30. | Kembali ke Panti Asuhan

16 2 0
                                    

CHAPTER 30.
KEMBALI KE PANTI ASUHAN

—○●○—

ANAK-ANAK menghabiskan sore mereka dengan berkumpul di ruang tengah yang sudah dipenuhi beberapa bungkus makanan di sana. Ini adalah momen langka, di mana akhirnya mereka bisa bebas memakan snack tanpa harus khawatir ada yang marah. Meski begitu, perasaan senang tidak mampu menutup semua kekhawatiran mereka hingga detik ini. Bayang-bayang akan mayat hidup yang tiba-tiba memenuhi seluruh halaman panti asuhan membuat mereka ketakutan setengah mati.

Heeseung duduk pada sofa single sambil membaca buku tebal yang mereka dapatkan di perpustakaan pribadi milik Madam Vera.

"Di sini dikatakan panti asuhan ini milik kakak Madam Vera yang kemudian diwariskan padanya," kata Heeseung.

Jake berjalan mendekat ke arahnya, ikut memandang pada lembaran kusam yang memuat informasi tentang panti asuhan. "Apa dia pria berjubah itu?" Tanyanya.

"Tidak mungkin," balas Heeseung. "Wajah mereka tidak mirip." Dibukanya lagi halaman pertama. Pria yang ada di dalam foto terlihat seperti tidak normal. Wajahnya bak manekin putih pucat dan sama sekali tidak menunjukkan adanya ekspresi. Bahkan Sunoo bergidik ngeri melihat fotonya.

Heeseung melanjutkan bacanya. Di sana juga terdapat gambar sketsa bangunan panti asuhan. Rupanya telah banyak perubahan yang dilakukan hingga detik ini. Di lembar berikutnya, ia menemukan sesuatu tentang anak-anak yang pernah tinggal di sini, segala macam bentuk peraturan, dan pembagian ruangan.

"Di sini pernah disebutkan bahwa alasan mereka membangun panti asuhan di tengah hutan karena dulu ada banyak kasus bayi yang dibuang ke hutan oleh orang tua mereka."

Lantas, dengan adanya pernyataan itu, kepala mereka tertunduk. Itu artinya, mereka bernasib sama dengan bayi-bayi itu—penolakan. Madam Vera selalu mengajarkan pada mereka bahwa pada setiap perbuatan pasti ada suatu alasan di baliknya. Itulah yang membuat mereka berpikir bahwa orang tua mereka pasti memiliki alasan mengapa mereka ditinggalkan di tempat ini. Hanya saja, tiap kali memikirkannya, mereka tidak bisa menghentikan rasa sakit hati yang memenuhi rongga dada.

"Apa ada lagi?" Tanya Jay memecah keheningan.

Heeseung bangkit dari duduknya, dan meletakkan buku di atas meja. "Tidak ada. Sisanya hanya tulisan-tulisan tidak jelas dan banyak gambar-gambar aneh."

Mereka menghela napas lelah. Ibaratnya, saat ini mereka berdiri di ujung jurang setelah dikejar lima harimau besar. Tidak ada jalan pulang. Mereka tidak bisa melarikan diri dari tempat ini sebelum menemukan alasan mengapa semua terror ini menghantui.

—○●○—

"Sunoo!"

Pukul sembilan malam tepat, ketika mereka baru saja mengarungi dunia mimpi, Sunoo tiba-tiba terbangun. Ia menoleh, pada tempat tidur Sunghoon yang masih terisi oleh si pemilik, tampak tenang di bawah balutan selimut abu-abunya.

"Sunoo!"

Ia tersentak. Suara itu lagi. Suara yang membuatnya terbangun dan mengira Sunghoon lah yang memanggilnya. Sunoo lantas turun dari ranjang. Ia mendekat pada pintu, dan mengintip pada lubang kunci, memastikan bahwa tidak ada siapapun di lorong kamarnya.

"Sunoo!"

Akan tetapi, suara itu masih tetap muncul, berupa bisikkan dan sangat mengganggunya. Buru-buru ia keluar kamar dengan berjingkat supaya tidak menimbulkan suara. Sunoo berjalan dalam keremangan mengikut suara yang terus menerus memanggil namanya.

Ia tiba di halaman depan setelah membuka pintu masuk sambil terheran-heran. Asal suara yang didengarnya seakan berasal dari luar, tetapi entah mengapa suara itu dekat di telinganya.

ORPHAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang