13. | Mayat dalam Hutan

22 6 0
                                    

BAB 13.
MAYAT DALAM HUTAN

—○●○—

JIYOON terbangun oleh suara aneh yang berasal dari langit-langit kamarnya. Tadinya, ia pikir suara itu berasal dari saluran air dalam loteng yang sedang diperbaiki oleh Pak Wang. Namun, ketika melihat waktu menunjukkan pukul 12 tengah malam, tidak mungkin pria setua Pak Wang datang ke loteng di tengah kegelapan. Lagipula, ia baru menyadarinya, suara ini seperti seseorang sedang berlarian di loteng.

Hanya saja, tidak mungkin. Siapa pula yang mau berlarian di loteng tengah malam begini? Belum lagi udara di luar sana cukup tinggi. Sama tingginya dengan rasa penasaran Jiyoon, tetapi ia bahkan sudah terikat janji tak kasat mata dengan Heeseung untuk mengabaikan segala sesuatu yang ia dengar maupun lihat. Termasuk untuk yang satu ini. Namun, semakin ia berusaha mengabaikannya, semakin keras pula suara yang dihasilkan.

Jiyoon penasaran. Ia bangkit dari ranjangnya, kemudian membuka pintu dengan perlahan, dan mengintip dari baliknya. Hanya kegelapan yang dapat ia lihat. Tidak ada pergerakan apa pun, hingga Jiyoon berpikir gangguan itu berasal dari atap kamarnya saja, atau kamar-kamar lain juga dapat mendengarnya.

Suara itu terdengar semakin jelas. Kali ini merambat pada dinding-dinding kamar, disertai juga suara desisan. Jiyoon menutup pintu lagi. Setelah itu, ia meraba-raba dinding, mendekatkan telinga kanannya pada permukaan dinding yang dilapisi wallpaper bunga. Suara itu ada di sana, bergerak gaduh merambat ke bagian yang lain, seperti seseorang berlari di atasnya. Namun, mana mungkin itu suara langkah kaki?

Karena suara itu terus-menerus terdengar, akhirnya ia mengambil candle holder, menyalakan lilin dan mulai berjalan keluar kamar. Jiyoon merasa sangat penasaran, sampai-sampai ia melupakan janjinya untuk tidak melanggar peraturan lagi.

Anehnya, setelah ia keluar dari kamar, suara itu tetap terdengar, merambat pada dinding lorong seakan mengikuti langkah Jiyoon. Ia terus mengikuti asal suara tersebut, hingga akhirnya tiba menuju ke ujung lorong lainnya. Di atasnya, terdapat pintu menuju loteng yang terkunci, dan perlu sebuah bilah untuk menarik tuasnya. Suara itu berasal dari sana, tetapi Jiyoon bahkan tidak menemukan apapun untuk dapat membukanya.

Baru disadarinya, ia sudah terlalu jauh dari lorong kamar, di sekelilingnya juga sudah sangat gelap. Suara itu membuatnya penasaran setengah mati, hanya saja ia tidak bisa naik untuk memastikan asal suara.

"Sial!" Gumamnya.

Beberapa menit kemudian, suara itu berhenti. Jiyoon menjadi lebih waspada. Tiba-tiba saja angin berhembus cukup kencang. Pintu loteng berderak, dan secara refleks Jiyoon berlari menjauh. Angin bersama partikel-partikel debu yang membentuk suatu sosok itu seakan mengejarnya. Lilin pada candle holder-nya sudah mati sejak ia memutuskan untuk berlari. Ia hanya mengandalkan instingnya agar cepat sampai ke kamar. Walau ternyata itu sangatlah sulit. Berulang kali ia harus terjatuh karena menabrak sesuatu yang ia sendiri tidak tahu apa. Begitu ia mencapai lorong kamarnya, angin yang mengikutinya bergerak semakin kencang, disertai dengan suara geraman.

Jiyoon sempat berpikir, jika ia terlambat mencapai pintu kamar, dan tidak sempat masuk ke dalamnya, mungkin saja angin itu sudah menelannya, membuatnya sulit bernafas, dan mati perlahan. Namun, ia berhasil selamat. Nafasnya terengah-engah setelah menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat.

"Apa itu tadi?" Jiyoon bergerak menuju ranjang, merebahkan diri di sana sambil mengatur nafas.

Tidak pernah terbayangkan dalam hidupnya bahwa ia akan dikejar-kejar oleh sosok tak kasat mata karena rasa penasarannya sendiri. Terlepas dari itu, saat ini ia memikirkan kondisi sekelilingnya yang sunyi—seolah-olah suara gaduh yang dibuatnya ketika menutup pintu itu tidak pernah terjadi, serta suara-suara aneh hanya ia yang mendengarnya. Semuanya tampak baik-baik saja, tetapi kemudian menjadi sebuah pertanyaan baru untuknya.

ORPHAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang