03. | Enam Peraturan

70 16 0
                                    

CHAPTER 03.
ENAM PERATURAN

—○●○—

"JADI, bagaimana, Jiyoon? Apa kamu sudah melihat-lihat seluruh ruangan?" kata Madam Vera dengan nada seolah meledek Jiyoon.

"Aku tidak sempat menelusuri semuanya," balas Jiyoon tenang sambil memperhatikan ketujuh anak yang sudah ada di meja makan.

Ia merasa sedikit canggung. Itu dikarenakan ia sempat jatuh, hingga sikunya memerah ketika anak-anak itu keluar kamar mengejutkannya. Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang mendengar pekikannya. Ia tergeletak di lorong sambil mengusap sikunya yang terasa sangat sakit.

Madam Vera terkekeh kecil. Tangannya sibuk menyiapkan beberapa makanan, sementara kedua matanya memandang Jiyoon yang melangkah ragu mendekat ke arahnya. "Itulah kenapa aku menyuruhmu untuk istirahat. Karena waktunya tidak tepat."

Jiyoon merasa tertekan dengan ucapan Madam Vera barusan. Ia seperti bocah pembangkang yang ketahuan melanggar peraturan dan sekarang sedang dipermalukan di hadapan teman-temannya yang lain. Bahkan hanya untuk meminta maaf, lidah Jiyoon terasa kelu. Yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah berdiri di hadapan Madam Vera dengan tatapan minta dikasihani.

"Baiklah. Silakan duduk. Kita akan mulai makan siangnya."

Jiyoon duduk pada satu-satunya kursi kosong di sebelah pemuda berambut pirang. Daripada suasana di atas balkon, ruang makan ini memiliki aura yang sedikit berbeda. Tidak ada pembicaraan, hanya suara sendok dan piring yang sesekali beradu.

"Hari ini sangat indah sekali, bukan?" Madam Vera berujar, setelah menghabiskan daging sapi terakhir pada piringnya. Kedua matanya yang lebar itu menatap satu persatu remaja di hadapannya.

Pemuda berambut pirang mengangguk singkat. "Indah. Terima kasih untuk makan siangnya, Madam."

Jiyoon bergeming. Sama sekali tidak mengerti apa yang mereka bicarakan dan apa yang berusaha Madam Vera sampaikan.

"Perkenalkan, dia Jiyoon. Mulai sekarang dia akan tinggal bersama kita."

Jiyoon berdiri, lalu membungkuk seraya berkata, "Hai, salam kenal." Selama di panti asuhan, Jiyoon lebih banyak menunjukkan wajah linglungnya. Ketujuh remaja di hadapannya hanya terdiam tanpa menunjukkan reaksi apa pun, bahkan beberapa dari mereka memilih menundukkan kepala.

'Setidaknya beri aku sambutan,' batinnya.

Madam Vera berdiri dari duduknya, memerintahkan pelayan untuk membersihkan meja makan, kemudian menyuruh Jiyoon mengikutinya.

"Maaf. Mereka tidak terbiasa dengan orang baru," ujar wanita itu setelah mereka sedikit menjauh dari ruang makan. Madam Vera merasa bersalah melihat reaksi anak-anaknya yang datar, seakan tidak menyukai keberadaan Jiyoon. Wanita itu membawanya menuju taman belakang, lebih tepatnya pada rumah kaca yang dibangun berseberangan dengan halaman belakang panti asuhan.

Madam Vera duduk pada salah satu kursi di sana. Ada meja bundar di depannya dengan teko dan dua cangkir. Jiyoon mengernyitkan dahi, berharap bukan lagi teh herbal di dalamnya. Ia segera mengambil duduk di hadapannya sambil berulang kali mengusap lengannya meminimalisir rasa dingin yang menusuk.

"Itu tidak apa-apa. Saya memahaminya."

"Saya mengajakmu kemari untuk membicarakan sesuatu." Ketika Madam Vera menuangkan teh hijau dari cangkirnya, Jiyoon tidak bisa untuk mengelak. Wanita itu terdengar serius, bahkan Jiyoon tak dapat membuka mulutnya hanya untuk sekadar bertanya. "Ini soal peraturan yang harus kamu patuhi di sini."

—○●○—

Sepanjang perjalanannya kembali ke kamar, Jiyoon terus menerus mengingat keenam aturan yang beberapa saat lalu dilontarkan oleh Madam Vera. Tiga peraturan pertama terdengar normal. Namun, tiga peraturan berikutnya membuat ia bertanya-tanya.

ORPHAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang