak waktu. Aku melirik Arjuna, yang kelihatan syok dan kecewa, kesulitan untuk memroses informasi yang tak terduga ini.
"Arjuna, sini sebentar," pintaku. Arjuna sempat ragu, tapi ia tetap mendekatkan wajahnya ke arahku. Saat bibirku sudah dekat dengan telinganya, aku berbisik pelan padanya. Aku ingin dia tenang, dan mendengarkan setiap kata yang aku sampaikan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lukisan Senja
Misterio / Suspenso[Pemenang Penghargaan Watty 2021] [+16] Beberapa jam menjelang eksekusi mati, Anjani, seorang pelukis yang dituduh membunuh putri Presiden, mendapat kunjungan tak terduga dari seseorang yang ingin mendengar cerita dari sudut pandangnya. Merasa tidak...