10. | Berburu Bersama Niki

26 7 0
                                    


CHAPTER 10.
BERBURU BERSAMA NIKI

—○●○—

SUDAH sejak dua jam yang lalu, Jiwoong hanya duduk di mejanya tanpa melakukan apa pun, kecuali menatap ke arah layar ponselnya yang menampilkan ruang obrolan miliknya dan Jiyoon. Sudah sejak dua hari yang lalu pula, ia mengirimkan banyak pesan, tetapi tidak ada satu pun yang terkirim. Tanda seru berwarna merah di samping bubble chat itu seakan sedang menertawakan nasibnya yang tidak dapat menghubungi sang adik.

"Masih belum ada kabar, Kak?" Seorang wanita berambut pendek baru saja masuk ke dalam ruang dosen, memantapkan diri duduk di sebelah Jiwoong dan memasang wajah sedihnya.

Jiwoong menggeleng, lalu memperlihatkan ponselnya pada wanita itu. "Sayang sekali. Kenapa Kakak tidak mencoba datang ke panti langsung kalau memang Kakak sangat khawatir padanya."

Helaan nafas terdengar dari mulut pria berumur 28 tahun itu. "Kalau saja Profesor Nam tidak melarangku, mungkin aku yang akan pergi mengantarnya."

Wanita itu mengerucutkan bibirnya, seraya alisnya berkerut. "Aneh sekali. Apa tujuannya melarangmu begitu? Maksudku, Kakak keluarganya. Kenapa Jiyoon justru diperlakukan seperti remaja nakal yang butuh rehabilitasi?"

Ia sama sekali tidak sadar, ucapannya barusan mengundang tatapan maut dari Jiwoong. Terlebih mereka berada di ruang dosen, yang secara otomatis beberapa orang di sana juga dapat mendengar percakapan mereka.

"Aku tidak suka dengan ucapanmu barusan," ujar Jiwoong. Walau sebenarnya ia tahu tujuan dari Profesor Nam juga demikian—persis seperti apa yang dilontarkan oleh Nana.

"Maaf. Habisnya aku sebal sekali."

Selain Jiwoong, wanita bernama Nana yang merupakan rekan kerjanya ini juga dekat dengan Jiyoon. Nana sangat tahu seluk-beluk Jiyoon melebihi Jiwoong sendiri, hingga membuat orang lain ragu siapa kakak kandung Jiyoon di antara mereka berdua.

Jiyoon melihat sosok Nana sebagai pengganti mamanya yang tidak bisa setiap hari mendengar seluruh keluh-kesahnya. Nana pun demikian. Jiyoon sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri. Mereka selalu menghabiskan waktu berdua, setelah Jiwoong sering membawanya ke rumah. Bak teman lama yang sudah lama tidak bersua,, keduanya cocok, saling menyatu. Jiyoon nyaman dengan Nana, begitu pun sebaliknya.

"Tapi, kenapa pria tua itu melarangmu?"

Jiwoong menoleh, dengan alis kanannya yang terangkat, ia menatap Nana serius. "Kau benar. Aku tidak benar-benar tahu alasannya melarangku. Dia hanya bilang, lebih baik membiarkan Jiyoon fokus dengan tugasnya di sana."

Nana menarik kursinya mendekat. "Bukankah itu terdengar mencurigakan?"

Jiwoong baru saja hendak menjawab, dikejutkan oleh dering ponselnya. Nama asisten papanya terpampang pada layar.

"Tuan Muda, Nyonya datang ke rumah, dan sedang beradu mulut dengan Tuan."

—○●○—

Hari ini, seharusnya Madam Vera pulang dari undangan itu. Anak-anak akan bertingkah seperti biasanya, berubah menjadi bocah penurut seperti anjing. Namun, pagi ini, ia sudah melihat Niki bangun dan berpakaian rapi—mengenakan sweater berwarna cokelat tua dan celana cokelat susu. Jiyoon melihatnya berjalan ke arah teras belakang.

Sesampainya di sana, Jiyoon terheran melihat Niki berjalan memasuki sebuah bilik kecil tepat di samping teras yang biasanya menyimpan berbagai peralatan berkebun. Lalu, pemuda itu keluar dengan busur panah pada tangan serta quiver yang sudah terpasang apik di balik punggungnya. Tak hanya itu, Niki juga sudah dilengkapi dengan chest guard.

ORPHAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang