01. | Hukuman

232 17 3
                                    

CHAPTER 01.
HUKUMAN

***

Ini adalah awal dari perjalananku yang panjang.

—○●○—

"INI sudah kesekian kalinya kamu membolos mata kuliah saya."

Kalimat itu menjadi kalimat yang akan terus ia dengar tiap usai mata kuliah Gizi, mata kuliah yang paling tidak disukainya. Hari ini saja sudah terhitung nyaris dua jam ia berada di ruang dosen bersama Professor Nam. Jiyoon menghela nafas bosan.

"Kali ini apa alasan kamu bolos?" Profesor Nam bertanya. Beliau menurunkan kacamata miliknya hingga hidung, memandang Jiyoon dengan kedua matanya yang memicing, sedangkan Jiyoon tampak memikirkan alasan yang bagus dalam otaknya.

Sebenarnya ia tidak punya alasan. Seharian ini ia hanya berada dalam apartemennya, dan tidur. Ia mengabaikan pesan dan telepon dari teman-temannya—sengaja membuat ponselnya dalam mode pesawat. Kenyataannya ia sangat menghindari Profesor Nam, tetapi ternyata tidak berhasil. Sore sebelum kampus tutup, sekitar jam tiga, Profesor Nam meneleponnya, memintanya untuk datang ke ruangannya. Kalau saja Profesor Nam tidak mengancam bahwa ia bisa saja mengadukan kelakuannya ke Rektor—kemungkinan buruk ia bisa di drop out—ia tak akan mau datang.

"Saya harus mengerjakan tugas lain, Prof," sahut Jiyoon.

Dahi Profesor Nam yang sudah dipenuhi kerutan itu semakin berkerut. Lalu, pria tua itu tertawa. "Alasan macam apa itu? Memangnya tidak bisa dikerjakan lain hari, atau lain jam?"

Untuk kesekian kalinya Jiyoon menghela nafas. Otak pintarnya tidak berfungsi dengan baik ketika ia dalam suasana yang buruk. "Tugas dari Bu Yena. Deadline hari ini jam tiga."

Ia tidak berbohong soal ini. Memang ada satu tugas yang harus ia serahkan sebelum jam tiga sore, tetapi Jiyoon bahkan sudah mengerjakannya jauh-jauh hari. Ia juga mengumpulkannya sebelum tenggat waktu yang diberikan.

Profesor Nam geram. Jiyoon terlihat bermain-main dengannya. Satu-satunya mahasiswi bebal yang sialnya berada dalam kelasnya semester ini. "Saya tidak akan main-main. Setelah ini saya akan telepon Bu Yena untuk memastikan. Saya beri kamu kesempatan terakhir agar datang ke kelas di mata kuliah berikutnya."

Profesor Nam merapikan semua berkasnya, kemudian berdiri. Sebelum beliau benar-benar meninggalkan ruangannya, Profesor Nam sempat berkata, "Atau jika saya mendapati kamu absen lagi, saya akan memberimu tugas tambahan selama liburan untuk mengganti kekosongan nilaimu."

—○●○—

Jiyoon memarkirkan mobilnya di garasi tepat pada pukul enam malam. Otaknya sudah dipenuhi dengan berbagai menu makan malam yang ingin ia coba, tetapi apa daya sosok tinggi yang berdiri di ambang pintu dapur itu mengganggunya. Jiyoon menghela nafas, setelah bertemu dengan Profesor Nam yang paling dibencinya, yang mengomel soal absennya, kini ia harus menghadapi pria lain yang kemungkinan akan memberinya hadiah terburuk malam ini.

"Kamu bertemu Profesor Nam lagi, kan?" Pria itu bertanya sambil melipat tangan di depan dada, ia berjalan menghampiri Jiyoon yang telah duduk manis di meja makan.

Jiyoon tidak bisa membiarkan dirinya menerima ceramah lagi di saat tubuhnya benar-benar butuh istirahat. Ia pun mengangguk, menatap pria itu dengan kedua matanya yang memancarkan binar kepolosannya.

Pria itu mendengus melihat tingkahnya. "Kamu pikir kakak akan luluh?" Jiwoong duduk di hadapan Jiyoon dengan senyum yang tak luntur dari wajahnya. Ia menertawakan tingkah Jiyoon yang selalu di luar nalarnya. "Kali ini apa lagi?"

ORPHAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang