29. | Rencana Pelarian Diri

17 2 0
                                    

CHAPTER 29.

RENCANA PELARIAN DIRI

—○●○—

SUDAH tak terhitung berapa kali Jiyoon menguap di kala orang-orang di sekelilingnya sibuk bercengkerama satu sama lain. Ia sendiri duduk di sebuah kursi dan di hadapannya terdapat meja besar yang dipenuhi kudapan seperti cupcake, sandwich, dan kue brownis. Akan tetapi, semua itu tidak membuatnya tertarik.

Sejak satu setengah jam yang lalu, ia hanya berdiam diri di tempatnya sembari memperhatikan seorang wanita cantik mengenakan gaun putihnya yang membuatnya tampak elegan. Wanita itu sibuk berjalan ke sana ke mari sambil tak berhenti menyapa orang-orang yang hadir.

Ini pertama kalinya bagi Jiyoon, dan mungkin akan menjadi yang terakhir kali. Sekitar tiga jam yang lalu, secara mendadak, mamanya—Hanbyul—memberinya sebuah gaun berwarna hitam tanpa lengan dengan aksen payet bunga warna biru. Ia pikir gaun itu hadiah yang dapat ia kenakan pada suatu acara tertentu. Namun, rupanya Hanbyul juga mendatangkan perias. Setelah dua jam berlalu, ia pun mengerti alasannya.

"Tersenyumlah sedikit. Tamu yang lain tidak akan suka jika melihatmu merengut." Jiyoon menoleh pada Jiwoong yang tiba-tiba saja duduk di sampingnya. Lelaki itu terlihat gagah dengan setelah berwarna hitam dan kemeja putih serta dasi kupu-kupu yang terpasang rapi pada kerah kemejanya. Rambutnya sengaja di tata sedemikian rupa hingga menampakkan dahinya. Di luar style keseharian Jiwoong, Jiyoon akui jempol kakak laki-lakinya itu terlihat tampan malam ini.

"Aku bosan," balas Jiyoon seraya menguap untuk yang kesekian kalinya.

"Bertahanlah sedikit lagi!"

Hanbyul terlihat berbicara di atas sebuah podium setelah basa-basi dengan tamu undangan yang baru hadir. Jiyoon tidak begitu memperhatikan, tetapi yang jelas pembicaraannya tidak akan jauh-jauh dari desain baru milik mamanya yang baru saja launching. Ia mungkin akan menutup matanya kalau saja sang Mama tidak menyebut namanya secara mendadak. Sontak seluruh pasang mata para tamu yang datang tertuju padanya.

"Gaun yang dikenakan oleh putri saya itu merupakan salah satu desain yang akan saya perkenalkan," kata Hanbyul. Ia lalu menyuruh Jiyoon untuk berdiri yang segera dilakukannya dengan sangat kikuk.

Setelah itu terdengar bisik-bisik memenuhi hall yang menjadi tempat terselenggaranya acara tersebut. Jiyoon tidak dapat mendengarnya dengan jelas, terlalu ribut. Ia hanya dapat menangkap satu hal yang membuatnya tak nyaman, ketika ada yang mempertanyakan statusnya sebagai anak dari seorang Hanbyul.

Jiyoon ingin cepat-cepat pergi dari sana, apalagi saat ia merasakan dadanya terasa sesak. Ia tidak menyukai situasi ini. Maka, ketika ia tidak lagi menjadi pusat perhatian, Jiyoon segera melangkah keluar. Langkahnya cepat, bahkan tidak memedulikan suara Jiwoong yang memanggilnya.

Tadinya, Jiyoon merasa bahwa rasa sesak yang dialaminya akibat dari bisingnya suasana di dalam hall atau saat tamu undangan mulai bertanya-tanya tentang kehadirannya di sana. Akan tetapi, begitu berhasil keluar dari acara, rasa sesak itu semakin menjadi, seolah ingin memberitahunya bahwa rasanya sangat nyata. Jiyoon merasakan perasaan aneh yang menggerogoti, yang sayangnya tidak ia ketahui alasan dibalik rasa itu.

"Kau baik-baik saja?" Tubuh Jiyoon nyaris saja limbung kalau Jiwoong tidak memegang pinggangnya dengan penuh kehati-hatian. "Kita bisa pulang lebih dulu kalau kau mau," usulnya.

Jiyoon mengangguk kecil. Ia bersyukur memiliki kakak yang peka seperti Jiwoong. Sejak kecil ia tidak begitu menyukai pusat perhatian. Dunianya terlalu sunyi. Ketika dihadapkan pada situasi demikian, ia merasa cemas luar biasa. Akan tetapi, Jiyoon juga tidak menyalahkan siapapun dalam situasi ini. Karena bagaimanapun ini tentang dirinya dan rasa cemas yang selalu dideritanya.

ORPHAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang