06. | Ketidaktahuan

50 9 0
                                    

CHAPTER 06.
KETIDAKTAHUAN

-○●○-

JIWOONG menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan ketika ia sudah berdiri di depan sebuah pintu cokelat tua. Ia berusaha membuat dirinya tenang sebelum membuka pintu tersebut.

Dilihatnya seorang pria paruh baya sedang duduk di balik meja yang berisi tumpukan kertas. Pria itu, Youngmin, tidak tampak terganggu dengan kehadiran Jiwoong di ruang kerjanya. Tatapannya tak sedikit pun melirik pada Jiwoong yang telah duduk pada kursi di hadapannya.

"Ada apa Ayah memanggilku?" Tanya Jiwoong yang merasa ayahnya hanya akan membuang-buang waktunya memperhatikannya bekerja.

Dua jam yang lalu, ketika Jiwoong masih berada di kampus usai mengajar mata kuliah terakhirnya, Youngmin meneleponnya, menyuruhnya datang ke kantor di tengah jam sibuk pria itu.

"Ayah ingin tahu keadaan adikmu." Youngmin berkata seraya meletakkan tab miliknya ke atas meja, menaruh perhatian sepenuhnya pada putra sulungnya.

Jiwoong terdiam, bukan karena ia tidak tahu jawaban apa yang harus diberikannya pada sang ayah. Namun, karena ini pertama kalinya sang ayah bertanya setelah lima hari sama sekali tidak menanyakan kabar anak-anaknya. Youngmin terlalu sibuk dengan proyek-proyek perusahaan yang harus dikerjakan, bahkan membuat Jiwoong seakan lupa ia masih mempunyai ayah.

"Ayah pasti sudah tahu kalau Jiyoon saat ini sedang menjalani hukumannya." Dapat Jiwoong lihat kerutan di dahi Youngmin setelah mengatakan itu. "Terakhir yang kudengar dari Profesor Nam, dia baik-baik saja."

Youngmin menghela nafas. "Berapa lama dia ada di sana?"

"Tidak tahu. Mungkin sebulan."

"Bagaimana bisa kamu tidak tahu berapa lama adikmu pergi?" Amuk Youngmin tiba-tiba, mengejutkan Jiwoong.

Kedua tangan Jiwoong yang berada di bawah meja sedikit gemetar. Akan tetapi, seakan sudah biasa, ia hanya membalas pertanyaan Youngmin dengan santai.

"Lalu, apakah ayah tahu?" Jiwoong menelan ludahnya. Saat ini ia berusaha untuk melawan rasa takutnya. "Ayah bahkan tidak mencoba menghubungi Jiyoon sebelum keberangkatannya. Ayah selalu tidak peduli, tapi, kenapa sekarang mendadak bertanya kabar Jiyoon?"

"Ayah sibuk," balas Youngmin tanpa penyesalan. Ucapannya berhasil membuat Jiwoong tertawa.

"Ya. Aku tahu. Pekerjaan memang lebih penting daripada keluarga. Tidak heran mengapa ibu menceraikan ayah."

"Kim Jiwoong!"

Jiwoong tersentak kaget begitu mendengar Youngmin memanggil namanya dengan bentakan. Wajah Youngmin yang memandang lekat putranya tampak memerah, sedangkan Jiwoong menelan ludahnya gugup. Ia baru menyadari apa yang telah diucapkannya itu salah. Namun, ia tidak peduli. Menurutnya, Youngmin memang sudah seharusnya mendengar fakta tersebut.

"Aku permisi, Ayah." Merasa tidak ada yang perlu dikatakan lagi, ia pun berdiri, pamit izin keluar meninggalkan Youngmin yang masih menetralkan deru nafasnya yang memburu karena emosi.

Jiwoong tidak peduli ia telah bertindak tidak sopan dengan mengungkit masalah keluarganya, dan menjelek-jelekkan ayahnya. Ia bahkan tak perlu repot-repot untuk meminta maaf. Menurutnya apa yang sudah ia lakukan itu benar. Berharap bahwa sang ayah dapat menyadari kesalahannya.

-○●○-

Jiyoon mendengar dengan jelas suara jarum jam antik yang berdetak pada tiap detiknya di tengah pelajaran bahasa inggris yang ia ikuti. Ia melirik pada anak-anak lain yang tampak serius mendengarkan seorang wanita pada layar proyektor yang menyala, menjelaskan tentang tenses. Terkecuali Jake. Dia duduk tepat di hadapan Jiyoon dengan kepala tertelungkup di antara kedua lipatan tangannya.

ORPHAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang