21. | The Devil Made Me Do it

21 5 0
                                    

CHAPTER 21.
THE DEVIL MADE ME DO IT

—○●○—

MEREKA semua terbangun dalam keadaan terburuk mereka. Tidak benar-benar tertidur, tetapi tidak juga terjaga. Waktu berlalu begitu cepat, hingga Jiyoon bahkan perlu mencerna situasi yang terjadi kemarin dan aura abu-abu menyelimuti hari ini. Ditatapnya satu-persatu anak-anak di meja makan. Namun, sejak dua jam lalu, tidak ada yang membuka pembicaraan.

Rasanya tidak mengenakkan ketika Jiyoon harus bertindak seperti pemimpin untuk memaksa anggotanya berbicara dalam sebuah rapat forum, sementara wajah mereka sama sekali tidak bersahabat. Kemungkinan terbesarnya ia akan kena damprat oleh Heeseung. Maka dari itu, yang ia lakukan sejak tadi adalah mengasihani Jay dalam hati. Jay terlihat jauh lebih kurus dengan kantong hitam di bawah matanya yang semakin terlihat jelas. Tidak ada yang menduga tentang kejadian kemarin. Singkatnya, mereka sama sekali tidak tahu apa yang memicu Jay melakukan hal itu.

Keadaan Jungwon tidak parah, hanya saja kuku-kuku Jay menancap cukup dalam hingga menimbulkan bekas goresan pada sekitar lehernya, dan sejak tadi ia hanya menunduk memainkan jari-jarinya di bawah meja. Madam Vera belum pulang, tetapi ia yakin bahwa wanita itu tidak akan menyukai apa yang terjadi. Perihal wajah penuh lebam saja Madam Vera perlu memaksa mereka bercerita dan memberi hukuman selama dua minggu penuh untuk tidur di gudang.

"Aku sudah muak," ujar Sunghoon tiba-tiba. Kedua alis tebalnya menyatu dan memandang Jay penuh dendam. Seketika ia menjadi pusat perhatian. "Sepertinya tidur di gudang belum cukup untuk hukumannya."

Jiyoon sama muaknya dengan Sunghoon, tetapi ia tidak berani berterus terang sepertinya. Ia cukup terdiam di tempatnya seraya memperhatikan perdebatan di antara mereka.

"Bertingkah seolah dia paling benar, ternyata justru menjadi sumber masalah kita kali ini," kata Sunghoon lagi. Ia seakan tidak ragu untuk melontarkan kalimat-kalimat penuh kebencian pada Jay.

Ucapannya sukses memancing amarah Jay. Nampak dari rahangnya yang mengeras dan kedua tangannya yang mulai mengepal di atas meja. "I know this is my fault. Can you stop? Kau pikir aku tidak memikirkan jalan keluarnya?" bentaknya.

"No you don't," balas Sunghoon datar.

"Aku berusaha semampuku untuk tetap sadar. But, they're stronger than me." Jay kembali mengingat-ingat tubuhnya yang tiba-tiba kaku, mati rasa, dan kemudian bergerak dengan sendirinya. Semua itu di luar kehendaknya.

"Wait," kata Jiyoon. "Apa maksudnya ini?"

Secara bersamaan mereka menghela napas. Satu hal yang terlupakan, bahwa Jiyoon tidak mengerti permasalahan yang terjadi. Itu artinya tanpa sadar mereka telah membuka sesuatu yang seharusnya tidak Jiyoon tahu.

"Dia membuat perjanjian dengan makhluk itu," balas Sunghoon.

Kalau saja mereka tahu, Jiyoon seakan merasakan jantungnya jatuh ke perut. Ia ingin menyangkal, mengira kalau pendengarannya bisa saja bermasalah, atau ini semua hanyalah mimpi. Namun, melihat raut wajah mereka yang penuh rasa bersalah, seolah membawa Jiyoon pada realita sesungguhnya.

"Tidak mungkin," lirih Jiyoon.

Jay menunduk sambil meremas rambutnya. "I don't have a choice." Lalu, terisak pelan hingga wajahnya semakin memerah. "I'm sorry."

Jungwon angkat bicara. "Aku tau itu bukan Kak Jay." Di antara yang lain, ia merasa paling kecewa, karena Jay satu-satunya yang dekat dengannya. Kala itu, Jungwon seperti habis disiram minyak mendidih ketika tiba-tiba Jay menyerangnya. Rasa tidak percaya membuncah hingga ia berkali-kali menutup mata pada kenyataan. Lehernya terluka, tetapi hatinya lebih parah.

ORPHAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang