24. | Bad Lady

17 4 0
                                    

CHAPTER 24.
BAD LADY

—○●○—

JAKE tidak tahu pasti siapa namanya, tetapi perempuan itu selalu menggumamkan kata 'Val' di awal pertemuan mereka. Itulah kenapa hingga detik ini, Jake memanggiln

ya dengan sebutan Val.

Ia bertemu Val di lorong usai kelas seni berakhir. Saat itu hari menjelang malam. Perempuan bergaun merah itu berdiri di sana tanpa melakukan apapun. Jake tidak berniat untuk menyapa. Gaun semerah darahnya membuat Jake bergidik ngeri. Kedua kakinya telanjang dan kulitnya putih pucat. Sesekali ia menunjukkan raut wajahnya yang penuh luka gores, tidak hancur, tetapi berhasil membuat Jake ketakutan.

Jake selalu menemuinya ketika hari beranjak malam. Ia akan duduk bersandar pada dinding lorong, berhadapan dengan perempuan itu, lalu bercerita tentang kesehariannya.

Baru dua hari Jiyoon meninggalkan panti asuhan, dan semuanya tampak sangat berbeda. Madam Vera yang sering pergi entah untuk urusan apa. Kemudian wanita yang dibawanya ke panti selalu bertingkah sesukanya dengan banyak memerintah. Peraturan yang telah dibuat mulai berlaku lagi dan setiap pelanggarannya mendapat hukuman berat.

"Aku merindukan Kak Jiyoon," kata Jake selepas mengakhiri ceritanya. Val hanya terdiam di tempatnya, tidak menanggapi, dan tidak menunjukkan reaksi apapun. Ia hanya terdiam menatap lurus pada dua kakinya.

"Di sini kau rupanya." Lalu, Val akan menghilang saat orang lain datang. Jake menoleh dan mendapati Heeseung yang berjalan mendekat ke arahnya. "Sebentar lagi makan malam siap."

Peraturan kembali ditegakkan. Itu artinya, ketika pukul delapan malam nanti, tidak ada yang bisa berkeliaran di panti asuhan. Lain halnya jika peraturan tersebut tidak sengaja dilanggar.

Tubuh Jungwon terduduk di pinggir ranjang. Kedua matanya tertutup. Tangannya terlihat tertekuk, saling menggenggam. Tak lama kemudian, ia berdiri—masih dengan kedua matanya yang menutup—Jungwon berjalan ke arah pintu. Kakinya melangkah perlahan meninggalkan kamar. Sesekali dahinya terlihat berkerut. Tak lama, ia berdiri di lorong.

Di dalam alam bawah sadarnya, Jungwon dihadapkan pada sebuah pintu hitam yang ia sendiri tidak tahu berasal dari mana pintu itu. Ia juga berdiri di depan sebuah lorong yang tidak ia kenali. Semuanya begitu asing. Ia pun meletakkan tangannya dan mulai memejamkan mata. Saat itulah ia melihat sebuah meja batu yang dipenuhi lilin-lilin kecil menyala, piring besar berisi kepala kambing dengan darah segar yang masih mengalir, serta tebaran kelopak bunga mawar di sekitarnya.

Napasnya memburu. Semua penglihatan yang didapatnya membuat dadanya sesak dan tubuhnya gemetar hebat. Tidak... tidak. Aku harus bangun!

Tidak ada yang lebih menyakitkan ketika Jungwon sadar bahwa ia terjebak di dalam alam bawah sadarnya sendiri karena belenggu tak kasat mata yang menahannya. Air matanya mengalir, tetapi ingatan tentang altar persembahan itu terus muncul dalam ingatannya, seakan sedang berusaha menyakitinya perlahan.

"Jungwon! Jungwon!"

Kedua mata Jungwon terbuka. Alisnya menyatu saat ia melihat eksistensi Jay yang berada di sampingnya. "Kak, di mana kita?"

"Kau berjalan keluar kamar hingga sampai sini." Jay membantu Jungwon berdiri. Ia lalu mengamati sekitarnya, dan menyadari mereka berdiri di sebuah lorong dengan pintu loteng tepat di atas kepala mereka.

"Kenapa juga kau sampai sini?" Tanyanya.

Jungwon tidak menjawab. Tatapannya terpusat pada pintu loteng. Ia teringat dengan apa yang ia lihat dalam alam bawah sadarnya. "Aku penasaran apa yang ada di balik pintu ini?"

ORPHAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang