27. | Kebakaran Lima Tahun Silam

10 2 0
                                    

CHAPTER 27.
KEBAKARAN LIMA TAHUN SILAM

—○●○—

JIYOON mengerutkan alisnya melihat mahasiswa telah mengerumuni mading pagi ini. Ia juga melihat Jaehyun di sana. Tubuh tingginya tampak mencolok, memudahkan dirinya tanpa harus desak-desakan bersama yang lain. Jiyoon menghampiri Jaehyun tepat setelah pemuda itu berlalu dari mading.

"Hei, ada berita apa pagi ini?" Tanyanya.

Jaehyun tampak terkejut, tetapi segera bersikap biasa dan menjawab pertanyaan Jiyoon. "Festival musik."

"Oh, ada acara semacam itu di sini?"

Jaehyun tidak lagi heran dengan ketidaktahuan Jiyoon yang membuatnya seperti mahasiswa kolot. Dia satu-satunya yang tidak memiliki teman, jangankan pergi ke festival, ke kampus saja dia jarang hadir.

"Ada. Kau mau datang?"

Jiyoon berpikir keras. Sebenarnya dia bisa saja datang ke festival, tetapi pikirannya sejak kemarin tertuju pada panti asuhan. Mamanya belakangan ini cukup sibuk, sehingga ia tidak diawasi ketat. Sebenarnya ini kesempatan besar baginya untuk melarikan diri. Namun, semua harus terencana. Kalau tidak, Mamanya akan kembali nekat menjemputnya.

"Maybe," balasnya pelan. "But, Jaehyun... I need a little of your help."

—○●○—

Jiyoon pergi menuju toko buku Jiwan yang terletak di sebuah gang kecil setelah jadwal kuliah berakhir. Saat ini pukul empat sore, dan awan abu-abu menyelimuti langit di atasnya. Kalau tidak salah ingat, toko buku ini juga menjual koran-koran lama yang biasa dicari oleh pengoleksi koran. Seperti yang sempat Jaehyun katakan, ia harus mencari sendiri berita mengenai panti asuhan.

"Semua pemberitaan telah dihapus," kata Jaehyun kemarin malam pada sambungan telepon. "Kau akan sulit menemukan beritanya di internet. Tapi, aku tidak tahu apakah masih ada yang tersisa pada media cetaknya."

Media cetak. Satu-satunya harapan jika ia ingin mengetahui lebih lanjut mengenai panti asuhan itu. Jiyoon merelakan waktu istirahatnya—bahkan mamanya sudah menelepon sejak lima belas menit yang lalu—agar ia dapat ke toko buku Jiwan sesegera mungkin. Tidak ada tempat lain yang bisa ia tuju selain tempat ini. Toko buku aneh yang sempit dan berdiri di tengah-tengah rumah warga. Kalau saja Yuan, si kutu buku, tidak memberitahunya ada tempat sekuno ini di Seoul, dirinya mungkin tidak akan pernah tahu.

Seperti yang ada dalam benaknya, toko buku Jiwan sangatlah sempit. Di dalamnya berisi rak kayu yang menampung berbagai buku-buku kuno. Begitu masuk ke dalam, Jiyoon disambut oleh pria tua berambut putih keriting serta berjenggot. Sekilas dari tampilannya, Jiyoon sempat mengira bahwa pria ini tidak pernah membersihkan dirinya. Namun, itu hanya tampak luarnya saja. Nyatanya, pria bernama Jiwan ini sangat wangi. Sama wanginya dengan toko buku miliknya yang menyebarkan aroma lavender.

"Selamat datang. Apa yang ingin kau cari?" Jiwan terlihat ramah.

"Ah, tidak. Bisakah aku melihat-lihat sebentar?"

Jiyoon bersyukur pria itu tidak mengikutinya, alih-alih duduk manis di balik meja konter sambil membaca koran. Jiyoon pun bergerak ke sudut yang menyajikan berbagai koran-koran lama. Ia mendesah lelah. Jaehyun benar. Sangat sulit menemukan beritanya jika tumpukkan koran ini menggunung. Bahkan kertas beberapa di antaranya sudah tak layak dibaca.

"Kau tertarik pada koran ya? Maaf kalau tidak layak baca. Dua hari lalu koran-koran ini terkena tetesan air hujan karena bocor." Jiyoon mendongak ke atas, pada atap yang menunjukkan bekas air, lalu menatap pada koran basah di bawahnya.

ORPHAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang