19. | Kaki yang Menggantung

30 6 0
                                    

CHAPTER 19.
Kaki yang Menggantung

—○●○—

TANGAN Jiyoon tidak berhenti bergetar semenjak ia menapakkan kaki di panti asuhan. Setelah lima belas menit berusaha keluar dari festival, mereka akhirnya berhasil sampai dengan selamat tanpa ada lecet sedikit pun. Sebagai gantinya, Jiyoon sangat shock hingga seluruh tubuhnya tidak berhenti gemetar, bahkan ketika Mira berusaha menenangkannya.

Pintu panti terbuka memunculkan Madam Vera yang baru pulang dari rumah kepala desa. Alih-alih marah, wanita itu justru menunjukkan senyuman lebarnya. Tatapannya mengarah pada kesembilan anak yang duduk pada sofa panjang saling berdempetan.

"Tidak perlu tegang seperti itu. Duduklah dengan nyaman." Pertama-tama, Madam Vera menyuruh yang lain untuk merilekskan badan, hingga Niki, Jay dan Sunghoon berpindah pada sofa single di sana.

"Tidak apa-apa. Hanya insiden kecil. Kebakaran itu disebabkan oleh tersulutnya api dari salah satu stan makanan." Hanya sampai situ. Madam Vera seolah tidak ingin repot-repot menjelaskan tentang kejadian perempuan yang mati di festival.

Meski dipenuhi rasa penasaran, tidak ada satu pun dari mereka yang berusaha menguak apa yang telah terjadi dengan bertanya lebih lanjut.

"Madam sudah berbicara dengan kepala desa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi." Tepat setelah Madam mengatakan itu, wanita baru yang selalu bersamanya muncul dari arah dapur dan membawa sembilan cangkir berisi teh hangat.

Kejadian itu seakan memunculkan trauma baru pada anak-anak panti. Bahkan Jiyoon yang biasanya cerewet, berhasil dibuat diam dan tidak bertanya-tanya. Tidak ada yang tahu bahwa sejak tadi ia terus terbayang-bayang pada tubuh wanita itu. Pandangannya kosong. Keringat dingin menetes pada dahinya. Perutnya terasa seperti diaduk-aduk.

"Bisa aku pergi ke kamar lebih dulu?" Selepas meminum habis teh hangatnya, Jiyoon meminta izin pada Madam Vera agar ia dapat pergi ke kamar secepatnya. Ia beruntung Madam mengangguk dan memerintahkan Sunoo untuk mengantarnya.

"Kakak pucat sekali. Kakak baik-baik saja?" Tanya Sunoo. Ia khawatir melihat wajah Jiyoon yang pucat. Ia perlu memapahnya berjalan karena badannya terus limbung.

"Tidak apa-apa." Jiyoon melepaskan genggaman tangan Sunoo pada lengannya setelah mereka sampai di depan kamar. "Terima kasih, Sunoo. Sampaikan selamat malam dariku untuk mereka."

Selepas kepergian Jiyoon, pada saat itulah Madam Vera dengan penuh kehati-hatian menyampaikan sesuatu pada anak-anak.

"Mereka tidak menyukai kita. Sudah Madam katakan, bukan ide yang bagus membawa kalian keluar dari tempat ini." Pandangannya beralih pada Mira yang masih bergeming. "Maaf, Mira karena kamu terpaksa mendengar hal-hal buruk seperti ini. Saya pikir kamu juga harus tau kebenarannya."

Namun, lidah Mira terlalu kelu hanya sekadar menyampaikan sepatah dua patah kata untuk menjawab ucapan Madam Vera. Ia hanya tersenyum, walau ia merasa gundah.

Mira tidak bisa melupakan ingatannya dari cerita anak-anak tempo hari. Ia melepaskan coat-nya dan memperhatikan luka lebam yang nyaris memudar. Masih jelas rasa sakit yang didapatnya pada malam itu. Juga tentang makhluk besar yang berhasil menyelinap di dalam kamarnya.

"Kalau kami mengatakan ini, kau pasti tidak akan percaya." Masih jelas dalam ingatannya ucapan Heeseung malam itu. "Tapi, sebenarnya kami juga sering mengalami kejadian aneh di panti ini."

Jay menambahkan, "Karena terlalu seringnya, sampai kami menganggap hal ini biasa." Ucapannya membuat yang lain mengangguk.

"Kami juga tidak mampu menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Memang benar ada makhluk hitam besar yang suka berkeliling ketika malam." Heeseung meneguk ludahnya, merasa gugup tanpa alasan.

ORPHAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang