22. | Kehidupan Normal

21 5 0
                                    

Hello! Sebelum mulai baca ceritanya, aku mau tanya sedikit nih.
Karena aku kepo bangettt.
Kalian yg baca cerita ini suka Enhypen kah?

Jujur, aku baru suka Enhypen dari era Dark Blood. Sebelumnya udah ngikutin mereka dari i-land. Tapi, setelah itu nggak begitu update tentang mereka lagi.
Mau ngobrol sama aku seputar Enhypen nggak?
Aku open DM, atau nggak kita ngobrol di tellonym. Link ada di bio aku!

See you.
Selamat membaca!

—○●○—


CHAPTER 22.
KEHIDUPAN NORMAL

—○●○—

SEORANG wanita paruh baya berhasil mencuri perhatian penduduk Rockmount karena penampilannya yang terlihat berbeda serta memasuki wilayah mereka dengan menggunakan mobil mewah. Namun, ia tidak memedulikan semua itu. Perhatiannya tertuju pada secarik kertas di tangannya. Jantungnya berdegup kencang seiring dengan mobil yang ditumpanginya berhasil melewati desa Rockmount.

Tatapannya beralih pada satu-satunya gedung berdiri kokoh di daerah yang sepi penduduk, dekat dengan hutan, serta lembah. Ini bukan lagi di atas bukit seperti yang tertulis pada selembar kertas yang dipegangnya, melainkan berada di balik pegunungan. Tepat setelah ia beranjak keluar dari mobil, seorang wanita lain menghampirinya.

"Selamat pagi. Saya Madam Vera. Boleh saya tau keperluan Anda kemari?" Wanita itu sedikit terkejut dengan sambutan yang ia dapatkan—tepat sasaran tanpa basa-basi.

"Aku ingin menjemput putriku pulang."

Jiyoon tidak tahu apa yang telah membuat sang mama dapat menginjakkan kakinya ke panti asuhan ini. Namun, ia yakin kedatangannya bukanlah hal yang baik. Ia mengintip dari balik tembok pembatas antara ruang tengah dan dapur, berusaha mencuri dengar percakapan dua wanita di sana.

"Sebelumnya, perkenalkan nama saya Hanbyul, Ibu dari Jiyoon." Hanbyul tersenyum seraya mengulurkan tangan pada Madam Vera.

Dapat dibayangkan dua wanita berkelas dengan sopan santun yang tinggi saling bertemu. Mereka berbicara dengan hati-hati. Jiyoon merasa dirinya ada di dalam sebuah pertemuan orang-orang penting yang mana di dalamnya melibatkan peran besar sang mama dan Madam Vera.

"Mohon maaf sebelumnya. Kehadiran Jiyoon kemari atas perintah dari Profesor di kampusnya. Masa hukumannya pun belum usai. Masih ada beberapa minggu lagi," balas Madam Vera.

Jiyoon melihat mamanya berusaha menahan amarah. "Saya tidak peduli. Profesor gila itu sudah membawa anak saya kemari tanpa ada izin saya sebagai ibunya, dan menambah masa hukumannya?" Hanbyul tertawa. "Yang benar saja? Anak saya tidak senakal itu."

Lupakan soal sopan santun, karena Hanbyul baru saja mengolok Profesor Nam dengan sebutan gila. Jiyoon setuju, tetapi itu dulu. Ia semakin enggan untuk pulang setelah kejadian-kejadian belakangan ini. Namun, ia juga tidak bisa menolak kehendak sang mama.

Pada akhirnya, Jiyoon hanya bisa menurut ketika Hanbyul memerintahkannya membereskan baju serta barang bawaannya. Ia melakukannya sambil ditemani oleh anak-anak lain yang berdiri di ambang pintu. Raut wajah mereka tidak terbaca, sedikit membuat Jiyoon kecewa karena mereka sama sekali tidak menunjukkan rasa kehilangan.

"Aku tidak tahu apa aku bisa kemari," kata Jiyoon selepas mengisi kopernya dengan baju miliknya. Ia menyisir rambutnya dan berkaca pada cermin di kamar untuk yang terakhir kali. "Aku harap selama aku tidak ada di sini, kalian bisa menjaga diri kalian dengan baik."

Tepat setelah mengatakan itu, Jiyoon merasa sesuatu seperti menghantam punggungnya. Kedua langkah kakinya terasa berat untuk melangkah keluar kamar, dan rasa ingin tetap tinggal semakin membesar.

ORPHAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang