34. | Labirin Pemisah

9 2 0
                                    

CHAPTER 34.

LABIRIN PEMISAH

—○●○—

SUNGHOON meringis kecil merasakan pipinya berdenyut serta ujung bibirnya yang sobek. Hal yang sama juga dirasakan Jay. Lelaki itu justru merasakan punggungnya panas saat menghantam tanah ketika orang-orang berjubah itu melempar tubuhnya. Di tengah rasa pusing yang mendera, ia berusaha bangkit.

"Hentikan!" Teriak Jay pada mereka yang memegang lengan Jiyoon, dan berniat menggoreskan pisau pada pergelangan tangannya. Namun, terlambat. Darah telah mengalir dari pergelangan Jiyoon yang telah tersayat.

Tak lama setelah itu, angin berhembus kencang. Api yang berada di tengah mereka semakin membesar bahkan membakar separuh dari rerumputan. Jay bergerak menjauh. Tak lupa ia menarik Jiyoon yang masih tak sadarkan diri agar tidak terkena kobaran api.

Sunghoon yang setengah tersadar pun dibuat heran dengan awan hitam menyelimuti langit, angin berhembus kencang, serta suhu udara yang semakin rendah. Ia menatap Jay yang menghampirinya. Orang-orang berjubah itu kembali membentuk lingkaran mengelilingi api, mengabaikan kehadiran mereka.

"Sepertinya, mereka hanya menginginkan darah kak Jiyoon," gumam Sunghoon.

"Tidak. Ku rasa mereka ingin kak Jiyoon sebagai persembahannya. Tapi, aku tidak tau kenapa tiba-tiba seperti ini." Jay menjawab ucapan Sunghoon dengan susah payah. Pandangannya terbatas karena angin kencang, belum lagi ia harus memapah Jiyoon. Sedangkan Sunghoon telah berdiri di sampingnya sambil mengusap lebam pada pipinya.

Selama beberapa menit, mereka berdiri di sana tanpa melakukan apapun—hanya berusaha saling melindungi dari ranting-ranting pohon yang berterbangan. Jay dan Sunghoon saling berpelukan dengan Jiyoon berada di tengah keduanya.

Tiba-tiba saja keadaan menjadi sangat hening. Angin yang tadinya berhembus kencang mendadak kembali normal. Jay pun mendongakkan kepalanya, menatap heran pada keadaan sekitar yang hanya ada mereka bertiga.

"Ke mana perginya orang-orang berjubah itu?" Tanya Jay. Meski ia merasakan lega yang luar biasa, ia tetap harus waspada.

"Mereka menghilang begitu saja," balas Sunghoon. Ia melepaskan pelukannya pada Jay, sebagai gantinya membiarkan tubuhnya menjadi sandaran Jiyoon.

Keduanya tidak mengetahui apa yang telah terjadi. Jay menatap ke sekeliling, berusaha memastikan bahwa ia masih berada di tempat yang sama. Sampai suara gumaman dari Jiyoon membuat perhatiannya teralihkan pada gadis itu.

Butuh waktu beberapa menit untuk Jiyoon menyadari situasi dan keadaannya. Ia berusaha memanggil kembali ingatannya hingga ia bisa berada di sini bersama Sunghoon dan Jay yang menatapnya khawatir. Tubuhnya tersentak saat ia berhasil mengingat, tetapi kemudian meringis begitu merasakan ngilu dari pergelangan tangannya.

"Hati-hati, Kak. Kau baru sadar dari pingsan." Jay merobek celana kain piyamanya yang terbuat dari satin, lalu membebat luka pada pergelangan tangan Jiyoon.

"Apa yang terjadi? Bagaimana kalian bisa ada di sini? Di mana yang lain?" Rentetan pertanyaan yang keluar dari mulut Jiyoon membuat Jay pusing, lantaran ia juga tidak tahu bagaimana harus menjelaskan situasi mereka saat ini.

"Kita—" Baru saja ia hendak menjelaskan dengan kalimat sederhana, kedua matanya tak sengaja menatap kobaran api berasal dari atap panti asuhan. Angin yang berhembus membuat api itu merambat ke sisi yang lain dengan cepat.

"Kebakaran!" Panik Jiyoon, sedangkan Jay dan Sunghoon terdiam di tempat mereka.

Mereka tidak asing dengan kejadian saat ini. Seolah mereka sedang dipaksa untuk kembali ke lima tahun silam, ketika panti asuhan terbakar. Sementara Jay dan Sunghoon bergeming, Jiyoon berusaha bangkit. Ia tidak ingin kejadian yang sama terulang. Akan tetapi, baru saja ia bergerak sekitar lima langkah, tanah di bawah kakinya bergetar. Jiyoon bisa mendengar sesuatu seperti suara mesin besar yang bergerak cepat. Hanya saja ia tidak tahu dari mana asal suara tersebut. Ia pun berbalik, berniat untuk menanyakan pada Jay dan Sunghoon. Namun, saat itulah sebuah dinding besar muncul dari permukaan tanah memisahkan ketiganya.

ORPHAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang