08. | Rahasia

36 7 0
                                    


CHAPTER 08.
RAHASIA

—○●○—

PAGI yang tidak biasa, sebab Jiyoon hari ini beradu pandang dengan Heeseung yang melemparinya tatapan tajam, sedangkan Jake berdiri di belakangnya tanpa bicara apa pun. Jiyoon beserta ketujuh anak panti berada di ruang berkumpul satu jam sebelum sarapan tiba. Begitu membuka pintu kamarnya tadi, Jiyoon langsung dihadang oleh Heeseung dengan wajah masamnya. Ia beralasan ingin mengajak Jiyoon berbicara. Nyatanya, Jiyoon merasa seperti sedang di interogasi.

"Apa yang Kak Jiyoon lakukan semalam?" Heeseung bertanya. Kedua mata rusanya menatap bengis ke arah Jiyoon. Namun, kali ini ia juga menyalahkan Jake. "Kau juga, apa yang kau lakukan di ruang makan?"

"I don't know. Sesuatu seperti menarikku," sahut Jake.

"I'm sorry. Aku tau, tidak seharusnya aku keluar malam. Aku mengakui kesalahanku." Heeseung menghela nafasnya melihat Jiyoon justru menundukkan kepala dan mengakui kesalahannya.

"Jake sudah menceritakan semuanya tentang kejadian semalam." Kali ini Niki yang angkat bicara. "Kami bertanya karena kami khawatir."

Jiyoon dibuat antara percaya dan tidak percaya dengan ucapan Niki. Ia memandang satu persatu dari ketujuh anak tersebut, lalu menjawab, "Kenapa? Apa sebenarnya yang kalian sembunyikan?"

Ia sudah merasa muak dengan seluruh rahasia yang disembunyikan rapat-rapat oleh anak-anak panti. Sejak awal ia sudah merasa ada yang janggal dengan pantk ini. Pertama tentang peraturan aneh, lalu Jake, dan setelahnya makhluk besar yang ditemuinya semalam. Jiyoon tersenyum miris. Ia perlahan melangkahkan kakinya, memutari ketujuh anak itu, dan tertawa seperti orang gila. "Dia makhluk yang besar. Nafasnya busuk, bahkan aku bisa merasakan hidungnya juga berlendir. Tubuhnya tertutup oleh bulu yang lebat. Dia tidak seperti manusia normal."

Ia menarik nafas sejenak, berusaha menetralkan emosinya yang meluap, sebelum melanjutkan. "Aku hampir mati, dan kalian masih ingin merahasiakan ini?"

"Setelah ini apa lagi?" Jiyoon berhenti tepat di depan Heeseung. "Apa mungkin aku akan benar-benar mati?"

"Kak!" Bentak Heeseung. Nafasnya memburu seperti baru saja lari maraton. "Trust us. We don't want to say anything, it's because we want you to be safe."

Jiyoon terpaku di tempatnya. "Safe? Kau bilang ini agar aku aman? Setelah aku bertemu makhluk itu?" Ia terkekeh lagi. "Ketahuilah, sejak aku menginjakkan kaki di sini, aku sudah merasa tidak aman. I hate it here. I—"

"That's why... we want to get you out of here." Ucapan Jiyoon sengaja dipotong oleh Heeseung.

Jay menimpali. "Wait. Wait for the right moment."

"Sampai saat itu tiba, berjanjilah untuk bersikap normal."

Ucapan Heeseung pagi itu menjadi penutup dari perbincangan mereka. Tanpa disadari, sesuatu mengintip dan mendengar seluruh pembicaraan mereka dari balik tembok.

—○●○—

Jiyoon sedang berada di halaman panti asuhan selepas sarapan pagi, menghirup aroma bunga lavender yang ditanam Madam Vera dengan perasaan berkecamuk. Ia tidak bisa begitu saja melupakan ucapan anak-anak, dan merasa harinya semakin memburuk di sini. Ia rindu kehidupan normalnya, kuliah, pergi ke mall atau taman, mengganggu kakaknya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Jiyoon menoleh, ketika mendengar suara Madam Vera di belakangnya. Wanita itu tampak sangat anggun hari ini, berbeda dengan biasanya. Dia mengenakan gaun warna biru langit, kontras dengan kebiasaannya yang selalu mengenakan gaun berwarna gelap. Rambutnya digelung dengan sangat rapi, dan mengenakan sebuah topi berwarna senada dengan gaunnya.

ORPHAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang